14 14-Hukuman Yang Menyakitkan dan Kedatangan Seseorang

"lalu siapa gadis yang ada di video memalukan itu?! SIAPA?! JAWAB!!!"

PLAK

"Sakit Otou-san...hiks hiks." Leony tidak tahan menahan rasa sakit pada lengannya yang dipukul oleh ayahnya.

Keluarga Akira adalah keluarga yang menanamkan prinsip untuk menjaga kehormatan dan martabat. Tidak ada kata pacaran, tidak ada kata bermesraan, apalagi sampai ada hubungan terlarang di luar pernikahan. Hal seperti itu tidak bisa dimaafkan dan ditoleransi oleh keluarga Akira.

Walau di Jepang marak akan hal-hal yang berhubungan dengan prostitusi dan bisnis film dewasa, namun negara ini dari zaman dahulu sampai sekarang sebenarnya selalu menanamkan nilai norma yang baik. Menjaga kehormatan dan menghormati perempuan. Termasuk pada pendirian ayahnya Leony yang sangat menganggap tabu hubungan intim di luar nikah. Itu bertolak belakang sekali dengan peraturan yang sudah turun-temurun diwariskan di keluarganya.

"Kenapa kau melakukan itu hah?! apa kau tidak malu?! apa kau sudah tidak sayang dengan dirimu sendiri?! apa kau ingin mempermalukan keluarga kita hah?! JAWAB!!! DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!!"

PLAK

Sebuah tamparan dilayangkan lagi oleh ayahnya Leony. Gadis bersurai coklat itu tak sanggup berkata-kata lagi, ia hanya bisa berdiam diri dan menerima pukulan dari ayahnya.

"Okaa-san...." panggil Leony lirih. Wajahnya yang sudah berantakan penuh dengan air mata menatap memelas pada ibunya.

Ibunya Leony mengepalkan tangannya, beliau juga sangat kecewa dengan putri kesayangannya tersebut. Padahal jauh di dalam lubuk hati beliau, ingin sekali dirinya menolong putrinya itu, memeluknya dan mengobati seluruh luka dan memar yang ada pada tubuh putrinya tersebut.

Namun beliau menahan semua keinginannya itu. Beliau menahan itu untuk memberi hukuman pada Leony.

Hukuman yang seharusnya tidak diterima oleh Leony.

"Sakit...jangan...ampun Otou-san, hiks hiks Leony sudah tidak tahan hiks hiks dipukul lagi. Tubuh Leony sakit hiks hiks," ujar Leony meminta belas kasihan pada ayahnya. Namun bukannya dikasihani, ayahnya Leony tak peduli dan masih memukulnya.

Tubuh Leony melemah, tangan dan bibirnya bergetar, mata Leony yang sudah sembab itu terlihat sangat lelah, wajahnya yang sudah berantakan bercampur dengan air mata dan keringat dingin. Ia sudah tidak tahan lagi menerima hukuman itu.

Bruk

Leony tak sadarkan diri. Dia pingsan dengan tubuh yang penuh memar dan luka akibat hukuman dari ayahnya.

.

.

.

.

.

Kembali ke beberapa menit sebelumnya.

"Kenapa ini?" tanya Abare keheranan. "Moshi Moshi¹."

Tuut tuut tuut

Sambungan panggilan terputus. Abare bertanya-tanya dalam hati, siapa yang menelponnya tadi. Padahal baru saja ia mengangkat teleponnya tapi panggilan sudah diputuskan oleh si penelpon. Tapi Abare sempat mendengar sebentar suara orang yang menelponnya tadi.

'Mirip dengan suara mochi bodoh. Apa jangan-jangan dia yang menelpon tadi? tapi kenapa memakai telepon rumah? apa ponselnya rusak?' batin Abare. Ia masih menggenggam ponselnya dengan raut wajah penasaran.

Ia lalu mencoba menelpon balik nomor tersebut. Tapi tak ada jawaban. Ia menelpon berkali-kali dan hasilnya tetap sama.

"Aku harus pergi ke rumah mochi bodoh. Bisa jadi ia butuh bantuan---HMPHH HMPHH!!"

Abare jatuh pingsan, ia di bekap dengan bius penenang yang membuatnya tak sadarkan diri. Lalu oleh empat orang yang berpakaian serba hitam, ia langsung dibawa masuk ke sebuah mobil Van yang dengan cepat melesat meninggalkan tempat tersebut.

Kembali ke kediaman Akira. Leony masih terbaring lemah di kasurnya, matanya terbuka perlahan.

