36 Seranjang Dengan Dia

Begitu tiba di mansion, Anna langsung membawa Brayn ke kamar yang telah di siapkan untuknya, balita itu masih tertidur dengan pulas.

"Nyonya. Anda istirahat saja, biar saya yang menunggu tuan kecil di sini," ucap Rei sopan.

"Aku akan di sini sebentar lagi. Kamu pergilah." Anna memutuskan untuk istirahat sejenak dikamar putranya. Sebab Anna berpikir jika saat ini Sebatian pasti berada di kamar itu.

Rei yang mendapat perintah langsung mengundurkan diri dngan sopan dan meninggalkan Anna yang kini sibuk membenahi pakaian Brayn yang ada di dalam koper.

Dalam diamnya Anna menyusun rapi setiap baju yang di bawa Brayn dari mansion keluaraga ZCG. Anak itu menjadi alasan baru Anna kini untuk menjalani hari yang akan datang, meski ia belum memiliki pengalaman dalam hal membesarkan anak, tapi ia memiliki sedikit ilmu dalam hal mendidik anak dari apa yang selama ini keluarganya ajarkan.

Anna menyadari jika ia tidak bisa mundur lagi, dan ia harus siap menjalaninya, karena apa yang terjadi saat ini adalah keputusannya.

Setelah memastikan Brayn tidur dengan nyaman, Anna meninggalkan kamar anak itu dan menuju kamar Sebastian yang kini juga telah menjadi kamarnya, dengan langkah berat dan rasa sesak di dada Anna membuka kamar pria itu.

Hal pertama yang ia lihat adalah kamar yang luas dengan di dominasi warna gelap, tidak banyak perabotan yang berarti, sepertinya kamar ini jarang di tempati oleh pemiliknya.

Aroma musk milik Sebastian juga sangat kentara dikamar ini, bagaimana Anna tidak hapal aroma pria ini, karena aroma ini memiliki rasa yang khas, Anna tidak pernah menemukan aroma ini dari lelaki yang selama ini selalu ada di sekitarnya. Entah itu almarhum suaminya atau kakak lelakinya.

Setelah sejenak mengamati kamar ini, Anna berlalu ke walk in closet untuk mengambil pakaian tidurnya, ia butuh membersihkan diri segera sebelum pria itu masuk kekamar ini, bagaimanapun kamar ini adalah daerah mutlak kekuasaan pria itu, Anna tidak ingin terintimidasi oleh sistuasi, jadi dengan segera ia menyelesaikan segala urusannya dan pergi tidur.

Selesai mandi Anna beranjak ke ranjang yang berukuran besar, kasur ini bisa di tiduri oleh lima orang yang bertubuh mungil seperti dirinya, itulah pikir Anna.

"Selamat tidur," ucap Anna pada diri sendiri sambil mengenggam erat cincin yang sudah menjadi bandul kalung yang melingkar indah di leher putihnya.

Langkah Sebastian terhenti saat masuk ke dalam kamar, ia melihat kasurnya yang kini sudah tertimbun guling. Kasur yang biasanya tertata rapi kini seperti di terjang badai karena ulah Anna. Sisi kasur yang dingin tak tersentuhpun kini telah diisi oleh pemiliknya.

Sebastian tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa, karena Anna yang menyusun guling agar menjadi pembatas antara dirinya dan Sebastian, dan ya jangan lupakan Anna yang membungkus dirinya dengan selimut tebal.

"Kamu bukan gadis perawan, kenapa begitu takut saat harus seranjang dengan pria yang berstatus suamimu," ucap Sebastian. Ia yakin Anna mendengar ucapannya, karena dari gestur tubuh yang menegang ia pastikan wanita di balik selimut ini belum tidur.

"Lagi pula aku tidak berminat pada tubuh mungilmu itu. Jadi jangan bereaksi berlebihan Annaya." Harga dirinya sedikit tersinggung karena Anna yang seolah merasa terancam saat ada di dekatnya.

