6 Chapter 06. God's Council [Revised]

Allen dan Rina masuk ke dalam sebuah ruangan. Masing-masing dari mereka memasuki ke sebuah kotak berisikan satu buah kursi dan meja. Terdapat pagar terbuat dari kayu berelemen sihir. Memastikan mereka berdua tidak akan bisa keluar kecuali perintah dari pihak audiens maupun petinggi. Lebih tepatnya tempat yang mereka berdua masuki berupa ruangan khusus persidangan Para Dewa. Terdiri dari ratusan kursi melingkar. Menampakkan sebuah layar tembus pandang. Mengawasi setiap aktivitas manusia di bumi. Milyaran bumi telah direkam dalam bentuk tidak kasat mata. Memperlihatkan aktivitas peristiwa alam, pembunuhan, politik dan lain-lain. Beberapa penjaga bersayap putih sedang mencatat kebaikan dan keburukan pada tiap individu di bumi. Rupa mereka terselimuti aura menakutkan beserta penutup wajah. Supaya tidak ada satu orang yang mengenalinya. Sekilas, hanya sebuah coretan misterius yang konon hanya bisa dibaca oleh Para Dewa tertinggi.

Rina dan Allen duduk di kursi. Mengamati para audiens. Gadis berambut panjang melirik seorang laki-laki berambut coklat. Ditataplah oleh Rina padanya. Termasuk Allen sekalipun. Sebuah nama terpampang di atas kepala pemuda berambut coklat. Keduanya mengerutkan kening.

"Hiro Sakaki?" tanya Rina memiringkan kepala.

"Ya. Itu betul. Kalian sendiri?"

"Haruskah aku bertanya demikian kepadamu!" gerutu Rina.

"Bisakah kalian berdua diam? Mereka ingin berbicara pada kita."

"Maafkan kami," jawab Rina dan Hiro secara serempak.

Allen menoleh pada para Dewa yang melototinya tanpa henti. Disusul keduanya. Membawa palu sihir yang mengalirkan listrik pada benda tersebut. Langit di ruangan mulai berubah. Menampakkan ratusan ribu bintang bersinar beserta dua sinar rembulan. Yang pertama berwarna putih sementerang cahaya. Sedangkan satunya berwarna biru laut dengan penuh ketenangan. Kemudian, Dewa itu berdiri tegap. Menyambut kedatangan ketiga orang yang baru saja mengalami peristiwa itu.

"Sekarang, kita mulai sidang hari ini. Pada kesempatan kali ini, mengenai nasib para manusia yang baru saja mengalami kematian. Khususnya untuk Hiro Sakaki, Rina Shirasaki dan Allen McCarthy."

Kematian katamu bilang, gumam Rina dalam hati. Gadis berambut panjang terkejut bukan kepalang lantaran dirinya dan Yumi menjadi korban dari sihir pemanggilan dari mereka. Tetapi, ucapannya pasti tidaklah berarti. Bibirnya berdecak kesal mendengarnya. Dia teringat dengan perkataan Allen.

"Saran dariku. Sebaiknya pikirkan dirimu sendiri dulu. Baru orang lain," saran pria tua berambut putih.

Kuharap aku tidak melakukan kesalahan, gumamnya dalam hati. Memutuskan untuk mendengarkan penjelasan darinya sebelum menanyakan kondisi Yumi.

~o0o~

Suara ketuk palu dipukul sejumlah tiga kali. Menandakan sidang akan segera dimulai. Suara ketukan palu membisukan suasana yang sebelumnya ramai dalam perbincangan. Salah satu pemandu berwajah bulat dan memiliki bintik jerawat pada pipinya, berdiri tegap menunggu perintah dari Dewa yang naik di atas mimbar. Kemudian, disodorkan kertas gulungan putih. Dari ratusan ribu, yang terpilih adalah Ketiga orang yang berada dalam pengadilan. Hiro Sakaki, Rina Shirasaki dan Allen McCarthy. Ketiganya merupakan manusia yang dipanggil oleh Dewa dari berbagai macam musibah. Hiro mengalami kecelakaan bus, Rina pemanggilan sihir, sedangkan pesawat yang ditumpangi Allen telah hancur.

