8 Chapter 08. Bandit and Unexpected Event [Revised]

Hiro dan kawan-kawan melanjutkan perjalanan menuju ke kota. Keempatnya saling berbincang satu sama lain. Hingga di tengah hutan belantara, mereka berempat berhenti di tengah jalan. Sekumpulan perampok bersenjata tajam, mengerumuni Hiro dan kawan-kawan. Sehingga mereka tidak bisa kabur. Ekspresi mereka menyeringai disertai tawa terkekeh-kekeh.

"Ada 2 cewek cantik nih!" celetuk salah satu perampok.

"Ada yang bisa kubantu? Dengar, kami—"

"Diam kau bocah! Serahkan uang tebusan pada kami. Atau kalian akan menerima akibatnya!" potong si perampok menyeringai sembari mengacungkan pisau ke arahnya.

Namun perkataan barusan membuat keempatnya menghela napas panjang. Rina, Hiro dan Yumi kecewa mendengar perkataan mereka. Sedangkan Allen merasa gestur dan cara bicara para perampok mirip dengan era abad pertengahan zaman Eropa, atau dunia fantasi umumnya. Ditambah, salah satu darinya mirip sekali dengan bajak laut yang berburu kapal pengangkut barang.

"Kenapa jadi seperti ini?" keluh Rina menepuk jidatnya.

"Ricchan, buang jauh-jauh pemikiran itu dan kembalilah ke realita."

Rina mencoba menekan rasa kecewanya. Allen memiringkan kepala, tidak mengerti dengan kedua gadis itu. Sedangkan Hiro mulai menyerah dengan realita dan isekai dalam anime. Ketika dia berjalan untuk menghajar mereka, dirinya dihentikan oleh Allen.

"Serahkan padaku, Hiro. Akan kukalahkan dia," ujar Allen penuh percaya diri.

"Apa kau yakin, Pak tua?" tanya Hiro pada Allen.

Pria tua berambu putih mengangguk tegas. Hiro tidak memilih pilihan kecuali menyerahkan padanya. Allen mengeluarkan dua pistol di saku pinggang miliknya. Senjata yang dia pakai adalah desert eagle. Senjata favorit semasa hidupnya. Allen mengacungkan sekaligus membidik ke salah satu kening perampok. Allen menarik pelatuk. Pelurunya melesat dengan kecepatan tinggi. Melubangi kepala perampok. Tubuhnya ambruk dan bercucucran banyak darah.

Hiro menutup telinganya. Tidak menyukai suara bising pistol itu. Sedangkan Rina dan Yumi tidak bisa menahan rasa mualnya, memuntahkan seluruh isi perutnya ke tanah. Kedua gadis itu tidak menyangka, Allen sangat tenang dan tidak ada terpancar keraguan dalam membunuh seseorang. Jadi inilah pekerjaan sebenarnya sebagai seorang prajurit bayaran? Tidak menyangka masa lalunya begitu suram, gumam Rina dalam hati disertai mengusap mulutnya.

Dia menembak dua pistol berkali-kali. Ketika salah satu perampok berhasil menyekap Allen dari belakang, pria tua berambut putih menyikut ke bagian wajah. Bibir dan hidung penuh darah. Telapak tangan kanan dan tubuhnya memutar. Mengacungkan pistol desert eagle ke bawah kaki salah satu perampok. Ditariklah pelatuknya hingga bersuara kencang dank eras. Perampokmnya mengerang kesakitan. Allen terus menarik pelatuknya tanpa henti. Peluru yang bersarang di tubuh mereka berjumlah sepuluh peluru. Setelah mengisi magazine, salah satu dari mereka menyerang Allen dengan menggunakan tombak. Tetapi dia membaca pergerakan lawan dengan mudah. Kaki kanan Allen memutar ke kanan. Tangan kirinya menodongkan senjata ke pelipis kanan, menembaknya dalam jarak dekat. Cipratan darah mengenai wajah Allen. Menghancurkan mental para perampok.

Di saat Allen membantai para perampok, Yumi dan Rina melihat sebuah kantung berisi ratusan koin. Mereka menduga itu adalah hasil jarahan yang didapat tiap orang yang melintas. Keduanya memutuskan untuk mengambilnya kantung berisikan koin tersebut. Tetapi perampok kepala plontos mencengkram lengan Yumi. Lalu dia mengacungkan ujung pisau ke leher gadis ponytail. Keluarlah tetesan darah dari lehernya.

