12 Chapter 12. Allen vs Djaja & Kemunculan Grimm Bersaudara [Revised]

Allen mengambil inisiatif untuk menyerang. Pria tua berambut putih menarik pelatuknya ke Djaja. Kedua pria itu saling menghindar. Beradu tembakan. Meski beda jenis tipe senjata yang dipakai, beberapa peluru saling bergesekan satu sama lain. Allen berdecak kesal disertai kedua kaki bergesekan di pijakan batu. Anggota badan dia sebisanya mungkin tidak mengalami hujan peluru dari Djaja. Allen yakin bahwa ketua guild sedang menyembunyikan kartu asnya.

Djaja menyeringai tersenyum. Kewaspadaan Allen padanya patut diacung jempol. Tidak kaget bahwa Allen dapat menebak jalan pemikirannya. Sayangnya, kau terlambat mengambil langkah inisiatif, gumam Djaja dalam hati. Kaki kiri ke belakang. Sedangkan kaki kanan ditahan pijakannya. Lalu, tangan kanan menggenggam sesuatu. Allen mundur ke belakang cepat. Djaja tersenyum miring, melempar sebuah bambu runcing yang dilapisi energi sihir. Sekaligus menembak tiga butir peluru di bagian belakang bambu. Tetapi, serangannya tidak mempan lantaran posisi badan Allen miring ke kanan. Pria tua berambut putih mengambil ancang-ancang untuk mundur. Berjalan pelan sembari mengisi peluru dengan sebuah magazine yang ada saku pinggangnya. Dua pistol desert eagle berhasil diisi. Gerakan pertama berupa Allen mengacungkan pistol desert eagle di tangan kanan, menarik pelatuknya ke arah Djaja. Anehnya, dia tidak bergeming sama sekali. Suara angin meniup dekat daun telinga Allen. Berguling ke samping kanan karena sebuah bamboo runcing yang dilempar. Sebuah energi sihir mengalir dalam benda itu.

Sementara itu, kedua mata Hiro berbinar-binar melihatnya. Mengacungkan jari telunjuk pada Djaja. Hingga Yumi dan Rina hanya bisa tertawa paksa.

"Kekuatan yang gila!" puji Hiro.

"Ternyata orang Indonesia seram-seram ya, apabila mengenai kekuatannya," celetuk Rina.

"Aku setuju Ricchan. Kalau bertemu dengan mereka, sebaiknya kita pikir ulang untuk tidak berbuat masalah."

Rina mengangguk atas pernyataan Yumi. Sedangkan Hiro melotot tajam pada pertempuran tersebut. Kedua pihak saling bertempur. Saling mengacungkan senjata masing-masing beserta bambu runcing melayang di udara. Berkali-kali Allen menghindar dengan berguling ke kiri. Di sisi lain, Djaja berniat tidak mau mengalah dalam mengetes pria tua berambut putih. Bambu runcing yang dia gunakan, terus mencoba tusuk Allen tanpa henti. Berkali-kali guling membuat Djaja memilih rencana selanjutnya. Sten gun MK I diacungkan ke arah Allen. Bambu runcing menyerang pria tua berambut putih. Pistol revolver ditembakkan pada ujung runcing bambu. Pistol satunya menodongkan pada Djaja. Dua butiran peluru melesat ke keningnya. Tetapi, dua butiran peluru berhasil ditepis. Tangan kanan Djaja mengambilnya. Mengayunkannya hingga terpental ke dinding. Lalu, Djaja melepaskan kembali bambu miliknya. Membiarkan benda itu melayang dengan sendirinya. Jemari telunjuk kiri Djaja menarik pelatuk sten gun MK I. Suara selongsong peluru berhamburan di tanah, nyaris mengenai Allen. Telapak tangan kanan dengan cepat mengganti senjata. Dari dual pistol menjadi shotgun. Ekspresi wajah Allen tiba-tiba merengut. Kedua alisnya menurun. Mendapatkan senjata secara acak. Padahal, jenis pistol desert eagle miliknya itu .50 AE. Sedangkan yang dia pegang bukanlah tipe itu. Melainkan Marlin Model 55 Hunter. Jenis shotgun yang dikhususkan untuk berburu hewan buas. Seketika, Allen mengerutkan kening dan membentak ke langit. "apa kau bercanda, Dewa?"

