5 Pernikahan di atas kertas

Dira duduk di meja rias, beberapa orang membantu merias wajah Dira, sementara yang lainnya menata rambut Dira, rambut Dira sebgaja di biarkan terurai, hanya sisi kanan dan kirinya di buat bando di ikat kebelakang. Ini gaun kedua yang di kenakan Dira, setelah acara janji suci Ezza dan Dira yang sama sekali tidak berkesan di hati Dira, apalagi melihat tanpang Ezza yang dingin dan datar.

"Kamu cantik sekali Dira," Maya terpesona melihat kecantikan Dira, sungguh dirinya tidak salah memilih, semuanya ada pada dirinya, cantik, cerdas dan satu lagi kesan di mata Maya adalah baik, sangat baik.

"Ibu bisa aja," pipi Dira sedikit merona.

"Panggil mama yah, acara janji sucimu telah selesai dan sekarang kamu sah menyandang nama Nyonya Ezza." Dira mengangguk sedikit tersipu.

Pesta telah di mulai, semua tamu datang dan memberi ucapan selamat, termasuk Surya dan Lina, tentunya tanpa Ibu Rey.

"Selamat ya nak, semoga bahagia. Maaf Rey membuatmu memilih jalan ini." Itu kata- kata yang terucap dari bibir Surya, wajahnya terlihat sedih.

"Tidak apa Ayah, bagaimana keadaannya sekarang?" Dira ingin sekali melihatnya namun perjanjian tinggal perjanjian dia harus mematuhinya.

"Dia sudah siuman, tapi ma'af Ibu..." suara Surya terhenti,

"Tidak apa Ayah, dia membenciku itu lebih baik." Jawab Dira memotong ucapan Surya,

Surya menundukan kepalanya, tidak mampu melihat raut wajah Dira lagi, kemudian Surya dan Lina kembali duduk di kursi tamu menatap Dira yang terlihat pura- pura tersenyum dan pura- pura bahagia.

"Yah... Ayah yakin suami kak Dira, akan menyayangi kak Dira?" Surya menggeleng.

"Aku juga tidak yakin, Ayah." Lina menatap Dira dengan tatapan sedih.

"Keluarga kita akan selalu berhutang budi padanya." Lina mengangguk setuju.

Kin berjalan menghampiri kedua mempelai dan sempat tidak berkedip melihat Dira yang begitu cantik sempurna.

"Selamat Zza..." Ezza hanya tersenyum sinis menatap Dira dan kembali tersenyum bersahabat kepada Kin.

"Aku tak bahagia tapi, malah kamu ucapin selamat." cibir Ezza.

"Ya sudah, Dira bisa buat aku saja!" Ezza spontan tertawa, "Kamu mau wanita rubah seperti dia? Ini hanya pernikahan di atas kertas saja, kamu boleh ambil dia dan pakai sesuka hatimu..." nada suara Ezza sangat keras agar terdengar oleh Dira.

Kin terkejut mendengar kata- kata tidak pantas keluar dari mulut Ezza, dan pasti terdengar oleh Dira, Dira hanya diam membeku tidak merespon apapun, walaupun hatinya sangat hancur mendengar kata- kata Ezza yang sangat menyakitinya.

"Dira..."Kin menyapa Dira yang sedang minum, Dira tersenyum.

"Tadi ma'af," Dira tidak merubah senyumannya.

"Dia benar Kin, tidak apa." Dira menundukan kepalanya, tidak ada yang perlu di bela karena dirinya memang menikah demi uang. Kin menatap Dira penuh emosi, entah kenapa dia emosi melihat Dira di pandang rendah oleh Ezza.

Acara pesta selesai. Ezza dengan berat hati membawa Dira kerumahnya, Maya sempat menahan Ezza, tapi Ezza tidak bodoh, kalau dia berada di rumah Maya pasti Ezza harus pura- pura patuh dan harus sekamar dengan Dira, melihatnya saja Ezza sangat muak, apalagi harus sekamar dengannya.

"Itu kamarmu,"Ezza menunjuk kamar bercat abu- abu, dan Ezza meninggalkan Dira begitu saja,

Dira membuka pintu kamar dan masuk kedalamnya, tidak ada yang special, hanya ada tempat tidur, lemari dan meja rias, jendelanya menghadap taman belakang, Dira sedikit tersenyum memandang bunga yang bermekaran disana.