Para Dewa duduk mengelilingi ruangan, dengan jumlah mencapai ribuan orang. Mereka menatap tajam Hiro, Rina dan Allen. Ketiga orang yang terkena sihir oleh Dewa. Dari pojok sebelah kiri, sosok seorang wanita mengenakan selendang berwarna merah. Duduk dengan posisi kedua kaki ditekuk dari paha kanan. Melirik seorang pemuda berambut hitam, membawa pedang di pinggang sebelah kiri. Senyuman bibir mendongak pada wajahnya. Tetapi, dia berbalik dan mengisyaratkan sesuatu pada Dewi. Senyuman tipis memancarkan aura kemisteriusannya. Membuat Dewi berpaling sejenak dari sidang yang membosankan. Sesaat dia pergi, suara deham dari Dewa telah membuyarkan pemikiran yang kotor.

Kursi panjang di dalam ruangan ditaruh tiap barisan. Jumlahnya sekitar 20 buah kursi. Ditambah ada sandaran punggung. Semua orang mengenakan pakaian serba putih dan sandal terbuat dari kulit binatang. Tidak ada dinding dan beratap tiang marmer putih. Mereka bertiga berdiri di atas mimbar. Mendongak ke salah satu Dewa yang terlihat seperti sosok pengadil.

"Rina Shirasaki … Hiro Sakaki … Allen McCarthy … Selamat datang di God Council. Kalian bertiga adalah orang-orang terpilih dari ratusan ribu jiwa yang diseleksi oleh kami. Kuucapkan selamat kepada kalian, karena mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup kembali!" sahut Dewa berjanggut panjang.

"Hidup kembali katamu bilang? Tapi kalian sendiri memanggilku beserta Yumi di sini!" bentak Rina tidak sabaran.

Namun, perkataan Rina tidak digubris olehnya. Para jajaran Dewa bertepuk tangan. Suasana gemuruh disertai sorotan cahaya menyinari mereka bertiga. Hiro, Rina dan Allen menutup mata mereka. Tetapi tetap saja ekspresi Rina menunjukkan wajah jengkel. Kedua bola matanya menoleh ke atas. Membuang napas lantaran ucapannya tidak dihiraukan. Bagi Allen dan Hiro, peristiwa ini tidak dipungkiri merupakan pengalaman yang berharga. Di mana nantinya akan rubah nasib mereka ke depan. Ekspresi yang terpancar dari Hiro maupun Allen datar. Tidak mengerti kenapa Rina masih memikirkan orang lain ketimbang diri sendiri.

"Oi, kalau kau pernah mendengar arti dari reinkarnasi tidak?" bisik Hiro pada Rina.

"Aku tahu reinkarnasi itu artinya, bodoh! Tapi aku bersumpah. Yumi dan aku tidak mengalami mati. Kami berdua sebenarya masih hidup. H-I-D-U-P. Paham?"

"Baik baik," jawab Hiro mengibaskan tangan.

Allen masih bisa memahami situasi yang ada. Telapak tangan Hiro dicubitnya, memastikan dirinya mengalami reinkarnasi dan tidak akan kembali ke dunia sebelumnya. Dewa yang duduk di atas mimbar memahami kebingungan dari perkataan beliau.

