20 Chapter 19. Entering to Dungeon [Revised]

Keesokan harinya, kedua party melakukan perjalanan menuju Twin Tower atau disebut menara kembar. Marc bangun dari tidurnya. Bergegas menuju sebuah pohon untuk buang air kecil. Membelakangi dirinya sambil mencari tempat untuk menjaga privasi. Pria nyaris botak itu mengintip celah anggota party yang dipimpin Hiro. Menarik celana sembari mengikat tali pinggangnya. Ronald sendiri asik berbincang dengan sesama otherworlder. Termasuk membangunkan Fan. Tetapi, dia menolak. Sampai tiga kali dibangunkan, gadis bermata merah patuh kepada Ronald walau enggan.

Perjalanan mereka kembali dilanjutkan menuju menara kembar atau Twin Tower. Selama di tengah-tengah hutan, tidak ada hambatan berarti. Beberapa para pedagang yang melakukan jalan ke arah berbeda, menawarkan gerobak yang sudah usang. Mulanya, Hiron dan kawan-kawan menolaknya dengan alasan kasihan terhadap pedagang tersebut. Sayangnya, Marc membelinya dengan harga murah dengan memperbaiki kereta penuh berlubang pada tiap sisi terpal maupun bagian bawah kayu. Memang membutuhkan waktu lama dalam perbaikan, karena Ronald dan Allen saling bergantian memasang paku dan terpal. Tidak lupa juga, menutupi tubuh Fan yang tidur di dalamnya dengan selimut.

Akhirnya perjalanan dilanjutkan. Kereta kuda yang sudah ditambal, beserta diikat kencang talinya. Melintasi jalan penuh berlubang. Sehingga sulit sekali untuk memejamkan kedua matanya sejenak. Allen dan Ronald ada di kursi depan. Mengendarai dua ekor kuda. Selama dalam perjalanan, tidak ada sepatah kata keluar dari mulut Hiro. Kedua matanya kosong. Serasa ada sesuatu yang terjadi dengan pemuda berambut coklat setelah jaga shift semalam.

"Hiro-san. Apa kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja Yumi. Tidak perlu kau pikirkan."

"Benar? Kalau ada masalah, mendingan cerita saja, Hiro-san."

Sebuah anggukan kepala dari Hiro mengiyakan perkataan dari Yumi. Dia menatap tajam pada Allen dari belakang. Memalingkan wajahnya. Kedua tangannya dilipat beserta kaki diselonjorkan. Menjaga jarak dengan Yumi dan Rina yang kelihatan kebingungan. Ekspresi Hiro memancarkan aura intimidasi. Sehingga tidak ada orang yang berani mendekatinya. Allen memaklumi hal itu, karena dia baru saja mendapatkan kebenaran yang pahit. Walau demikian, roda dalam kereta kuda rawan hancur jika kelebihan muatan. Menurut salah satu pedagang, kereta kuda itu mengalami kerusakan saat melakukan perjalanan menuju ke ibukota. Tepatnya menuju Kekaisaran Torquis. Setidaknya mereka tidak perlu menghabiskan waktunya untuk berjalan kaki. Rina yang duduk dekat dengan kursi kemudi, berbisik kepada Allen.

"Ada yang tidak beres dengannya. Allen-san, apa yang terjadi dengan Hiro?" tanya gadis berambut panjang.

Namun Allen tidak mengatakan sepatah katapun. Dia masih membisu mengenai jaga malam dengannya.

"Sepertinya, ada sesuatu yang tidak ingin kaubicarakan, bukan?" tanya Ronald.

"Ronald—"

Pria itu membetulkan tali karet di belakangnya. Ternyata, dia masih tetap mengenakan masker gasnya. Allen mulai bersikap cuek dengan Ronald. Merasa tidak nyaman dengan tatapan dingin dan tidak acuh sekelilingnya. Kepalan telapak tangan mencengkram kuat dari pria bermasker gas. Tiba-tiba, Ronald mencengkram baju kerah Allen. Barusan, Allen melotot tajam dari kedua bola matanya melalui intimidasi. Nampaknya, Ronald tidak takut terhadap ancaman yang dilakukan oleh pria tua berambut putih. Sadar jadi pusat perhatian, Allen melepaskan cengkramannya. Respon Hiro masih dingin seperti biasanya. Menoleh pada Rina.

