52 Merepotkan

Hari keenam di hutan pada siang hari ...

Sema tertidur di bawah rendangnya pohon. Ia memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya di hari keenam. Namun, tidurnya terganggu oleh suara berisik yang suaranya dihasilkan dari dua besi yang saling bergesekan.

   "Panas seperti ini ada yang bertarung, siapa coba?"

Pikir Sema seraya melihat ke atas, menatap dedaunan yang menutupi sinar mentari. Perlahan-lahan ia memutuskan untuk bangun dari tidurnya, meregangkan tubuhnya lalu menguap.

Sema berjalan pelan menuju suara berisik besi yang saling bergesekan. Ketika ia berniat bersantai, ia mendengar suara perempuan yang melengking meminta tolong.

Insting Jomblonya langsung bereaksi cepat. Sesegera mungkin menggunakan Overflow 7%. Sesampainya di sana yang membutuhkan waktu sekitar tiga puluh detik.

Melihat seorang perempuan yang tengah dipojokkan oleh tiga petualang laki-laki pada pohon. Kemungkinan besar, perempuan itu akan di skidipapap oleh tiga petualang brengsek itu.

   "Wanjir, IYKWIM."

Pikir Sema yang bersembunyi di balik pohon belakang tiga petualang. Melihat kejadian itu, Sema keluar dari tempat persembunyiannya seraya tangan kanan di tempatkan di pinggang belakang.

Tiga petualang itu segera berbalik badan, mendapati seorang remaja yang tengah tersenyum ke arah mereka bertiga. Dua laki-laki yang berumuran dewasa, menghunuskan dua pedang mereka.

Sedangkan yang satu lagi, menyuruh dua orang itu untuk menyerang Sema. Perempuan yang tengah bersandar pada batang pohon, hanya bisa menatap heran akan kedatangan remaja tersebut.

   "Cakep juga, cewek berkacamata memang memilki aura yang berbeda."

Pikir Sema seraya melihat sosok perempuan yang terlihat seumuran dengannya. Mengenakan sepatu boot yang memiliki hak, seragam berwarna anggur yang menonjolkan dadanya.

Rambut panjang sampai ke paha yang memiliki warna maroon. Iris mata berwarna biru, terdapat pedang dengan jenis rapier yang tidak jauh darinya.

Sema mengambil salah satu dagger yang digenggam pada tangan kanannya. Berjalan perlahan-lahan menuju tiga orang brengsek yang ingin menodai seorang perempuan untuk memenuhi nafsu mereka.

   "Pertanyaan, one ditambah one jadi berapa?"

Sema melontarkan pertanyaan aneh kepada tiga petualang itu. Salah satu petualang yang sudah menggenggam pedang pada tangan kanannya. Menghampiri Sema seraya mengangkatnya dan berniat untuk menebas Sema.

   "Dasar bodoh! Tentu saja Jawabannya wawan!"

Ia menebas Sema secara vertikal, namun Sema menangkisnya dengan mengayunkan dagger miliknya secara horizontal. Ia melempar dagger miliknya ke atas, menghantam wajah petualang tersebut yang ditambah dengan Overflow 5%.

   "Salah!"

Seru Sema seraya menangkap dagger yang jatuh setelah ia lempar ke atas. Dengan segera, ia melemparnya lagi ke arah salah satu petualang yang terdiam melihat temannya dihajar oleh Sema.

Sema menarik dagger yang ia lempar menggunakan benang mana. Dagger yang memutar pada tubuh petualang itu semakin melilit dengan cepat. Sema berjalan pelan seraya mengencangkan benang mana yang telah mengikat tubuh petualang tersebut.

   "Pertanyaan, two ditambah two berapa?"

Tanya Sema seraya berjalan pelan kemudian berdiri di hadapan petualang yang tubuhnya terlilit benang mana. Petualang itu tahu, jika ia menjawab pertanyaan Sema dengan salah. Tidak salah lagi, dia akan dihajarnya.