Di satu sisi, Hiro merasa lega karena tidak harus dihidupkan kembali ke dunia lamanya. Dia pernah membaca atau menonton bertemakan isekai atau dunia lain. Bahkan alurnya pun tidak begitu asing. Seingatnya, tokoh utama itu akan pasti mengalami kebosanan selama masa hidup yang penuh damai dan tentram. Kemudian, tokoh utama itu nantinya akan ditabrak, ditusuk, atau terkena kecelakaan dalam melakukan aktivitas. Kemudian, tokoh utama akan mendapatkan kekuatan oleh Dewa supaya diberikan kesempatan kedua untuk hidup di dunia yang baru. Ada juga menggunakan sihir pemanggilan. Seperti yang dikatakan Rina barusan. Tetapi, kecil kemungkinan gadis bernama Yumi termasuk salah satunya. Aksi mereka diperhatikan oleh para Dewa yang terus menatap wajahnya.

Dewa yang duduk di atas mimbar berdeham. Membetulkan pita suara supaya terdengar menggema. "kuberikan kesempatan kedua untuk dibangkitkan kembali ke dunia lain. Akan tetapi, untuk Rina sendiri ada pengecualian. Kemungkinan kau bisa kembali ke dunia sebelumnya, asalkan kau harus berada di dunia lain bersama mereka."

"Bolehkah saya bertanya terlebih dahulu?" sela Hiro.

"Silakan," tutur Dewa meninggikan suaranya.

Suara menggelegar membuat mereka bertiga bergidik. Seantero sidang di sana pada diam. Bahkan suasana berubah menjadi mencekam dan gelap. Rina merinding melihat pemandangan ini. Fokus pada lanjutkan sidang.

"Kenapa hanya Rina saja yang dipanggil kemari? Bukankah kami berdua sudah cukup untuk tidak kembali ke dunia sebelumnya? Harusnya sahabat Rina juga ikut dipanggil dong," kata Hiro melayangkan protes.

Pertanyaan Hiro barusan masuk akal. Seingatnya dia, orang yang mengalami reinkarnasi tersebut tidak akan mengingat dunia sebelumnya atau ingatannya terhapus. Tetapi dalam kasus ini, Hiro masih ingat betul ketika dirinya ditabrak kendaraan saat menyelamatkan anak kecil beserta seekor kucing. Apalagi ingatan tentang dia yang terkena tabrakan masih terus membekas hingga saat ini. Sama halnya dengan Allen, di mana pria tua berambut putih mengalami kecelakaan pesawat terbang saat lepas landas. Kini dia bertanya-tanya, apakah berita kecelakaan pesawat sampai pada dunia. Belum lagi reaksi istri Allen dan anak-anaknya mengetahui dirinya sudah tiada. Anehnya, reaksi pria tua berambut putih tidak menampakkan ekspresif yang begitu mencolok. Kedua telapak tangan begitu tenang dan hembusan napasnya sangat teratur. Lalu, Allen mulai bersuara.

"Perkataan dia ada benarnya. Saya rasa sistem pemanggilan di sini tidak berjalan sukses ya? Apa dugaan saya benar? Saya ingat betul sifat beserta wajah istri saya Vivian. Termasuk anak dan cucu saya dengan baik. Apabila Rina meninggal dunia, jiwanya tidak akan kembali ke dunia sebelumnya? Benar begitu?"

Pernyataan Allen barusan membuat Dewa menyunggingkan senyum misterius. Sepertinya para audiens ingin mengetes kemampuan analisaku, pikir Allen dalam hati. Dewa lainnya sedang berbisik-bisik. Suara bisikan dari para dewa, tidak begitu jelas kalimat per kalimat. Tidak menyangka ada manusia yang pandai menebak langkah dari keputusan para Dewa. Seharusnya, Rina harusnya dipulangkan kembali ke dunia asal karena terkena sihir pemanggilan. Bukan dirinya dan Hiro saja yang tidak bisa pulang. Tetapi juga Rina maupun sahabat dia tidak dapat menghubungi keluarganya.

"Aku tidak bisa mengatakan kepadamu karena itu rahasia kami. Tapi anggap saja asumsimu itu sudah tepat. Bagaimana? Apa itu memuaskanmu, Allen McCarthy?"

"Ya sudah. Itu lebih dari cukup," lanjut Allen.