"Tenang saja. Mood Hiro hari ini sedang buruk. Saranku, jangan mengganggunya," kata Allen berbisik ke telinga Rina.

Seketika, aura yang terpancar pada Allen berubah drastis. Serasa ada sesuatu yang menyuruhnya untuk lari atau tidak memancing amarahnya.

"Alasannya?"

"Aku tidak bisa mengatakannya. Tapi yang jelas, karena kejadian itulah Hiro menjadi seperti saat ini. Untuk saat ini, biarkan dia tenang dulu."

Marc maupun Ronald tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Allen. Akan tetapi, kedua tentara dari New Germany ini mengerti maksudnya. Pemuda berambut coklat terlihat berbeda. Ekspresi yang terpancar dalam dirinya memperlihatkan rasa amarah memuncak. Menyalahkan Allen atas kejadian menimpanya. Sorotan kedua matanya tidak lepas dari pria tua berambut putih.

"Tunggu. Aku ingat nama belakangnya Sakaki. Apa mereka itu orang tuanya Hiro?" tanya Rina.

"Kurasa ya."

"Begitu rupanya. Aku paham sekarang. Beberapa waktu silam, aku pernah membaca berita perampokan dekat tempatku. Waktu itu, salah satu Menteri Perekonomian, yang ditunjuk menggantikan posisi Motoyama Daisuke akibat skandal penggelapan uang."

Allen terperanjat kaget mendengarnya. Menarik dua ekor kudanya ke belakang. Membiarkan Ronald yang menyetir sembari menatap jelas pada gadis berambut panjang tersebut. Yumi maupun Rina kebingungan saat melihat wajah pria tua itu.

"Katakan kepadaku. Apa dia pelaku di balik semua ini?"

"Aku tidak tahu. Tapi yang jelas, Ayah Yumi menceritakan bahwa orang itu telah tewas bunuh diri akibat matinya suami-istri, Takuma dan Minori Sakaki. Itulah yang kudengar," lirihnya menahan sakit.

Yumi melirik Hiro yang duduk selonjoran. Matanya dingin. Tidak mendengarkan percakapan di antara mereka. Termasuk Fan sekalipun. Gadis rambut ponytail menggenggam kedua tangannya lebih erat. Berdoa tidak terjadi sesuatu pada Hiro.

Hiro menerima tawaran berupa sebotol air dari Marc. Tidak ada tanda-tanda untuk letih. Kedua kakinya masih baik-baik saja. Marc memperlambat laju kuda. Menanyakan kepadanya, "kau beneran baik-baik saja?"

"Jangan mengkhawatirkanku. Lebih baik kau pikirkan saja yang ada dalam kereta."

Kalimat Hiro telah menutup percakapan yang harusnya dilontarkan rekan anggota party. Gadis bermata merah menutup telinganya. Menggenggam salib yang dia pegang. Tertidur pulas sejenak. Marc menghela napas. Tidak percaya bahwa situasi kali ini menjadi lebih canggung.

Akhirnya mereka telah sampai di pintu masuk menara. Hiro dan kawan-kawan menaruh kereta kuda ke tempat aman. Menara itu tidak cukup tinggi. Dengan atap berwarna ungu, dinding terbuat dari batu bata yang solid.

Rina memanggil [Lizard Warrior] dan [Bone Lizard Magician], untuk menjaga Fan yang sedang tertidur. Sebelum itu, Rina turun dari kereta kuda dengan wajah kesal. Tidak peduli dirinya menabrak para penumpang. Termasuk kaki Hiro dan Ronald sekalipun. Yumi menghampiri Rina daritadi merapikan rambut penuh poni.

"Ricchan, kenapa kau—"

"Aku kesal tahu! Ada apa sih dengan mereka berdua! Kalau ada masalah, seharusnya cerita sama kita! Bukan saling bermusuhan!" bentak Rina.

"Aku mengerti kok, Ricchan. Tenangkan dirimu dulu, ok?" tuturnya menatap gadis berambut panjang itu.

"Aku benci situasi semacam ini!" umpat Rina berdecak lidah.

