9 Pesta pertunangan Rey

"Zza bisa berhenti sebentar di apotik?" Dira terpaksa berbicara namun, Ezza tampak cuek tak menjawab apapun,

Di depan Apotik mobil berhenti. Dira turun lalu menebus resep obat yang di berikan dokter pribadi Kin.

Setelah mendapatkan obat, Dira masuk kembali ke dalam mobil, tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Ezza membuat Dira semakin yakin dirinya bukan pelengkap, namun hanya pajangan, bahkan mungkin pengganggu kesenangan Ezza.

Perjalanan memerlukan waktu kurang lebih satu jam. Entah mengapa demamnya kumat lagi, sesekali Dira menggosok lengannya dan tertangkap mata Ezza, tapi bukannya perhatian, atau cemas, malah sindiran yang keluar dari mulutnya.

"Apa malam panjang semalam bersama Kin kurang hingga kamu masih kedinginan?" kata -kata Ezza sangat tajam. lagi- lagi hati Dira perih, namun Dira tidak merespon apapun, hanya diam menahan sakitnya hingga sampai di rumah Maya.

"Siang mam, Dira sampai..." Kata Dira mencoba tersenyum,

"Siang juga sayang, mama senang kamu datang." Jawab Maya hangat menyambut Dira, Dira kembali tersenyum.

"Kamu sangat sibuk sekarang, bekerja di mana?" mama Maya prigatin melihat Dira yang terlihat semakin kurus,

Dira menatap Maya, lalu menjawab, "Aku bekerja di kantor Kin mam." mata Maya membola,

"Mama senang kamu bekerja di sana, Kin juga termasuk keluarga kita, sejak SMA Kin adalah teman Ezza walau beda satu tahun di atas Ezza." Maya menjelaskan siapa Kin. Dira menunduk,

"Dira tidak tau mam, kalau tau pasti Dira akan menolaknya." Dira merasa tidak enak.

"Kamu inih... kerjamu yang baik tidak akan mempengaruhi yang lain Dira." lalu Maya menatap Ezza yang duduk di sofa dan berbicara kembali, "Maaf telah membuatmu berada di posisi sulit." Maya memeluk tubuh Dira dan terkejut saat merasakan tubuh Dira panas.

"Sudah minum obat Dira?" tanya Maya, Dira menggeleng,

"Dira baru beli mam." Jawab Dira. Terlihat Maya khawatir karena tau apa yang terjadi di rumah Ezza semalam.

"Cepat minum!" perintah Maya.

Dira mengangguk dan mengambil air, lalu meminum obatnya.

Ezza sempat melihat juga bekas jarum suntik di tangan Dira namun egonya mengalahkan semuanya.

Taman belakang sudah di sulap menjadi sangat indah, termasuk area dekat kolam, Dira walaupun sakit, tetapi tetap dengan senang hati membantu, walaupun hanya membetulkan dekorasi atau penataan yang kurang pas,

Ezza melihat dari jauh. Ezza mengakui, kalau selera Dira bagus, sangat di sayangkan kebenciannya sudah tertanam sangat dalam, hingga membuat Ezza tidak punya hati.

Maya melihat kearah Ezza dan Dira saling bergantian, senyum di bibir Maya mengembang, terlihat dari sorot matanya sedikit ada harapan.

Malam hari, Tamu- tamu mulai berdatangan. Dira memakai gaun hitam dengan tangan panjang, gaun yang pas ditubuhnya memperhatikan keindahan lekuk tubuh Dira.

Dira berjalan menemui Maya. Dira sedikit tertegun, melihat ada Rey di samping Maya.

"Dira ini calon tunangan Mala." Rey dan Dira beradu pandang, dengan sekuat tenaga Dira bersikap tenang lalu tersenyum, senyum di balik sejuta perih di hatinya.

"Dira istrinya Ezza." kata Dira sambil mengulurkan tangannya,

"Rey," kata Rey dengan suara lembutnya, suara yang Dira rindukan. Tapi, sekarang berbeda sangat terlihat jelas, dendam dan amarah di matanya.

"Mam, aku duduk yah." Dira menunjuk ke arah Ezza, Maya mengangguk, Dira berjalan bukan mendekat ke arah Ezza, melainkan ke taman yang sepi, Dira menyandarkan tubuhnya di kursi dan menutup matanya.