Rina menoleh pada Allen melalui memicingkan kedua matanya. Gadis berambut panjang nampaknya merasa bersalah karena telah merepotkan pria tua berambut putih. Terpancar jelas dari wajahnya yang terlihat sedih. Kepalan kedua tangan dicengkram keras hingga otot dan saraf turut menegang. Di sisi lain, Dewa yang duduk di atas mimbar memberikan isyarat. Untuk memberikan waktu mengenai keputusan selanjutnya. Di saat mengadakan pertemuan mendadak, Allen, Rina dan Hiro saling berbincang meski tidak saling bersentuhan lantaran jarak yang terpisah.

"Kalian berdua, makasih atas pembelaan untukku. Tapi aku hanya ingin bersama Yumi pulang ke dunia asal kami. Tanpa dia, aku tidak bisa bertatap wajah dengan keluarganya," akui Rina menundukkan kepala.

"Itu bukan apa-apa kok. Santai saja, Rina."

Di sisi lain, Hiro menatap para Dewa datar dan dingin. Pemuda berambut coklat tidak mau menjadi pion Dewa jika tahu begini kondisinya. Tetapi dirinya tidak memiliki pilihan kecuali menetap di sana. Lalu menoleh ke wajahnya.

"Allen McCarthy-san … itu namamu, kan? Kalau boleh, aku tidak mau kembali ke dunia lama. Menurutku, dunia yang akan kutempati masih jauh lebih baik dibandingkan di Jepang. Jadi tidak sabar ke sana. Bagaimana, Pak tua?"

"Begitu ya? Panggil saja aku Allen. Kalau memanggilku dengan sebutan Pak tua, rasanya aku kurang nyaman jika paling tua sendirian di antara kalian."

"Sebaiknya kalian berdua pergi saja tanpa diriku. Tidak ada gunanya aku berada di samping kalian jika tidak ada Yumi," lirih Rina berusaha tampak tegar di depannya.

Kedua tangannya mengatup rapat-rapat. Sementara itu, pembicaraan para Dewa telah berakhir. Dewa itu kembali duduk beserta memperbesar ukuran tubuhnya. Tidak ketinggalan, membawa tombak emas menjulang tinggi. Memulai berbicara.

"Kami telah memutuskan. Bahwa kalian bertiga berhak mendapatkan kesempatan kedua untuk menjalani kehidupan di dunia lain. Bagaimana?" cetus Dewa Keadilan.

"Lalu bagaimana dengan Yumi? Aku tidak perlu apapun asalkan ada sahabatku kemari. Bolehkah?"

"Tentu saja. Berarti hanya Allen dan Hiro saja yang berhak memilih. Sedangkan kau di sini sambil menunggu proses kebangkitan gadis bernama Yumi Hitomachi," kata Dewa yang duduk di atas mimbar.

Rina mengangguk pelan. Gadis berambut panjang semula agak ragu, karena dia bisa ambil keputusan selama ada Yumi di sekitarnya.. Saat melihat Hiro dan Allen tidak bisa kembali ke dunia sebelumnya, gadis berambut panjang mengangguk pelan. Diikuti para Dewa lainnya. Allen menghela napas pasrah lantaran tidak bisa menghubungi keluarga tercinta. Terutama Vivian. Setidaknya, dia ingin mengucapkan perpisahan untuk dia dan keluarga yang tinggal di Inggris maupun Monacco. Sedangkan Hiro diam membisu.

"Hiro-san, sebaiknya kita turuti saja permainan kali ini," tutur Rina.

"Tapi—" ucapan Hiro disela oleh Allen. Dia menekan keras kedua pundaknya.

"Tenang saja, kau tidaklah sendiri. Ada Rina-san dan diriku. Jadi kau tidak perlu berpikir sendirian," Bisik Allen ke telinga Hiro disertai senyuman misterius.

"Jangan lupakan Yumi, Allen!" sembur Rina.