"Jangan bergerak!" nyengir perampok kepala plontos, tanpa ada rasa dosa sama sekali.

"Yumi!"

"Ricchan!"

"Sialan!" umpat Rina berusaha menghentikan aksi perampok plontos.

Hiro dan Rina bersiap untuk menggunakan sihir miliknya. Tetapi salah satu penyihir bersama perampok menodongkan tongkatnya pada mereka berdua. Kemudian, ujung tongkatnya diarahkan pada Allen.

"Kalau kalian bergerak, gadis ini akan kuhabisi!" kata perampok berkepala plontos terkekeh.

Allen mengumpatnya dalam hati. Akhirnya, dia menurunkan senjata ke tanah. Tidak akan bergerak secara sembarangan. Dia sadar bahwa nantinya penyihir itu menaruh mantra sihir padanya. Allen nampaknya memasang wajah kesal.

Keringat dingin membasahi wajah Rina. Dia berencana menolong sahabatnya. Akan tetapi, kejadian tidak terduga begitu cepat sekali. Perampok itu dengan panik, menyayat leher Yumi Kedua bola matanya terbelalak disertai tubuhnya ambruk di tanah. Darah mengalir di sekujur tubuhnya. Rina mundur beberapa langkah, mulutnya menganga. Kemudian, dia berteriak histeris.

"Yumi!"

Namun Yumi tidak merespon sama sekali. Kepalan kedua tangannya digenggam keras. Melotot tajam hingga ubun-ubunnya mengeras. Ekspresi dari kedua mata Rina memancarkan amarah dan kebencian terhadap para perampok yang telah membunuh sahabatnya.

"Kalian! Tidak akan kumaafkan!" hardik Rina.

Rina merapalkan mantra. Ratusan rune sihir berbentuk lingkaran kecil berada di atas kepalanya. Para perampok yang mendongak ke atas merasakan ketakutan. Tanah bergetar, api yang membara. Sangat besar, hingga mengganggu keseimbangan alam di sekitarnya. Burung-burung mulai beterbangan, menjauh dari sihir milik Rina.

"K-kekuatan apa itu?" kata perampok berkepala plontos ketakutan.

"Hentikan. Kami tidak mau mati!"

"Ampuni kami!" jerit para perampok secara bersamaan.

"Brengsek ya kalian! Kalian sudah merampok orang tidak bersalah. Terus membunuh sahabatku. Lalu, baru sekarang mau minta ampunan dariku? Katakan kepadaku kenapa kalian membunuh Yumi? Jawab!" hardik Rina disertai perubahan pupil mata warna merah. "aku tidak akan pernah memaafkan kalian semua!"

Allen dan Hiro berusaha menghentikan gadis itu. Keduanya mendekati gadis berambut panjang sekuat tenaga. Sayangnya, anginnya terlalu kencang untuk dihentikan. Sulit untuk mencapai Rina yang sedang mengamuk.

"Hentikan!" jerit Hiro.

"Percuma saja, Hiro. Dia kini sulit dihentikan, karena sihirnya lepas kendali. Kalau begini caranya, dia akan membunuh kita semua!" jelas Allen.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Hiro bernada tinggi.

Allen tidak memiliki banyak waktu untuk berpikir. Dia mengambil langkah tegas. Yaitu menembak ke bagian jantung Rina. Ketika menarik pelatuknya, Yumi memegang ujung pistol. Dengan senyum lebarnya, dia menurunkan pistol desert eagle milik Allen. Pria tua itu terkejut dengan Yumi yang muncul secara tiba-tiba. Anehnya, tidak ada bekas gorokan leher oleh perampok berkepala plontos.

"Yumi. Kau—"

"Tidak perlu terkejut begitu, Allen-san. Tenang saja. Biar aku saja yang menghentikan Ricchan," ujar Yumi masih memasang wajah tersenyum. "nanti saja penjelasannya. Sekarang, kita harus selamatkan dia."

"Kalau begitu cepatlah," ujar Allen.