   "Uhh ... tutu?"

*Bukk

   "Salah! Malah tambah goblok!"

Seru Sema seraya memukul wajah pria tersebut dengan tangan kanannya. Petualang yang satunya lagi hanya bisa terdiam melihat kedua temannya dihajar dengan mudahnya.

   "Si-siapa kau!?"

Tanya pria yang tengah bergidik ketakutan, menatap sosok Sema yang tengah berjalan menghampirinya. Sema menanggapi pertanyaan tersebut dengan menunjukkan senyuman kecil.

   "Hanya Jomblo yang numpang lewat."

Ucap Sema seraya menghilangkan efek Overflow. Ia berdiri di hadapannya lalu menamparnya berulang kali dengan tangan kanan.

   "Menyerang seorang perempuan cantik yang tidak berdaya oleh kalian bertiga, tuman."

Ucap Sema setelah menghitung tamparannya sampai tiga puluh kali. Setelah itu, ia menyuruh ketiga petualang itu untuk pergi dari tempat ini sesegera mungkin. Meskipun begitu, mereka merasa terhina dikalahkan oleh seorang remaja Jomblo yang numpang lewat.

Sema melambai-lambaikan tangan kanannya seraya melihat kepergian tiga petualang yang merasa terhina. Perempuan yang ada di belakang Sema, segera meraih senjatanya berupa rapier lalu berdiri dan menodong Sema dari belakang.

   "Jangan bergerak, kau akan kutusuk jika melakukan pergerakan yang mencurigakan."

Ucapnya seraya menggenggam gagang rapier dengan ujung pedang yang menempel pada punggung Sema. Perlahan-lahan, Sema mengangkat kedua tangannya pertanda menyerah.

   "Diberi hati, malah minta jantung. Huh ... aku tidak mengerti sama sekali akan isi dari hati seorang perempuan."

   "Diamlah! Kau pasti ... salah satu petualang yang disuruh untuk membawaku kembali ke Erinu!"

Seru perempuan yang menodong Sema. Yang dimengerti oleh Sema hanya satu, sepertinya perempuan yang seumuran dengannya ini memiliki masalah dengan Erinu.

   "Pertanyaan, kenapa kau dikejar oleh tiga petualang tadi?"

   "Huh? Tentu saja, orang tuaku yang menyuruh mereka."

   "Pertanyaan, tujuannya?"

   "Itu ... tentang pernikahan ... tunggu sebentar? Kenapa kau menanyakan hal itu!? Bodohnya lagi aku yang memberitahumu, sialan!"

Perempuan yang menodong Sema, dengan rasa kesal menusuknya dari belakang. Namun, Sema segera maju dan ia menghindari tusukan rapier dengan sedikit merunduk. Sema segera memutar badannya setelah menghindar, kini mereka berdua saling bertatapan mata.

Pandangan dari perempuan itu terlihat teringat akan suatu hal. Wajah Sema terasa tidak asing di Kerajaa Erinu. Karena rasa penasaran, dia menanyakan nama Sema seraya menodongnya dengan rapier di hadapannya.

   "Kenapa kau menanyakan namaku? Bukankah kau tidak tertarik denganku?"

   "Bukan seperti itu, wajahmu terasa tidak asing di Erinu."

Sahutnya, Sema menanggapinya dengan helaan napas pelan. Ia memejamkan kedua matanya perlahan-lahan, membukanya kembali dan perasaan tenang menyelimutinya.

   "Namaku Sema Soutarou, apakah ... itu sudah tidak asing bagimu?"

Tanya Sema, perempuan yang ada di hadapannya kini teringat akan sebuah poster buronan yang dilukis dengan kasar. Ya, wajah Sema yang dilukis pada poster, kini sudah jelas dan orang itu ada di hadapannya.

   "Kau kan salah satu buronan yang ada di Erinu? Ke-kenapa kau membantuku!? Bukankah kau seorang pembunuh darah dingin!?"

