29 Percaya Padanya Tanpa Keraguan

"Dia tidak akan nyaman tidur dengan pakaian seperti ini," ucap Anna sambil membaringkan tubuh kecil Brayn diatas kasur. Anna dapat melihat sedari tadi ibu mertuanya memperhatikan dirinya.

"Ah, iya..., mama sampai lupa," jawab Louisa pelan sambil berlalu mengambil pyama Brayn di dalam lemari.

"Biar Anna saja ma." Pinta Anna pada ibu mertuanya saat melihat Louisa yang sudah membawa satu set pyama berwarna abu milik Brayn.

Louisa dengan senang hati memberikan pyama Brayn. Ia memperhatikan bagaimana terampilnya Anna dalam menggantikan seluruh pakaian Brayn, Anna bahkan sangat hati-hati melakukannya agar tidak mengganggu tidur Brayn. Louisa merasa sedikit lega karena Anna terlihat dapat menerima kehadiran cucunya itu.

"Malam ini bisakah kamu menginap disini Anna? Brayn akan bertanya pada mama jika besok pagi tidak melihtamu," tanya Louisa hati-hati. Ia menggunakan Brayn untuk menahan menantunya agar mau tinggal untuk meningap.

"Ya ma," jawab Anna setelah diam sejenak untuk menimbang tawaran ibu mertuanya. Mendapat jawaban yang di harapkannya, dengan perasaan gembira Louisa segera pergi menyiapkan kamar yang akan di tempati oleh menantu dan putranya.

Anna membenarkan letak selimut Brayn lalu menepuknya pelan, ia tidak memikirkan sama sekali jika si kecil Brayn adalah putra dari pria yang begitu di bencinya saat ini. Anna hanya merasakan kehangatan dari sosok kecil Brayn yang selalu menatapnya dengan tatapan berbinar penuh kelembutan.

Seulas senyum Anna terukir indah tatkala melihat alis lebat berwarna coklat tua Brayn sesekali mengerut, tampak sangat menggemaskan bagi Anna.

Dengan lembut Anna mengelus alis itu. Seolah dapat merasakan kelembutan dari elusan tangan kecil Anna, si tampan Brayn mengendurkan alisnya dan kembali tidur dalam damai.

***

Setelah meninggalkan kamar Brayn. Anna pergi menuju kamar yang telah ibu mertuanya siapkan untuknya. Dan Anna di kejutkan dengan keberadaan sosok yang cukup Anna tau siapa dia, sosok itu sudah mengenakan pyama dan duduk dengan tenang di tepi ranjang, tatapan dan tangannya fokus pada tablet yang ada di pangkuannya.

"Ingin mencari kamar lain?" tanya Sebastian dingin tanpa menoleh kearah Anna.

"Malam sudah larut, daripada mencari masalah lebih baik bersihkan dirimu Annaya lalu istrirahat," ucap Sebastian lagi. Kini ia melihat kearah di mana Anna yang berdiri membelakanginya dengan tangan menggenggam handle pintu dengan kuat.

"Apa kamu memaksa Fateh untuk mendonorkan jantungnya padamu?" jawab Anna dengan pertanyaan. Sungguh pertanyaan ini sudah berputar-putar di kepala Anna sejak ia meninggalkan ruang keluarga tadi.

"Kenapa kamu berfikir seperti itu?" tanya Sebastian balik, ia masih menatap punggung kecil istrinya.

"Karena kamu pemilik perusahaan tempatnya bekerja, dan juga rumah sakit tempatnya menjalani pengobatan," jawab Anna sekuat tenaga untuk tidak menangis.

Sebastian turun dari ranjang lalu mendekati Anna yang masih membelakanginya, dengan kedua tangan kekarnya ia membalikkan tubuh Anna dengan lembut. Sebastian sedikit menundukkan kepala agar bisa menatap manik indah istrinya dengan serius.

"Inikah yang ada di dalam fikirkanmu sedari tadi Annaya?" tanya Sebastian tenang. Sebastian tau jika isi dari kepala kecil istrinya saat ini pasti tentang hal itu.

"Ya," jawab Anna pasti tanpa keraguan. Anna menatap balik manik Sebastian yang menatapanya dalam. Jujur jika Anna tidak berusaha kuat untuk bertahan, sungguh ia akan tenggelam dalam tatapan Sebastian yang begitu dalam padanya.