Hiro tersenyum tipis. Pertengkaran Allen dan Rina membuat dirinya rileks sejenak. Dia memang membutuhkan teman yang bisa diajak diskusi. Tentu Allen dan Rina merupakan teman pertamanya. Oleh sebab itulah, dirinya lega bisa bertemu mereka.

"Baiklah. Aku mengerti," ucapnya menadahkan tangan kanan.

Diikuti Rina dan Allen, keduanya sepakat dalam satu hal. Menikmati kesempatan kedua sebaik-baiknya. Serta membantu Rina untuk kembali ke dunia asal meski sekedar opsi. Semua pilihan tergantung keputusan gadis itu sendiri.

"Baguslah kalau begitu. Aku umumkan—" belum selesai Dewa Keadilan berbicara, Allen interupsi.

"Tunggu sebentar. Bagaimana dengan persiapan kami sebelum ke sana? Seperti senjata atau semacamnya?" usul Allen.

Tentu saja perkataan Allen membuat jajaran Dewa terkejut. Hiro dan Rina mengerti dengan pernyataannya. Tanpa ada persiapan, maka hasilnya tidak ada. Oleh sebab itulah, Allen berkata demikian. Para jajaran Dewa saling berbisik. Lalu mengisyaratkan 'Ok!' kepada Dewa Keadilan berupa mengacungkan jempol.

"Kau benar. Kami tidak pernah mempertimbangkan sebelumnya," katanya.

Dewa menadahkan kedua tangannya. Rune sihir berada di atas kepala masing-masing. Butiran-butiran cahaya mengenai kepala Hiro, menandakan dirinya menerima kekuatan pemberian Dewa. Selanjutnya Allen. Sama seperti yang dialami Hiro. Ditambah tiupan angin berhembus kencang meski mereka berada di sebuah ruangan. Pintu yang ada di belakang kurungan telah terbuka. Hiro dan Allen keluar sambil meregangkan anggota geraknya. Berjalan menuju sebuah pintu yang melayang. Pintu tersebut telah terbuka. Betapa terkejutnya tempat ini terdapat milyaran senjata yang terbuat dari Dewa. Lebih tepatnya disebut tempat penyimpanan atau gudang senjata para Dewa.

Terlihat berdiri kokoh rak berukuran raksasa, menjulang ke atas. Hiro dan Allen terkesima dengan senjata dan baju zirah yang tersusun rapi. Meski demikian, pilihannya dalam bentuk album. Setelah itu, mereka berdua bisa memilih ratusan juta gambar yang ada di sana. Ada berbagai macam senjata dan armor buatan Dewa. Terlihat banyak sekali pilihan yang ada di depan mata. Terutama Hiro dan Allen. Sedangkan Rina dilarang memasuki ruangan ini, karena yang dia pilih adalah sahabatnya. Otomatis, kekuatan miliknya akan diberikan secara acak.

"Silakan kalian pilih-pilih senjata yang kalian gunakan. Dan jangan lupa cek status bila sudah selesai. Aku sudah melakukan perubahan status secara drastis pada tubuh kalian. Dengan kata lain, kalian bukanlah disebut manusia lagi. Tapi setingkat dari situ. Ingat itu baik-baik," ucap Dewa menggema.

Mereka kedua paham perkataan ucapan Dewa. Hiro maupun Allen berpencar. Mengelilingi senjata di depan matanya. Ada tombak, pedang, kapal, pistol dan lain-lain. Belum lagi smartphone, tab dan lain-lain. Dia menekan tombol pedang. Rak tersebut menyingkirkan semua pilihan. Sedangkan Allen memilih pistol. Tidak lupa juga, Hiro mengecek status miliknya.

Nama: Hiro Sakaki

Umur: 17 Tahun

Ras: Otherworlder

Level: 1

Ability: [Sword Master] [Water Elementalist] [Wind Elementalist] [Earth Elementalist] [Fire Elementalist] [Dark Elementalis] [Light Elementalist]

Skill: [???]