Dira membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur. Lalu keluar  mencari dapur untuk mengambil minum, lalu kembali kekamar.

Dira memejamkan matanya, dan mencoba untuk tidur, tapi semakin malam semakin sunyi dan suara desahan wanita sangat jelas di telinga Dira dan di susul desahan pria,

walaupun Dira baru sehari dekat dengan Ezza, Dira yakin itu suara Ezza.

Air mata Dira tanpa disadari keluar dari sudut matanya, dengan cepat Dira mengambil earphone dan mendengarkan lagu dengan volume keras di telinganya, walaupun Dira tau tidak baik untuk pendengarannya tapi, Dira tidak sanggup mendengar semuanya, merasa sangat tidak di hargai dan hatinya sakit sekali.

"Tuhan... Jika ini caramu membuatku selalu ingat padamu aku siap, tapi entah mengapa hatiku sakit Tuhan..."  Dira mendengarkan lagu sambil menatap taman dari jendela dan menangis dalam diam.

Dalam suasana hati yang tidak menentu seseorang melakukan Video call dan anehnya ponsel Dira me ngesave namanya walau cuma inisial K, Dira mengusap Air matanya lalu mengangkatnya, Dira terkejut karena yang menghubunginya adalah Kin,

"Belum tidur?" tanya Kin, Dira menggeleng,

"Mana Ezza?" Kin bertanya lagi dan Kin juga mendengar desahan sangat keras saling bersahutan, Kin menatap Dira kasihan.

"Di kamarnya," Jawab Dira, lama kelamaan keduanya larut dalam pembicaraan hingga kadang- kadang Dira tertawa mendengar Kin yang berusaha melucu, walaupun sangat garing di dengar Dira karenakan Kin tidak pandai melucu.

"Kamu terlihat ngantuk, tidurlah!" Kin mengakhiri sambungan Video callnya.

Lama kelamaan Dira tertidur sambil mendengarkan musik hingga pagi.

Pagi- pagi Dira bangun dan ke dapur membuatkan sarapan, di dapur hanya ada nasi, sosis dan telur. Jadi Dira membuat nasi goreng campur sosis dan telur mata sapi.

Terlihat Ezza keluar dari kamarnya bersama seorang wanita dan mengabaikan Dira, seakan Dira itu hantu saja hingga tidak kasat mata.

Dira hanya menatap Ezza hingga punggungnya hilang di balik pintu. Lalu duduk di kursi dan sarapan walau sebenarnya sudah tidak selera.

Walau diam tapi, jujur hati Dira sangat sakit melihatnya, menjadi istri Ezza benar - benar hanya di atas kertas saja, diabaikan dan tidak dihargai sama sekali.

Setelah sarapan, Dira menghubungi Maya dan menanyakan makanan kesukaan Ezza, setelah di beri tau, Dira menuju ke swalayan untuk berbelanja, Dira sengaja menyibukan dirinya agar lupa dengan kesedihannya.

Dira sampai di rumah lagi dan menata belanjaan di tempat yang pas, "Apakah mba istri mas Ezza?" Dira menatap wanita paruh baya yang bertanya padanya, Dira tersenyum dan mengulurkan tangannya,

"Saya Dira." Dira tersenyum sopan.

"Panggil saya, Bu Sam." Bu Sam segera menjabat tangan Dira.

"Mba habis belanja?" Dira mengangguk, terlihat sorot mata Bu Sam menyesal,

"Maaf saya tidak belanja kemarin, saya pikir mas Ezza akan tinggal lama di rumah bu Maya,"

"Tidak apa- apa bu, saya juga tidak ada kegiatan di rumah, tadi sekalian cuci mata."

Kesan pertama melihat istri majikannya adalah sangat baik, walaupun dirinya tau kelakuan majikannya tidak baik, bahkan akhir- akhir ini sering membawa wanita yang berbeda-beda setiap harinya, membuat Bu Sam tidak nyaman. Tapi, dengan adanya Dira setidaknya membuat dirinya bertahan bekerja di rumah majikannya.