Anna merasa bahwa Sebastian telah pergi masuk ke kamar mandi, akhirnya ia bisa bernafas lega karena pria tu telah menjauh darinya, dan juga ia bersyukur karena ucapan Sebastian, sebab dengan begitu ia tidak perlu takiut jika Sebastian akan bertindak jauh padanya.

Anna mencoba menutup mata untuk tidur, tapi ingatan kembali ke beberapa waktu lalu saat ia mendengar suara tawa Sebastian yang menurutnya merdu, suara itu seperti lagu pengantar tidur yang menenangkan, hingga tanpa sadar ia tertidur dengan mengingat suara tawa Sebastian.

Selesai membersihkan diri Sebastian dudduk di ranjang dan membuka laci nakas yang ad di sisi ranjangnya, ia mengambil obat yang ada di dalam botol kecil. Obat yang selalu ia minum setiap hari.

"Selamat malam Annaya," gumamnya tanpa suara saat sudah berbaring dan tidur menyamping ke arah istrinya, meski ia tidak bisa melihat Anna yang terhalang oleh guling, tapi jauh di dasar hatinya rasa hangat yang aneh itu kembali datang saat ia merasakan tidur seranjang dengan Anna.

***

Bunyi alarm membangunkan Anna, ia menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang untuk mengumpulkan seluruh kesadarannya, Anna meraih ponsel di atas nakas untuk melihat pukul berapa sekarang.

Anna turun dari ranjang menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan mengambil wudhu, ia ingin sholat tahajud sambil menunggu waktu subuh. Anna bukanlah wanita yang terlalu soleha, tapi ia tau bahwa ada kewajiban yang harus ia tunaikan sebagai manusia terlepas dari apapun pilihan hidup yang ia jalani.

"Ya Allah, kuatkan lah hamba dalam setiap langkah dan tindakan yang hamba jalani kedepannya, hamba hanya manusia yang jauh dari kata baik, tapi hamba mohon lindungilah hamba dalam naungan-Mu, berikan hamba keikhlasan lebih dalam menjalani takdir yang engkau putuskan untuk hamba, jauhkan hamba dari buruk sangka atasMu ya Allah. Berikan Fateh tempat yang layak di sisiMu serta berikanlah selalu kesehatan bagi seluruh keluaraga hamba. Amiin." Do'a Anna setelah selesai menunaikan sholat.

Setiap kali Anna selesai berkeluh kesah kepada Tuhannya, hatinya merasa jauh lebih lapang dan tenang, meski tu semua tidak berlangsung lama karena Anna yang masih tenggelam dan kesedihan dan keputus asaan, tapi Anna yakin jika Tuhannya selalu ada buatnya di setiap waktu, dan akan membimbingnya untuk mengobati segala luka di hatinya.

Benar kata bapaknya bahwa hidup tidak semua tentang suka, tidak tentang bahagia juga, banyak hal yang lebih dari itu dan Anna baru merasakannya saat ini.

Pernikahan ini contohnya, ini adalah hal yang paling membuat Anna terpuruk dan jatuh kelembah duka, tapi hikmah dari itu, Anna bisa menjadi seorang ibu dari anak yang membuatnya jatuh hati. Dan Anna menysukuri itu, Allah begitumenyayanginya tanpa batas.

Meski semua cerita hidupnya telah berubah drastis, tapi satu hal yang Anna yakini bahwa cintanya kepada Fateh tidak akan pernah berubah.

Anna mencoba ikhlas dan menerima menjalani pernikahan ini, tapi itu tidak akan mengubah perasaannya, ia paham sebagai wanita yang telah menikah, ia tidak boleh sedikitpun memikirkan pria lain meski itu adalah almarhum suami yang sangat di cintainya, tapi kembali lagi Anna hanya manusia biasa yang jauh dari kata sempurna.

Jika memang bersikap seperti ini adalah dosa, maka Anna siap menanggungnya, karena Anna tidak akan pernah menerima apalagi mencintai pria yang telah merenggut banyak hal dari hidupnya.

avataravatar
Next chapter