"Jika aku menjawab iya atau tidak, mana jawaban yang akan kamu percaya?" tanya Sebastian dengan suara rendah. Tidak ada emosi sedikitpun dari nada suaranya.

"Tidak tau," jawab Anna datar. Anna tidak berusaha melepaskan diri dari Sebastian. Karena Anna yang terbius akan tatapan pria di hadapannya ini.

"Kalau begitu jawabanku adalah tidak," ucap Sebastian jujur sambil menarik tangannya dari pundak Anna. Ia berbalik lalu kembali menuju ranjangnya.

"Aku percay," jawab Anna. Entah kenapa Anna begitu saja percaya pada ucapan Sebastian, tapi yang jelas Anna tidak melihat kebohongan dari mata Sebastian saat Sebastian mengatakan itu tanpa keraguan.

Sebastian yang mendengar jawaban Anna seketika terdiam membeku dan menghentikan langkahnya, ia sungguh tidak percaya bahwa kata itulah yang akan keluar dari mulut Anna tanpa ragu.

Hati Sebastian merasakan hangat yang luar biasa, Sebastian sendiri tidak paham bagaimana bisa ia merasakan hal asing seperti ini.

Anna yang tidak ingin terlibat pembicaraan lebih jauh lagi, langsung bergegas menuju kamar mandi setelah mengambil pyama di atas sofa yang telah di sediakan oleh ibu mertuanya untuk dirinya.

Setelah memastikan pintu kamar mandi terkunci dengan benar, Anna meloloskan dress yang membalut tubuhnya, lalu dengan langkah kecilnya ia masuk ke dalam bathub dan merendamkan diri di sana untuk menyegarkan tubuhnya kembali.

****

'Ceklek'

Sebastian mendengar suara pintu kamar mandi terbuka di sela fokusnya menatap tablet, ia melihat Anna yang keluar dengan penampilan yang sudah segar, wajah polosnya semakin cantik dengan rambut panjangnya yang di gulung dengan handuk.

Serta pyama yang tampak sedikit kebesaran dengannya membuatnya semakin mungil di hadapan Sebastian yang memiliki tubuh atletis penuh dengan otot yang kokoh.

Bahkan tanpa ragu Sebastian bisa mengangkat tubuh Anna tanpa menggunakan tenaga, jadi bisa di bayangkan seperti apa perbandingan postur tubuh sepasang suami istri ini.

"Kamu tidak memakai gaun yang aku kirimkan." Entah pernyataan atau pertanyaan yang Sebastian ucapkan pada Anna. Tapi yang jelas Anna mengabaikannya.

"Kamu tuli?" tanya Sebastian yang tidak mendapat jawaban dari Anna. Sebastian bukanlah orang yang suka di abaikan saat ia bicara.

"Atas dasar apa aku harus memakai pemberian darimu?" tanya Anna sarkas tanpa menoleh kearah Sebastian. Anna masih sibuk sendiri mencari keberadaan selimut extra di kamar itu.

Sebastian sudah menduga jika itulah yang akan Anna katakan. Tapi yang membuatnya fokus saat ini bukanlah jawaban Anna, melainkan gerak-gerik Anna yang sibuk mencari sesuatu.

'Bukankah dia terlalu berterus terang?' Monolog Sebastian dalam hati. Ia melihat Anna yang keluar dari walk in closet dengan membawa selimut extra yang besar dan tebal di tangan kecilnya.

Sebastian sedikit menarik bibirnya bahkan tidak terlihat sedikitpun, ia cukup tau apa yang akan Anna lakukan dengan selimut itu. Tanpa menghiraukan Anna, ia langsung mematikan lampu dan hanya menyisakan lampu tidur yang terletak di atas nakas sebelah ranjangnya, lampu itu sebagai satu-satunya penerang dikamar.

Dengan gerakan tenang dan anggun Sebastian membaringkan tubuhnya di kasur yang sudah lama ia tinggali, jika di ingat mungkin lebih dari lima tahun lamanya. Tanpa ingin mengingat hal-hal yang rumit Sebastian memejamkan matanya untuk segera tidur, ia cukup lelah akhir-akhir ini.

Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Anna langsung menuju kamar mandi dan menguncinya rapat. Anna melangkah menuju bathub dan mengeringkan bathub dengan handuk yang menggulung rambut panjangnya.

Anna menyadari jika ia sedikit lancang karena membuka lemari tanpa izin ibu mertuanya, tapi untuk saat ini Anna tidak perduli akan hal itu, karena ia berniat akan meminta maaf besok pada ibu mertuanya.