Satu minggu di rumah Ezza bagi Dira, serasa satu abad, tidak ada sedikitpun kenyamanan di rumah itu, seperti malam itu...

"Tidak makan dulu Zza?" Dira menatap Ezza yang baru pulang dari kantornya, Ezza duduk bersebrangan dengan Dira yang sedang makan,

"Tentu aku akan makan malam, makan malam romantis," jawabnya, lalu Ezza memanggil seseorang, "Sayang, siapkan makanan untukku!" Suara Ezza lembut, lalu munculah perempuan berambut panjang dan berpakaian sangat sexy membawa box makanan, dia segera menyiapkan makanan untuk Ezza dan menyingkirkan makanan yang di buat Dira, dengan dengan mesra mereka makan di hadapan Dira, bahkan berkali- kali saling berciuman.

Dira diam menahan sesak di dadanya, menghabiskan makanan yang di piring hampir tidak mengunyahnya, setelah selesai Dira beranjak pergi meninggalkan Ezza yang tersenyum mengejek melihat Dira.

Dira duduk termenung di kamarnya, membuka jendela dan membiarkan angin malam yang nakal menerpa tubuhnya.

'Sakit Zza....' gumamnya lirih, 'Aku tidak memintamu untuk mencintaiku, tapi setidaknya kamu menghargaiku sedikit saja, keterbukaanmu membuat aku seakan tertusuk duri setiap hari,'

Terlintas surat perjanjian yang di buatnya dengan Maya, Mamanya Ezza...

'Kamu harus kuat Dira, kamu harus membalas semua yang diterima oleh Rey!' Sisi lain dari diri Dira menguatkan, tapi air matanya tetap turun membasahi pipi Dira.

Hari pertama Dira bekerja lagi di perusahaan Maya. Wajahnya tetap tersenyum dan gembira di hadapan Maya, hingga Maya tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.

"Bagaimana sikap Ezza padamu?" Maya bertanya kepada Dira saat Dira menyerahkan beberapa berkas kepada Maya, Dira tersenyum, "Baik mam," hanya itu yang keluar dari mulut Dira,

"Segera kejar target! Mama ingin segera memiliki cucu," wajah Dira merah merona,

"Akh mama..." Dira menggaruk, garuk kepalanya. Bagaimana bisa hamil? Ya Ezza melakukannya tiap hari, tapi bukan dengannya.

"Aku lanjutkan kerjaanku lagi mam," Dira pamit dan keluar dari ruangan Dira.

Jam kantor selesai. Dira pulang bekerja, dengan wajah lesu dan sejak tertegun mendapati Ezza tengah duduk di ruang tamu sedang membolak- balikan koran.

Melihat kehadiran Dira, Ezza menatap Dira dan tersenyum sinis, "Kau terlambat sekali?"

"???" sejak kapan dia tau jadwal kepulanganku? gerutu Dira dalam hati,

Ezza bangkit lalu mendekat dan merapatkan tubuhnya ke tubuh Dira, sehingga tubuh Dira menempel di dinding. Senyuman licik terlihat jelas di wajah Ezza.

"Bukankah kau istriku?" Dira mengangguk gugup, Ezza tersenyum lagi lalu mengangkat dagu Dira dan menciumnya kasar,

"Layani aku sekarang!" kata- kata Ezza sangat  tidak enak di dengar di telinga Dira,

"???" Dira mencoba menatap Ezza, Ezza menyipitkan matanya, "Kau pikir aku mau tubuhmu? Aku lapar..." Seketika pipi Dira merona dan langsung mendorong tubuh Ezza namun ditahan tangan kekar Ezza,

"Tapi untuk pemanasan nanti malam, tidak ada salahnya," Kata- kata Ezza membuat Dira merinding.

Ezza mulai lagi melumat bibir Dira, lalu membuka kemeja Dira dengan paksa, karena Dira mempertahankannya, Ezza berakhir merobek kemeja Dira.

"Akh... Zza sakit...." Dira merintih saat kuku Ezza menggores tangannya, tapi melihat tubuh indah Dira yang berbeda dengan teman wanita membuat Ezza semakin memanas,

Tangan Ezza mulai meremas gundukan kenyal Dira, membuat Dira terkejut dan merasakan tubuhnya bereaksi lain dan semakin memanas.