Suara lengkingan dari Allen mengakibatkan telinga ketiga remaja beserta Herman berdengung. Dia terbangun secara tidak langsung, mengerang kesakitan akibat pertarungan menghadapi Hiro. Langkah kedua kaki Djaja mundur dua langkah. Sorot kedua matanya melotot tajam pada senjata yang digenggam Allen. Untuk kali pertama, Djaja baru melihat shotgun. Di samping itu, beliau sibuk menganalisa kekuatan dan kekurangan pada senjata shotgun.

Djaja mengganti rencana. Senjata sten Gun I berubah menjadi sten gun MK V. Perbedaannya terletak pada pegangan dan bantalan senjata jenis rifle terbuat dari kayu. Termasuk di pegangan vertikalnya. Selain itu, konektor atau penghubung dengan pisau bayonet terpasang. Berkualitas tinggi dibandingkan versi pertama maupun kedua. Tidak hanya itu, MK V juga dilengkapi tali selempangan berwarna hitam. Djaja menyentuh pelatuknya, mengarahkan ke arah Allen. Kedua kakinya bersigap memutarkan anggota tubuh dia, menyerang balik. Jarak langkah kaki Djaja hanya berjarak sejengkal. Gesekan kedua telapak kaki sampai keluar asap hitam mengepul.

Anehnya, Allen membalas responnya dengan tersenyum tipis. Pria tua berambut putih melihat Djaja sedang bersiap-siap untuk menyerang. Langkah kaki pertama dari sebelah kanan. Dia bersiap untuk menerjang Djaja. Pria tua itu menarik pelatuknya. Peluru pertama melesat ke kepala Allen Ditambah, bambu runcing Djaja mulai menyerang kembali. Kali ini, temponya dinaikkan sangat cepat. Allen pun terkena tusukan. Tetapi, yang ditancap adalah orang-orangan sawah. Sebuah benda trik murahan yang diciptakan oleh Allen. Secara diam-diam, Allen memanfaatkan bahan mentah jerami tanpa sepengetahuan Djaja. Lalu tangan kirinya dilemparkan begitu saja. Saat itulah, sebuah peluru tenggelam dalam tumpukan jerami di bagian keningnya. Reaksi Djaja hanya tersenyum. Membalasnya dengan menembak. Suara selongsong peluru berjatuhan di bebatuan. Tensi aura terpancar dari wajah mereka. Hingga tangan kanan diayunkan ke bawah.

"Cukup sampai disini pertarungannya!"

Allen dan Djaja berhenti menembak. Menoleh ke Herman dalam keadaan napas terengah-engah. Dia menekan lukanya, berusaha menahan rasa sakit. Djaja dan Allen melirik jam pasir di atas meja. Butiran pasir mulai tidak tersisa. Kedua pria tua itu menurunkan senjata masing-masing. Lalu berjabat tangan dengan erat.

"Makasih atas sparringnya. Berkatmu, masa-masa tua tidak melulu dihabiskan dengan membuat laporan atau bertemu atau berjibaku dengan dokumen di atas meja."

"Wah, benar-benar workaholic," ucap Yumi.

Secara resmi, Rina, Yumi, Hiro dan Allen secara otomatis diakui sebagai petualang pemula oleh ketua guild. Tertanda tangan nama Djaja Ridwan Hartanto di bawah sebelah kanan. Alasannya supaya tidak ada orang yang mengambil keuntungan berupa mencuri atau membunuh sesama petualang. Allen dan ketiga remaja lainnya menuruni anak tangga. Ditatap tajam oleh para petualang profesional. Mengabaikan tatapan dari mereka. Keempatnya mengambil tempat duduk, mencari posisi paling dekat dengan papan dashboard. Sehingga bisa tahu ada quest untuk mereka kali ini kala dikerumuni banyak orang. Ada puluhan quest yang tertempel di papan dashboard. Beberapa orang ada yang menarik secarik kertas. Dan ada yang belum sesuai dengan bakat atau kemampuannya, memilih menunggu esok hari.

"Tidak kusangka lho, banyak orang sedang berkumpul di sana," celetuk Rina.

"Ya. Memang seperti inilah guild yang sesungguhnya."

Suatu ketika, para petualang dengan penampilan garang menabrak petualang pemula hingga 2 orang terjatuh. Mereka melihat papan dashboard yang masih menunjukkan tidak ada perubahan permintaan questnya. Mengakibatkan ada kerengganggan di antara kedua pihak. Allen meminta pada ketiga remaja untuk tidak terlibat dengan hal-hal yang merusak nama pribadi maupun orang lain. Saat mereka telah menyobek kertasnya, Hiro mengeluarkan kaki kanan dia. Salah satu petualang tersandung. Lalu, Pemuda berambut coklat menghampirinya. Memegang badannya penuh iba walauu bersikap pura-pura sejenak.