Yumi menerjang ratusan rune sihir lingkaran milik Rina. Rune dia membidik ke arah Yumi. Menghindarinya secara refleks dan berlari kencang. Menjauhkannya dari para perampok. Gadis berambut ponytail menggerakkan badan ke samping kiri maupun kanan. Rina nampaknya tidak menyadari kehadiran Yumi dari sisi sebelah kanan. Para perampok dipukul di bagian lehernya satu persatu. Sampai pada Rina, Yumi langsung memeluknya. Pelukan erat memancarkan kehangatan. Tetesan air mata membasahi kedua pipi Rina.

"Y-Yumi?" ucap Rina terkejut.

"Terkejut kah? Maaf ya membuatmu khawatir," bisiknya ke telinga Rina.

Seketika rune sihir lingkaran mulai menghilang. Angin yang bertiup, nyaris merobohkan sebuah pohon. Kedua kakiAllen dan Hiro mulai lemas. Saking leganya sampai keduanya tidak dapat berdiri lagi.

"Akhirnya berhenti juga. Benar-benar lega," keluh Hiro.

"Ada apa dengan kalian berdua?" tanya Rina menunjukkan ekspresi kebingungan.

"Kau ini tidak menyadari perbuatanmu barusan?" gerutu Hiro.

Rina memalingkan wajahnya. Dia tidak memedulikan ucapan yang dilontarkan dari Hiro. Membalasnya dengan memeluk Yumi lebih erat. Suasana kembali hening. Allen menduga, kunci untuk menghentikan Rina adalah persahabatan yang sudah terjalin lama. Sampai Allen merasa iri melihat hubungan di antara mereka.

"Tidak kusangka persahabatan mereka begitu dalam," puji Allen.

"Ya. Umumnya, sahabat kebanyakan saling menikam satu sama lain jika urusan asmara atau berkaitan dengan uang."

"Memangnya di Jepang seperti itu?"

"Kadang-kadang sih, karena rata-rata mereka bersahabat cuma ada maunya doang. Seperti kataku barusan," tutur Hiro mengangkat kedua bahunya.

Hiro berkaca pada pengalaman masa lalunya. Kebanyakan teman sekarang sudah berubah seiring berjalannya waktu. Bahkan nyaris tidak mengenal satu sama sekali karena mengambil jalan yang berbeda. Akhirnya, hubungan yang terjalin sudah sejak lama kandas. Akan tetapi, pemikiran Hiro ternyata salah. Terlihat Yumi maupun Rina berurai air mata. Menangis terisak-isak disertai pelukan erat. Setelah merasa lebih baik, keduanya melepas pelukan dan Rina mencengkram kedua lengan Yumi.

"Yumi, tolong beritahu kami. Bagaimana kau bisa bangkit kembali? Apakah Dewa memberikanmu sebuah sihir kebangkitan?"

"Aku tidak tahu. Tapi [Resurrection Spell] milikku mulai aktif secara tidak langsung," jawab Yumi.

Allen terkejut mendengarnya. [Resurrection Spell] merupakan sihir berkemampuan khusus yang baru pertama kali mengetahuinya. Rina maupun Allen saling memandang. Kemampuan milik gadis berambut ponytail sangat berguna apabila dalam keadaan terdesak.

"Lalu, efek sampingnya apa? Tidak mungkin kau menggunakan ability itu tanpa mengetahui efek sampingnya?" tanya Allen.

"Betul yang dikatakan Pak Tua! Aku penasaran," kata Hiro mengiyakan ucapannya.

Yumi mengiyakan permintaan mereka bertiga. Jemari-jemarinya memperlebar sebuah kolom. Menekan hologram beserta memperlihatkan status miliknya.

Nama: Yumi Hitomachi

Umur: 17 Tahun

Ras: Otherworlder

Level: 1

Ability: [Resurrection Spell] 1x per day [Healing Magic] [Holy Spell]

Skill: [Monk's Aura] [Speed Boost]

Rina, Hiro dan Allen membuka mulutnya. Ketiganya saling mengangguk. Yumi memiringkan kepala, tidak mengerti apa maksud reaksi dari mereka.

"Sepertinya tulisan [Resurrection Spell] muncul, itu artinya hanya bisa dipakai satu kali penggunaan. Tebakanku, kemampuanmu hanya bisa digunakan satu kali sehari. Itu pun hanya berlaku untukmu saja," tebak Allen. "jujur saja, kemampuanmu cukup menarik. Meski kita berempat sangatlah kuat secara status, tapi kalau tidak dilatih dari sekarang maka tidak ada artinya."