Anna masuk ke dalam bathub yang telah ia lapisi dengan selimut tebal yang di bawanya, setelah itu Anna menggulung dirinya dengan sisa selimut hingga membuat tubuh mungilnya tenggelam di dalamnya. Sekarang Anna cukup merasa hangat meski ia harus tidur di dalam kamar mandi.

Anna tidak peduli jika ia bisa saja demam karena tidur di kamar mandi yang sudah pasti terasa lembab dan dingin, meskipun kamar mandi itu sangatlah luas dan lebar tapi tetap saja suhunya tidaklah hangat. Tapi bagi Anna sakit jauh lebih baik dari pada ia harus tidur satu ruangan apalagi seranjang dengan Sebastian.

***

Sebastian terbiasa bangun di tengah malam, setelah menyandarkan tubuh di kepala ranjang, ia mengambil segelas air putih yang tersedia di nakas sebelah ranjangnya. Setelah meneguk air putih itu hingga tandas Sebastian menyadari jika Anna tidak tidur di sofa.

Turun dari ranjang, ia mencoba menemukan Anna di walk in closet, tapi Anna tidak berada di sana. Sebastian berfikir sejenak untuk memikirkan kemungkinan tentang keberadaan Anna. Ia yakin Anna tidak mungkin meninggalkan kamar ini setelah apa yang ia ucapkan beberapa jam lalu saat Anna ingin meninggalkan kamar ini.

Seolah mendapat jawaban atas apa yang ia fikirkan, dengan langkah pelan Sebastian berjalan menuju pintu kamar mandi, tempat yang menjadi kemungkinan terbesar keberadaan Anna. Dan benar saja pintu kamar mandi itu terkunci saat Sebastian mencoba membukanya.

Menghela nafas pelan Sebastian mengambil kunci cadangan yang selalu tersimpan di dalam laci meja yang ada di samping pintu kamar mandi. Ia membuka pintu kamar mandi tanpa menimbulkan suara sedikitpun, ia tidak ingin Anna terbangun dan menyadari kehadirannya.

Tanpa sadar senyum Sebastian terukir indah saat melihat tubuh istrinya telah tergulung dalam balutan selimut di dalam bathub. Di mata Sebastian saat ini Anna terlihat seperti kepompong kecil tanpa daya.

"Kamu lebih memilih tempat lembab dan dingin seperti ini daripada memilih tidur di sofa atau di ranjang bersamaku," uapnya pelan. Sebastian yang sudah jongkok di tepi bathub kini memandangi wajah damai istrinya yang sudah tertidur pulas.

'Kamu jauh lebih cantik jika dalam keadaan tenang begini Annaya,' batin Sebastian sambil menyingkirkan rambut Anna yang menghalanginya untuk melihat wajah cantik istrinya.

Tanpa menunggu lama Sebastian menggendong tubuh istrinya yang terbalut selimut tebal itu. Ia membawa Anna keluar dari kamar mandi dengan hati-hati. Sebastian membaringkan tubuh Anna di atas ranjang tanpa membuka gulungan selimut yang menenggelamkan tubuh mungil istrinya.

Memastikan Anna sudah tidur dengan posisi yang nyaman, Sebastian meninggalkan Anna sendiri di kamar itu, Sebastian memilih tidur di ruang baca kakeknya agar Anna tidak histeris jika terbangun dini hari dan menemukan dirinya ada di sebelah Sebastian.

Namun sebelum pergi Sebastian mencuri ciuman dibibir Anna. Ah, itu tidak bisa di bilang ciuman, karena Sebastian hanya mengecupnya saja, meski kecupan itu tidak bisa di bilang kecupan singkat karena Sebastian mengecupnya lumayan lama.

Sebastian sangat menikmati kecupan itu, karena bibir mungil Anna yang berwarna merah muda tanpa polesan lipstik atau sejenisnya terasa sangat segar dan manis bagi Sebastian. Sebastian tidak peduli jika ia melakukannya tanpa seizin Anna.

Seorang Sebastian yang penuh pengendalian diri yang kuat entah kenapa kini mulai goyah atas wanita bernama Annaya Nur Kamila. Sebastian tidak menyadari jika Anna yang sudah menyandang nama belakangnya itu, kini sudah mulai mempengaruhi dirinya sedikit demi sedikit.

avataravatar
Next chapter