"Tubuhmu tidak indah, kenapa Mamaku membelimu dengan sangat mahal?" Mata hitam Ezza menatap tajam Dira, kata- kata itu membuat Dira merasakan sakit seperti di tusuk benda tajam, lagi- lagi sakit sekali rasanya, luka namun tidak berdarah.

Sedang jari Ezza mulai masuk dan memainkan milik Dira dan membuat Dira mencengkram rambut Ezza,

"Tidak Zza sakit," Ezza menyeringai dan semakin memainkannya secara kasar, lalu menghentikan gerakan tangannya dikala Dira merasakan kenikmatan pertamanya dan mau mencapai puncaknya...

Ezza meninggalkan Dira begitu saja,

Dira terduduk linglung di sofa, tubuhnya lemas merasakan sesuatu yang tidak tuntas dan itu membuat Dira menggigit bibirnya dengan nafas terengah- engah, baru kali ini Dira merasakannya.

Sementara Ezza cepat- cepat ke kamar mandi dan melakukan pelepasan sendiri, 'Sial... baru kali ini aku melihat tubuh wanita, reaksiku secepat ini,' gumam Ezza memaki dirinya sendiri. Setelah selesai Ezza keluar dari kamar mandi dan berganti pakaian,

Terdengar di dapur sudah berisik dengan suara orang sedang memasak. Tidak lama pintu di ketuk, "Zza makan malamnya udah siap." Setelah itu Dira kekamar lagi, karena tidak mau Ezza marah, atau berulah lagi jika makan satu meja dengannya.

Ezza duduk di kursi dan menikmati makanan yang Dira masak dengan lahapnya, sampai semua makanan di meja makan bersih tidak tersisa. Sehingga setelah Ezza makan, Dira terpaksa menggoreng telur untuk dirinya makan.

Satu bulan mereka menikah. SAikap Ezza masih sama, andai saja bukan karena perjanjian itu, mungkin Dira sudah kabur dari rumah Ezza. Yang membuat Dira tidak terima, karena Ezza juga sering tidur bersama wanita lain di kamarnya dan setiap malamnya, Dira harus menahan rasa kesalnya karena kelakuan Ezza.

Pagi- pagi Dira tidak sengaja bertemu muka dengan Ezza kembali, Ezza tersenyum sinis, senyum khasnya saat menatap Dira tidak dengan teman wanitanya yang di lihat Dira selalu lembut.

"Setelah menjual diri, kamu masih pura- pura bekerja dengan baik di perusahaan mama, aku tahu kamu itu menunggu waktu yang tepat untuk menguras harta kami, kamu benar- benar rubah betina." Dira yang mendengar semua itu terdiam membeku, sangat terlihat jelas kebencian di mata Ezza, Dira mengepalkan tangannya lalu pergi meninggalkan Ezza,

Di sepanjang jalan kata- kata Ezza terngiang terus di telinga Dira, dan ketika sampai kantor, Dira langsung mengetuk pintu ruangan Maya.

"Selamat pagi bu, maaf mengganggu pagi- pagi." Maya memeluk dan mencium Dira,

"Pagi sayang, kenapa tidak memanggil mama saja," Dira menggaruk kepalanya,

"Maaf Dira lupa. Mam, Dira mau mengajukan resign dari perusahaan mama," Maya menatap Dira,

"Karena Ezza?" Dira tersenyum dan menggeleng,

"Dira hanya ingin mencari pengalaman di tempat lain, kalau Dira masih bekerja di sini kesannya Dira cari aman saja mam." Maya terdiam dan merasa sangat bangga bisa punya menantu seperti Dira, yang tidak manja, dan tergantung dengan keluarganya.

"Baiklah, Mama akan mengikuti kemauanmu tapi, jika kamu bosan dan mau kembali, perusahaan ini dengan tangan terbuka, Mama akan sangat senang menerimamu kembali, karna jujur kinerjamu sangat di butuhkan di sini." Jawab Maya sedikit sedih.

"Kasih Dira kesempatan!" Dira menatap Maya meyakinkan, Akhirnya Maya menganggukan kepalanya.

avataravatar
Next chapter