"Dengan kata lain … semakin kita terus berlatih, maka ability maupun skill pada status kita akan terus bertambah dan kuat. Kemudian, penggunaan kapasitas sihir kita meningkat, 'bukan?" tanya Rina.

Allen mengiyakan pertanyaan dari Rina. Tetapi ada sesuatu yang mengganggunya. Jika ke depannya, jumlah skill lebih banyak dibandingkan dengan kapasitas energi sihir tiap orang, lantas apakah akan mendapatkan hasil yang sepadan. Yaitu mengalahkan sosok yang lebih kuat dari manusia biasa? Jawaban itu masih dicari oleh Allen sampai saat ini. Tetapi untuk sekarang, pria tua berambut putih berniat mencari informasi supaya beradaptasi dengan dunia ini.

Sementara itu, Yumi melihat beberapa perampok mulai tidak berkutik. Beberapa dari mereka terlihat kesakitan pada bagian pinggang, punggung, kaki atau tangan. Kemudian, dia berjongkok sambil menatap para perampok.

"S-s-sialan … kenapa kau bisa hidup?" ucap salah satu perampok terbata-bata.

"Ingin tahu? Nih, kuberikan pukulan dariku."

Pukulan Yumi dilancarkan ke perutnya berkali-kali. Perampok itu mengalami mual yang hebat. Hingga tubuhnya tidak sadarkan diri di tanah. Tatapan kedua mata Yumi memancarkan emas berkilauan dengan senyuman iblis. Para perampok yang baru siuman, mulai berkeringat dingin melihat sosok iblis di dalam tubuh Yumi. Allen dan Hiro saling mengangguk. Mereka berdua menghadang para perampok.

"Beritahu kami. Di mana kota paling dekat? Jika kalian memandu ke jalan yang salah. Siap siap saja, dasar brengsek!" kata Hiro melakukan peregangan terhadap jemari-jemarinya. Anggukan kepala dari Allen, menyetujui perkataannya.

"S-s-sial!"

"Bos! Bagaimana ini? Kita salah mangsa nih!" jerit perampok ketakutan.

"Aku tidak peduli. Bunuh mereka berempat!" ucap ketua perampok mengenakan bandana merah.

Namun, perkataan dari ketua perampok tidak diindahkan oleh mereka. Anak buahnya memilih kabur dan lari ketakutan. Allen tidak akan membiarkan mereka kabur. Dia menembak di bagian kaki masing-masing. Teriakan secara bergiliran, membuat gendang telinga Allen sakit. Hiro tidak perlu menggunakan pedang untuk hadapi mereka. Sebuah pukulan dilancarkan ke bagian punggung salah satu perampok. Teriakan disertai tubuhnya ambruk ke tanah. Helaan napas keluar dari mulut Hiro. Saat dia selesai menghajarnya, sebuah pedang ada di punggungnya. Berjenis pedang besar atau disebut Greatsword. Jadi dia mendapatkan jenis pedang itu ya? Pikir Allen dalam hati.

"Luar biasa, Hiro-san! Apa pedangmu itu dapat berganti wujud?" sebuah pertanyaan meluncur dari Yumi.

"Entahlah. Pedang ini tiba-tiba berubah dengan sendirinya. Mungkin karena butuh penyesuaian kali ya? Satu hal yang pasti, nama pedang ini dinamakan Grandark," jawab Hiro sekenanya.

"Grandark, ya?" gumam Allen.

Di lain pihak, Rina menggunakan sihir dari [Book of Creator]. Muncullah buku berukuran notebook di depan mata. Bentuk sampulnya warna coklat, terdapat tulisan aneh dan memiliki penanda bacaan berwarna oranye. Puluhan halaman dibuka, dia merapalkan mantra untuk pemanggilan monster.

"[Summon]! Rabbit Horn!" teriak menggema dari mulut Rina.

Rune sihir lingkaran berukuran sedang di depan mata Rina. Muncullah seekor kelinci bertanduk. Bersiap untuk menerjang perampok yang kabur. Tepat menancapkan sebuah tanduk ke bagian pantat mereka. Semakin lama, jumlah Rabbit Horn semakin banyak. Satu persatu, para perampok tidak mampu berdiri. Teriakan kesakitan disertai jeritan minta tolong.