"Apakah aku harus menciptakan sendiri skill-nya? Tapi jika itu benar, maka akan lebih merepotkan nantinya," gumamnya.

Namun Hiro merasa status yang diterima itu sudah cukup. Lalu dia mengintip skill milik Allen. Sekaligus membandingkan dengan dia.

Nama: Allen McCarthy

Umur: 63 tahun

Ras: Otherworlder

Level: 1

Ability: [Dual Gun] Wind Elementalist] [Earth Elementalist] [Fire Elementalist] [Dark Elementalis] [Light Elementalist]

Skill: [Age Resistance]

"Tunggu sebentar. Kenapa kok skill miliknya Age Resistance?" tanya Hiro terkejut.

"Age Resistance adalah skill untuk menekan kekuatan di usia renta. Meskipun dia berumur enam puluh tiga tahun, usianya tidak kalah dengan anak muda sepertimu."

Penjelasan dari salah satu Dewa membuat Hiro termanggut-manggut. Tidak menyangka status dia akan muncul dengan sendirinya.

"Kurasa … ada benarnya juga."

Hiro menghela napas. Jika di usianya dianggap sebagai kakek-kakek, maka yang ada hanyalah menghambat petulangan sebagai ras isekai atau tinggal di dunia lain. Tiba-tiba, Rina mengangkat tangannya. Terlihat sedikit gemetar. Jantung berdegup kencang. Berharap gadis berambut panjang itu tidak terkena kutukan oleh Para Dewa.

"Dewa … izinkan mengabulkan permintaan saya," ujar Rina.

Rina ketakutan saat bertutur kata. Keringat dingin membasahi pipinya. Dewa memasang wajah mengeras. Menatap tajam gadis berambut panjang.

"Katakan apa itu, Rina?" tanya Dewa.

"Apabila anda membangkitkan Yumi, saya ingin kami berdua menerima pemberian kekuatan secara acak," ungkapnya disertai nada terbata-bata.

Pernyataan Rina membuat kasak-kusuk keluar dari Dewa lainnya. Tentu saja, dia tidak ingin meninggalkan sahabatnya sendirian tanpa kekuatan apapun. Apalagi dunia yang mereka pijak sangat keras. Mendengar kata Rina, membuat Dewa tersenyum secara tiba-tiba.

"Baiklah … jika memang begitu permintaanmu. Sebagai Dewa yang mengirimmu kemari, akan kukabulkan keinginanmu!"

Suara ketukan palu sebanyak dua kali. Kilauan cahaya menyinari tubuh Rina. Tiupan angin berhembus kencang, meski mereka berada di sebuah ruangan pertemuan para Dewa. Rune magic di samping Rina bersinar terang. Beberapa helai bulu putih berjatuhan. Ketika menyentuh tanah, rune magic mulai aktif. Semakin lama, bentuknya semakin membesar. Pancaran kilat menghancurkan atap langit dalam aula. Situasi berubah menjadi tegang. Petir menyambar sangat dahsyat. Telinga Hiro dan Allen berdengung kencang. Kepulan asap mengelilingi aula sidang. Sosok seorang perempuan tidak asing di mata Rina. Rambut ponytail nampak terlebih dahulu. Mata coklat dan senyuman mengambang dari bibirnya. Pakaian seragam sekolah yang dipakai membuat tidak nyaman. Ditambah kedua bahu dipasang besi pelindung. Sampai pundak terasa nyeri. Para Dewa terhenyak dengan kemunculan sosok seorang gadis imut dan cantik. Salah satu Dewa jatuh hati kepadanya. Tetapi, dihentikan oleh Dewi di sampingnya.

"Sakit, tahu!"

"Jangan menggoda manusia fana, dasar playboy!" cibir salah satu Dewi kepada Dewa sampingnya.