'Kuatkan aku Tuhan...' gumamnya, dan terdengar jelas di telinga Kin yang memang dari tadi mengikuti Dira dari jauh.

"Pergilah bersamaku, sejauh mungkin!" Suara Kin membuat Dira membuka matanya, lalu menatap Kin yang sudah berada di sampingnya.

"Tidak Kin, jika aku pergi dan menghindar berarti aku memang bersalah." Nada suara Dira di buat se normal mungkin.

"Terus kenapa kamu tidak menjelaskan yang sebenarnya terjadi? terutama kepada Rey yang sok itu." kata Kin kesal,

"Jika aku mengatakan disaat mereka sedang marah, itu tidak akan berhasil. Mereka tidak akan menerima kebenarannya." Jawab Dira prlan.

Kin menatap Dira yang sedang memejamkan matanya dan Kin semakin yakin Dira perempuan baik.

Dira membuka matanya dan bangun, lalu berjalan mendekati panggung karena peresmian  pertunangan Mala dan Rey sedang di umumkan, Kin mengikuti Dira dari belakang.

Dira membeku saat keduanya sedang menyematkan cincin tunangannya dan berakhir dengan ciuman mesra.

"Kin, apakah kamu tau? hidup ini penuh dengan pilihan, tapi jika antara cinta dan kehidupan yang harus kita pilih, aku memilih kehidupan. Lihatlah! bahkan aku sudah mengantarnya ke kehidupan barunya." Dira berbicara setengah bergumam.

"Dira, aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan, aku malah benci jalan pikiranmu. Dia bahagia dan kamu? bahkan diapun menganggapmu berengsek, karena merasa telah meninggalkannya disaat dia tidak berdaya." Kin terdengar sedikit protes.

"Kin, kebaikan itu tidak perlu di ungkapkan, aku tulus melakukannya." Dira menjawab dengan tenang.

"Apapun itu, semoga kamu bahagia nantinya." ujar Kin.

"Terimakasih Kin." Dira memaksakan untuk tersenyum.

Acara dilanjutkan dengan minum- minum dan perjamuan makan. Dira sengaja menjauh dari kerumunan dan menjauh juga dari keluarga Rey,

Seseorang memberikan wine kepada Dira, Dira tanpa menyadari menerimanya, lalu meminumnya, "Kamu cantik," pujinya.

Dira baru menyadari disampingnya itu adalah orang asing, Dira menundukan kepalanya sedikit lalu tersenyum ramah.

"Terimakasih." sambil mengacungkan gelasnya lalu menjauh darinya. Dira kira orangnya tidak mengikuti, namun dugaannya salah dia mengikuti Dira sampai Dira menemukan Ezza,

"Zza aku minta tolong, orang itu dari tadi mengikutiku." Ezza, menatap orang yang mengikuti Dira, Ezza sedikit terkejut, "Arga?" gumam Ezza.

Ezza menatap Dira dengan senyuman jijik nampak jelas di matanya, lalu mengibaskan tangannya agar terlepas dari pelukan Dira, tentu saja langsung terlepas karena kekuatan Ezza tidak bisa di bandingkan dengan Dira. Tapi, byuuurrr... Dira terjatuh ke dalam kolam. Ezza hanya menatap sekilas dan menjauh tanpa menolongnya,

Kin yang melihatnya, berlari lalu terjun ke kolam tanpa ragu- ragu. kali ini Arga juga ikut terjun menyelamatkan Dira, Kin tampak panik karena Dira tidak kunjung siuman dan Kin menatap Maya,

"Tante Dira perlu nafas buatan, mana suaminya?" Maya langsung menyeret Ezza dan menyuruhnya memberikan nafas buatan,

"Aku tidak mau..." kata Ezza menolak. "Zza..." teriak Maya, Ezza dengan berat hati mendekat dan memberikan Nafas buatan, saat bibirnya bertemu bibir Dira, entah mengapa bibir Ezza seakan tersengat listrik dan bibir Dira terasa begitu manis, sangat manis,

"Woyy beri nafas buatan bukan berciuman!" protes Kin, pipi Ezza merona dan dengan cepat memberi nafas buatan, hingga Dira sadar.