"Ada pesan terakhir yang ingin disampaikan!" nyengirnya disertai tatapan iblis menyertai para perampok.

"T-t-tunggu kami akan berikan apapun! Tolong jangan sakiti kami!" jerit para perampok yang tersisa.

"Betul. Ini semua karena Bos yang menyuruh kami untuk membunuh kalian berempat!"

"Dasar kalian pengkhianat!" hardik Ketua perampok tidak menyangka beberapa anak buahnya berkhianat di depannya.

"Persetan dengan perkataan kalian. Terima ini!" bentak gadis berambut panjang, sebuah pukulan mendaratkan pada perampok.

Namun, Allen menghentikan aksi Rina. Kedua orang itu saling menatap tajam. Allen tahu tindakan selanjutnya.

"Lepaskan aku. Mereka hampir membunuh Yumi di depan mataku!"

"Tenangkan dirimu, Rina. Kita dapat manfaatkan mereka. Bawa saja mereka dan melaporkan pada pihak berwenang. Apa salahnya kita mendapatkan sebuah imbalan bukan?" tunjuk Allen mengarah ke beberapa perampok yang tewas.

"Apa kau gila, Allen? Dunia ini tidak ada polisi kecuali penjaga atau ksatria. Lagipula, nyawa perampok ini tidak setara dengan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang tidak bersalah! Mereka itu tidak pantas hidup! Sebaiknya kita membunuh di tempat, Allen. Benar begitu, Yumi?" sanggah Rina menoleh ke wajah Yumi.

Namun, Yumi menggelengkan kepalanya. Dia tahu, membunuh mereka tidak akan menyelesaikan apapun kecuali menambah masalah. Jika memang membunuh mereka, setidaknya ada alasan di balik tindakan Rina. Tiba-tiba, Hiro mengangkat tangan kanan, memiliki sebuah ide cemerlang.

"Bagaimana kalau kita membawanya ke Guild? Aku pernah main game online sebelumnya. Apabila perampok ini memang meresahkan warga dan memiliki reputasi buruk, lebih baik bawa mereka ke sana. Siapa tahu, kita bisa mendapatkan uang di sana tanpa susah payah. Ditambah lagi, kita bisa mendaftarkan diri sebagai petualang di Guild sekaligus bonus uang hasil jarahan dari perampok. 3 burung sekali tangkap bukan?"

Setelah merenungi perkataan dari ucapan pemuda berambut coklat, Rina menghela napas. Gadis berambut panjang sadar terlalu dini membunuh para perampok tanpa mengetahui dunia yang mereka tinggali. Itu akan memperumit masalah ke depannya.

"Boleh juga usulanmu, Hiro-san. Allen-san, bagaimana denganmu?" sahut Yumi.

"Kurasa tidak buruk juga. Lagipula, informasi adalah harga mutlak jika ingin bertahan hidup," ucap Allen mengangkat kedua bahunya.

"Pak tua, kau ini membodohiku ya?" gerutu Hiro.

"Tidak juga. Aku terkejut bahwa otak encermu bisa jalan."

"Sialan ka—"

"Tenanglah kalian berdua. Terutama Allen-san. Jangan memperuncing masalah yang tidak perlu," gerutu Yumi menengahi kedua pihak.

Allen menyunggingkan senyum sinis ke arah Hiro. Ekspresi pemuda berambut coklat merengut. Tetapi yang dikatakan oleh Hiro ada benarnya. Alasan pertama menyetujui usulan ini, ialah minimnya informasi. Seperti usulan yang dilontarkan oleh Hiro. Ditambah, mereka berempat buta arah. Jadi, memanfaatkan situasi dengan cara menangkap para perampok itu merupakan keputusan yang tepat.

"Baiklah kalau sudah sepakat. Rina, kita bawa mereka ke Guild," ucap Allen.

"Terserahmu saja, Allen-san. Aku sih ikut-ikut saja selama Yumi berkata demikian," ucap Rina pasrah mendengar perkataan Allen.

Akhirnya, mereka berempat sepakat menuju ke kota yang ada Guild-nya. Para perampok hanya bisa tertunduk lesu. Pasrah dengan nasib yang menimpa mereka ke depan.

avataravatar
Next chapter