"Kau tidak apa-apa?" kata Hiro menanyakan kondisi salah satu petualang.

"K-k-kenapa kau menolongku, sialan!"

"Habisnya kakimu tersandung, bukan?"

Rina mengerutkan kening, mendengar ucapan Hiro. Mengekspresikan kebingungan sampai dua orang menghampiri petualang yang tersandung. Kemudian berbincang ke Hiro dengan lantang. Mereka mengenakan setelan yang mirip seperti orang bangsawan. Tetapi memiliki kerah baju dan dasi putih tekukan.

Rambut putih pendek dengan karakteristik tipe rambut unik. Pria bernama Wilhelm berambut undercut. Wajahnya menawan tanpa ada cacat sedikitpun. Bermata biru dan membawa buku berukuran kecil. Hidungnya mancung dan mengenakan rompi panjang, menutupi seluruh tubuhnya tanpa penutup kepala. Sedangkan pria satunya bermodel rambut buzzcut. Memiliki kemiripan berupa mata biru dan mengenakan rompi yang sama. Hanya saja hidungnya pesek dan buku miliknya berukuran besar.

"Bocah, sebaiknya abaikan saja orang-orang bodoh itu. Mereka itu cuma menginginkan uang ganti rugi sehabis kesandung."

"Benar yang dikatakan oleh Wilhelm. Tidak ada gunanya berdebat dengan sampah semacam mereka."

Mendengar tuturan kata dari kedua orang asing itu, suasana berubah menjadi tegang kembali. Tatapan tajam beralih dari keempat orang kepada dua orang berpakaian rapi. Mengekspresikan amarahnya yang memuncak ke arah kedua orang itu.

"Apa barusan kau bilang, huh? Berani-beraninya kau mengganggu percakapanku dengan bocah ini!"

Kata-kata petualang senior diabaikan oleh mereka berenam. Salah satu dari mereka menulis cepat di buku catatan kecil.

"Jacob, ayo pergi! Kita tidak punya banyak waktu."

"Tunggu aku, Wilhelm!"

Mereka berdua pergi meninggalkan Guild. Berjalan menuju sebuah pintu keluar. Salah satu petualang senior berdecak kesal. Memilih mengacungkan senjata. Akan menyerang mereka berdua. Saat itulah, muncul sosok wanita berambut pirang. Rambut yang semula pendek, mulai memanjang. Mencekik salah satu petualang yang hendak menyerang hingga tidak mampu bernapas. Tangan kirinya memukul lantai kayu berkali-kali, memohon untuk menyelamatkan dirinya. Akan tetapi, tidak ada yang merespon. Hiro datang melompat, mengacungkan pedang untuk memotong rambut pirang itu. Wanita berambut pirang terkejut dengan kemunculan Hiro. Secara tidak sengaja, dia merusak struktur rambutnya. Akibatnya, rambut pirang Rapunzel menjadi rusak dan kotor. Geram atas perbuatan Hiro terhadap anggotanya, dia berlari sembari melakuka cekikan leher petualang, menyerang pemuda itu dengan kekuatan penuh. Rambutnya menegang hingga pria bernama Wilhelm memberikan sebuah instruksi.

"Rapunzel! Hentikan segera! Kita ada di guild," perintah keras Wilhelm disertai tatapan tajam ke arah Rapunzel.

Perintah barusan membuat bulu kuduk Rapunzel ngeri. Dia berhenti melakukannya dan pergi menyusul mereka berdua. Suasana kembali menjadi normal kembali. Akan tetapi, Allen terkejut bahwa ada Otherworlder atau Isekai yang ada di muka bumi ini selain mereka berlima.

"Wilhelm? Jacob? Rapunzel? jangan bilang—" belum selesai Allen bicara, ketiga remaja memotong pembicaraan.

"Brothers Grimm!" jawab serempak ketiga remaja itu.

Di sisi lain, Djaja menatap tajam ketiga orang itu dengan ekspresi kesal. Dalam lubuk hatinya, dia tidak mau berurusan dengan Brothers Grimm dan tokoh fiksinya. Kemudian, beliau memilih untuk istirahat.

avataravatar
Next chapter