Dia ingin sekali mendengarkan curhatan dari Hiro saat ini. Tetapi, Rina tidak mengontrol emosi yang bergejolak dalam hatinya. Di sisi lain, Marc dan Ronald menepi sejenak. Kedua prajurit New Germany mengecek status mereka masing-masing. Mereka berdua terpaksa melakukannya karena tidak mau menjadi beban bagi Hiro dan rekannya.

Nama: Marc Weidenmann

Umur: 27 Tahun

Ras: Otherworlder

Level: 10

Job: Adventurer

Ability: [Summon: Goliath Tracked Mine]

Skill: -

Nama: Ronald Goldfarb

Umur: 26 Tahun

Ras: Otherworlder

Level: 10

Job: Adventurer

Ability: [Fire Elementalist]

Skill: [Fireball] [Fire Wall]

Sebenarnya mereka sudah memilih senjata sebagai kekuatannya. Tidak memilih sihir seperti Allen, Hiro, Yumi maupun Rina. Marc lebih memilih percaya dengan teknologi buatan negaranya sendiri. Seperti [Goliath Tracked Mine] yang baru dia dapatkan saat quest sebelumnya. Sedangkan Ronald lebih suka jenis pelontar api alias Flamethrower. Oleh sebab itulah, dia memilih menaikkan poin untuk senjata ketimbang Ability atau skill.

"Ada apa, Goldfarb-san?"

"Bukan apa-apa, Yumi. Hanya saja kami berniat untuk menaikkan kemampuan senjata kami. Untuk bertahan hidup tentu saja," jawab Ronald kepada Yumi.

Yumi ingin sekali bertanya kepadanya. Tetapi, wajah dari pria mengenakan masker gas terlihat sangat serius. Dia mengatur suhunya supaya bisa memaksimalkan daya serangan. Kemudian, Ronald menaruh elemen sihir api ke dalam tabung berukuran raksasa sampai penuh. Mengatur kembali suhu temperaturnya. Pria mengenakan masker gas telah selesai mengaturnya. Sedangkan Marc mengisi peluru yang tersisa. Serta mengisi peluru meriam berukuran mini pada[Goliath Tracked Mine]. Suara peluru meriam telah terisi. Tidak ketinggalan, Allen juga melakukan hal sama persis dengan dua prajurit New Germany.

"Semua telah siap!"

"Ok … aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam menara itu. Tetapi quest di sini mengatakan bahwa kita harus menaklukkan dungeon ini. Karena menara ini belum tahu kapan akan kembali muncul. Aku yakin, agak susah mendapatkan tempat ini. Jadi, semua orang harus waspada. Terutama kau Hiro!" perintah Allen ditunjukkan kepadanya.

Hiro melirik ke wajah Allen dengan enggan. Pria tua berambut putih itu masih memahami, bahwa mood pemuda berambut coklat sedang buruk. Kedua bola mata Rina mendongak ke atas. Hela napas panjang dengan kedua telapak tangan ditaruh dekat pinggang.

"Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiranmu saat ini. Tetapi sekarang, fokus kita adalah menyelesaikan quest lanjutan dan survive. Jika ada yang ingin dikatakan, lebih baik katakan sekarang juga!"

Allen menekankan pita suara pada Hiro, supaya berani berbicara sebelum masuk ke menara kembar tersebut. Pemuda berambut coklat itu memilih menggeleng pelan. Menampar kedua pipinya untuk fokus. Menelan ludah ke dalam tenggorokan. Marc, Ronald, Yumi dan Rina mengangguk pelan.

"Bagaimana dengan Fan?'

"Untuk saat ini, Fan ditaruh ke belakang bersama dua hewan yang telah dipanggil. Jadi tidak perlu khawatir," jawab Allen kepada Marc. Hiro menghampiri pria tua berambut putih. Bermata dingin dan tidak menunjukkan rasa peduli terhadapnya.

"Allen, kita segera selesaikan quest ini segera dan aku ingin berbicara denganmu."

"Setuju!"

Marc, Roland dan Hiro mendorong pintu masuk ke dalam menara itu. Pintu gerbang dibuka pelan-pelan. Berharap tidak ada jebakan atau monster yang menanti di depan mata.

avataravatar
Next chapter