"Ughh." Leony memegang kepalanya yang terasa sakit. Ia mencoba bangkit dari kasurnya namun tertahan akibat rasa sakit di sekujur tubuhnya. "Hiks hiks."

Mengingat perlakuan kasar dari orang tuanya tadi membuat Leony menangis. Selama ini ia tidak pernah dipukul sekeras tadi, dirinya memang pernah dihukum namun tidak sampai tubuhnya dipenuhi memar dan luka seperti ini.

Tapi ia masih diobati, ia masih dibopong ke kamarnya dan dibiarkan beristirahat di rumah ini.

Leony menyadari itu, dan ia tahu sebenarnya orang tuanya sangat menyayangi dirinya. Namun mereka kecewa, mereka sakit hati karena mendapati hal yang sangat memalukan bagi keluarga mereka.

Leony masih menangis sembari memeluk lututnya. Dia tidak menyangka bila dalam kehidupannya akan mengalami hal seperti ini. Padahal dia tidak bersalah, ia dijebak, ia dituduh atas apa yang tidak ia lakukan, ia difitnah dan ia tak punya bukti untuk mengelak dari semua fitnah yang menyerang dirinya tersebut.

"Onee-chan..."

Leony menoleh ke arah pintu, seorang anak kecil yang membawa mainan Ultraman kesukaannya masuk dan mendekati Leony. Wajahnya nampak khawatir pada Leony, berkaca-kaca khas anak kecil yang sedang bersedih.

"Onee-chan kenapa dipukul Otou-san?" tanya adik bungsu Leony. Dia membenarkan selimut kakaknya itu. Sebagai anak kecil yang sangat polos dia hanya mengira kakaknya dipukul karena tidak belajar saat ujian. "Onee-chan dapat nilai jelek ya?"

Leony terkekeh pelan, walau hatinya masih terasa sakit. Tapi dia tidak ingin adiknya yang masih polos dan tidak tahu apa-apa harus mengetahui kesedihannya.

"Tidak, bukan itu Kouki. Oh iya, Hotaru mana?" tanya Leony.

"Di kamarnya, tadi dia langsung lari ke atas. Tapi saat aku tanya, dia malah mau menangis." Kouki terlihat bingung, ia merebahkan dirinya di atas kasur Leony.

Tiba-tiba wajah Leony terlihat cemas. Air wajahnya terlihat tegang. "Memangnya Hotaru datang jam berapa tadi?"

"Tidak lihat jam tadi," jawab Kouki. "Tapi Hotaru-nii² datang saat ada suara ribut-ribut di bawah. Mungkin ketika ayah marah tadi. Kouki tidak berani ke bawah, ayah tadi marah sekali ya Onee-chan?"

'Pantas saja, dia pasti melihat ayah memukuli aku tadi. Dia pasti syok. Kasihan sekali Hotaru.'

Leony khawatir pada adiknya, sedangkan dirinya sendiri juga sedang terguncang. Dia benar-benar menyayangi keluarganya.

"Err...maaf."

Leony dan Kouki langsung menoleh ke arah pintu, dan mendapati seorang wanita paruh baya dengan terusan putih yang sederhana namun terlihat elegan. Beliau berdiri di sana sembari menatap Leony dan Kouki dengan tatapan teduh.

Tidak, beliau bukan mamanya Leony.

Lalu siapa?

Leony yang paham dengan situasinya lalu menyuruh adiknya kembali ke kamarnya.

"Kouki keluar sebentar ya, Obasan itu ingin berbicara dengan Onee-chan," ujar Leony dengan penuh kelembutan pada adiknya.

"Iya Onee-chan, aku keluar dulu." Kouki langsung mematuhi perkataan kakaknya dan keluar dari ruangan tersebut.

Wanita itu lalu masuk ke dalam kamar Leony. Leony tidak mengenal beliau, namun ia tetap berusaha sopan dan santun di depan beliau. Ia memberikan senyuman manisnya sebagai bentuk sapaan awal.

"Maaf Oba-san, kamarnya berantakan seperti ini," ucap Leony basa-basi. Padahal kamarnya sudah sangat rapi dan bersih, tapi ia selalu begitu bila ada orang yang masuk ke kamarnya. "Silakan duduk Oba-san."

Wanita itu lalu duduk di tepi kasur Leony. Tatapannya begitu teduh. "Terima kasih Leony. Maaf membuatmu bertanya-tanya tentang kedatangan saya."

Beliau melihat bekas luka dan memar di lengan Leony yang terbalut perban. "Maaf. Ini semua karena anak saya."

"Ehh? anda ibunya Shouki?" tanya Leony terkejut.

avataravatar
Next chapter