Di sisi lain, Dewi berselendang warna merah dengan kain tipis, mengedipkan kedua matanya. Dia memperhatikan pemuda tampan itu sejak pertama kali masuk semenjak sidang berlangsung. Pose nakal terpampang dimulai dari jilatan lidah, membasahi bibir atas. Matanya penuh menggoda. Melirik kelengahan kedua laki-laki tersebut. Hal itu membuat pemuda bernama Hiro Sakaki itu tidak nyaman. Saat berada di aula God Council, dirinya tidak bisa melakukan intimidasi seperti dunia sebelumnya.

Berbeda dengan Allen McCarthy yang terpana dengan kemunculan Yumi Hitomachi. Tidak tergoda dengan kemolekan tubuh Dewi berselendang merah. Memperlihatkan kedua bukit mulus dan elok. Tetapi Allen mengabaikannya. Dewi berambut menggembungkan pipinya. Memasang wajah kesal. Pria tua berambut putih terpesona dengan proses kebangkitan yang dilakukan Dewa. Muncullah sosok gadis yang diharapkan oleh Rina. Teman sekaligus sahabat sejak kecil. Kedua mata Rina terbebalak kaget. Membuka mulutnya tidak percaya.

"Yumi … apakah itu kau? Benar itu kau, kan?" ulang Rina terperanjat kaget.

Wajah Yumi Hitomachi menyeringai gembira, disertai pose dua jari V. Berambut ponytail, dengan mata warna coklat. Uniknya, dia masih mengenakan seragam sekolah. Rok sepaha, menutupi seluruh pakaian dalam yang dikenakan. Berbeda dengan Rina yang menerima tanpa sehelai benang pun. Sebelum akhirnya mereka bertiga dipersilakan menutupi tubuhnya.

"Ricchan!"

"Yumi!"

Kedua insan sahabat tersebut saling memeluk erat. Air mata tidak mampu terbendung. Tangisan pun pecah. Kedua mata memerah karena tangisan tidak kunjung reda. Allen dan Hiro sedikit bernapas lega, Rina tidak akan sendirian lagi. Mereka berdua mengelus-elus tulang selangka kiri dan kanan.

"Dengan begini, kuakhiri pertemuan dengan para isekai. Ucapkan selamat tinggal terhadap dunia lama. Aku berharap banyak kepada kalian bertiga," Dewi menyuruh berempat untuk mengucapkan selamat tinggal melalui telepati.

Isi pesan telepati hanya sampai lima detik. Bagi Allen itu cukup. Ketika Dewa menawarkan kepada Hiro, dirinya menolak dengan alasan tidak memiliki kerabat lainnya. Sedangkan Yumi dan Rina mengucapkan salam perpisahan kepada keluarganya.

"Selamat tinggal, Vivian. Kuharap kau bahagia bersama anak-anak. Maaf tidak bisa memenuhi janji kita untuk bertemu," gumam Allen.

"Tto-san … Kaa-san … Maafkan kami ya. Aku dan Yumi sepakat untuk berpisah. Jagalah Saburo dan Jiro, anjing milik Rina," gumam Rina dan Yumi serempak.

Hiro sendiri menaruh kedua tangan di pinggang. Belum menentukan sikap perpisahan. Dirinya tidak memiliki ikatan kuat terhadap keluarga semacam Allen, Yumi dan Rina. Untuk saat ini, Hiro mengikuti arus saja. Berharap dunia yang mereka tempati lebih baik dari sebelumnya.

"Kuharap para Dewa tidak membuatku kecewa," gumam Hiro secara singkat.

Sebuah cahaya putih bersinar, mengganggu penglihatan mereka berempat. Hembusan angin semakin kencang dan meniupi rambut mereka. Dewi berselendang berwarna merah tersenyum miring. Melirik para Dewa yang senang.

"Semoga beruntung, para otherworlder!" ucapan terakhir menggema dan dahsyat.

avataravatar
Next chapter