Ezza langsung menjauhkan wajahnya hendak pergi, "Ezza... Bawa istrimu kekamar!" teriak Maya geram.

Ezza terpaksa menurutinya, menggendong Dira masuk kekamarnya, Dira tidak merespon apapun karena tubuhnya mulai demam lagi  dan Ezza baru menyadari, wajah Dira sangat pucat.

Ezza mengambil baju tidur milik Dira, lalu membuka gaun Dira, sempat tertegun dan menelan ludah melihat tubuh indah Dira yang menggoda. Saat Ezza hendak membuka bra Dira tangan Ezza di tahan Dira,

"Aku lelah dengan semua ini... Aku lelah tegar di hadapanmu... apakah kamu tidak tau, kalau aku hancur? Sudah hancur."  Ezza menatap Dira yang masih memejamkan matanya tapi air matanya keluar dari sudut matanya. Ezza dengan cepat mengganti baju dan  menyelimuti Dira.

"Dira bagaimana?" Maya datang setelah memberikan baju ganti untuk Kin dan Arga.

"Demam mam," jawab Ezza. Ide gila Maya muncul,

"Coba peluk! Mama yakin akan membaik." perintah Maya. Mata Ezza terbelalak,

"Cepat!" bentak Maya.

Ezza terpaksa menurut berganti baju dan memeluk tubuh Dira. Saat memeluk Dira, jantungnya berdetak kencang, lalu saat tubuhnya semakin merapat, aroma tubuh Dira semakin memabukan, tapi kali ini Ezza menahannya.

'Kenapa tubuhku breaksi sangat cepat?' gumam Ezza. 'Tidak mungkin aku mulai menyukai wanita rubah ini,' Ezza meyakinkan dirinya. Tapi mengingat kejadian sebelumnya saat dia hampir tidak terkendali membuat Ezza dilanda kebimbangan.

Matahari pagi menyembul dari Timur, memberi cahaya dan kehangatan bagi makhluk ciptaannya,

Dira membuka matanya dan dirinya hampir berteriak karena berada dalam pelukan Ezza.

'Semalam aku...?' Dira melihat tubuhnya dan tubuh Ezza masih terbungkus baju lengkap, Dira menarik napas lega.

Tunggu- tungu Dira merasakan kalau dia tidak memakai bra dan dalaman, dan gaunnya?

"Kamu kenapa? berharap aku membuatmu polos?" Ezza menyipitkan matanya menatap Dira.

"Ah tidak- tidak, aku hanya kaget telah berganti baju saja," Dira pura- pura bersikap biasa.

"Bu Imah yang menggantikan." Ezza berbohong, gengsi jika mengakui dirinyalah yang menggantikannya,

"Baiklah," Dira tidak bertanya apa- apa lagi. Dita berjalan kekamar mandi untuk membersihkan diri.

Setengah jam kemudian, Dira keluar mengenakan dress warna putih tanpa lengan dan rambutnya di gulung handuk menandakan masih basah,

Ezza menelan ludah melihat leher Dira yang begitu putih mulus, kemudian Ezza melihat kening Dira, Ezza tertegun melihat bekas luka dan terlihat lebam, mau bertanya gengsinya besar, akhirnya hanya diam dan pergi ke kamar mandi.

Dira keluar dari kamar, menuju dapur. Bu Imah sedang sibuk membuat sarapan, Dira segera membantunya,

Bu Imah tertegun melihat Dira begitu cekatan dan hampir seluruh pekerjaannya Dira yang megang, hingga semuanya cepat selesai.

"Tumben sudah selesai bu...?" tanya Maya heran, bu Imah mengarahkan pandangannya ke arah Dira yang sedang menyiram bunga di halaman belakang, terlihat dari dapur. Maya tersenyum,

"Sudah cantik pintar masak bu, saya cicipin lebih enak masakannya daripada masakan saya." bu Imah mengakui kekalahannya.

"Tumben kamu mengakui kalau masakanmu kurang enak," Maya menahan tawa,

"Kenyataan pahit bu, membuat saya mengakuinya." Tawa Maya meledak seketika...

"Bu Imah bisa aja." ucap Maya.

Ezza dan yang lainnya duduk di meja makan termasuk Rey, Maya menarik napas panjang. mengingat hubungan Dira dan Rey belum lama terpisah.

avataravatar
Next chapter