Tanya perempuan tersebut dengan tubuh yang bergidik ketakutan. Ia mengarahkan ujung rapier miliknya tepat di depan wajah Sema. Namun Sema, tetap tenang meskipun di dalam dirinya ia sangat ketakutan jika saja ditusuk lagi.

   "Pembunuh berdarah dingin? Aku? Hahahahaha! Kau terlalu banyak memakan asupan omong kosong dari kerajaan yang isinya para penguasa tanpa otak."

   "Kau menghina Ayah tiriku!"

Serunya seraya memberi dorongan pada rapier yang ia genggam dengan tangan kanan. Sema segera menutupi wajahnya menggunakan tangan kiri, memunculkan zirah knuckle hitam dengan cepat. Tusukan rapier yang mengarah ke wajahnya, dapat ia tahan dengan zirah yang terpasang pada tangan kirinya.

Perempuan yang menusuk Sema dengan rapier, hanya bisa terkejut karena Sema menahan ujung mata pedang rapier dengan tangan kirinya.

   "Jadi ... kau bukan anak kandung dari Raja Kerajaan Erinu? Lalu, kau dipaksa menikah olehnya dan kau kabur karena tidak menginginkannya?"

   "Ba-bagaimana kau bisa mengetahuinya?"

Tanya perempuan tersebut dengan tatapan yang takut terhadap Sema. Ia pikir, Sema dapat menggunakan sihir yang membaca pikiran orang lain. Namun, yang sebenarnya terjadi adalah Sema menyimpulkan segala keadaan, hipotesis, pertanyaan yang dilontarkan olehnya, dan terakhir menggunakan efek barnum.

   "Aku baru tahu, untuk sekarang ... akan aku ceritakan padamu kenapa diriku ini bisa menjadi seorang buronan di Erinu."

* * * * * *

Tiga puluh menit kemudian setelah menceritakan semua hal yang melibatkan Sema dengan Erinu di bawah pohon. Ketika ia masuk ke Kerajaan, kedua tangannya yang terpotong dan disambungkan kembali oleh Carilla dan Ruilla. Membantu para pasukan bayaran yang dijadikan umpan oleh Raja Erinu.

Namun, Sema tidak menceritakan kenapa dirinya meninggalkan Kerajaan Archdale. Karena informasi sangat berharga di dunia ini, hal tersebut bisa dijadikan senjata suatu saat nanti.

Di bawah dedaunan yang rendang, Sema hanya bisa menatap ke atas setelah menceritakannya. Sedangkan perempuan yang ada di samping kirinya, meringkuk seraya memeluk kedua kakinya.

   "Jadi ... Kerajaan Erinu menggunakan Arch Gear Bettenou, kemampuannya yang menciptakan halusinasi sudah menyebar di kerajaan. Kalau begitu, ingatan tentang jati diriku ... "

   "Maaf, aku tidak punya waktu untuk mendengar keluhamu. Tetapi ... "

Sema beranjak dari tempat duduknya setelah bersandar cukup lama pada batang pohon. Ia berdiri seraya menatap wajah depresi perempuan yang tidak diketahui namanya tersebut.

   "Sayangi dirimu, seperti sebuah musik."

Sema melangkahkan kakinya setelah mengutip kata-kata seorang Ilmuan yang amat jenius di dunianya. Kata-kata yang ia kutip berasal dari tokoh yang mengemukakan rumus E=mc². Nama dari tokoh Ilmuan tersebut adalah Albert Einstein.

Ketika Sema berniat untuk pergi dari tempat ini, perempuan itu menarik jubah Sema sehingga langkahnya terhenti. Ia menoleh ke belakang, melihat wajah perempuan itu yang di matanya terlihat sebuah harapan.

   "Namaku Leona Heins, aku ikut ke mana pun kau pergi."

Ucapnya, Sema terdiam sebentar dan ia menunjukkan wajah yang malas.

   "Merepotkan ... urus dulu masalah dengan Ayah tirimu yang tolol itu."

To Be Continue ....

avataravatar
Next chapter