20 Aku merindukanmu

Bell Apartemen Dira berbunyi terus menerus, Dira yang tidur karena kelelahan terpaksa bangun. Ketika Dira membuka pintu, yang di depan pintu adalah Nida, dengan membawa beberapa kotak pizza di tangannya.

"Kamu menyebalkan Dira, akhir- akhir ini kamu terlalu sibuk dengan Kin saja, waktumu hanya untuk Kin tanpa peduli aku lagi," Nida protes, bibirnya mengerucut cemberut.

"Ma'af Kin sangat manja sekarang, tapi memang aku sibuk di kantor Nid, pekerjaan di kantor numpuk," jawab Dira,  Dira mengambil potongan Pizza lalu memasukan kedalam mulutnya. Nida duduk di sebelah Dira sambil membalas pesan dari Daniel.

"Aku mau nikah Ra," kata Nida, Dira yang terkejut langsung menelan Pizzanya tanpa mengunyahnya terlebih dahulu, dengan susah payah Dira menelan Pizza yang hampir tersangkut di tenggorokannya.

"Apaaaa??" teriak Dira menatap Nida tak percaya. Setahu Dira hubungan mereka belum lama,

"Enggak usah gitu juga kali, iya aku mau nikah. Daniel mengajaku serius," yang aslinya mereka sudah capek main- main.

"Kalau dia serius, aku mendukungmu," Dira mengembangkan senyumnya, "aku turut bahagia Nida." Dira melanjutkan makannya yang tertunda.

"Do'ain semuanya lancar ya Ra!" Nida menatap Dira sambil matanya berkaca- kaca.

"Selalu Nida..." jawab Dira, Dira memeluk Nida, "semoga langgeng jangan sepertiku," Dira menambahkan.

"Aku juga berharap begitu, karena aku tidak sekuat kamu Ra," jawab Nida,

Malam semakin larut, keduanya juga larut melihat film sampai tengah malam sesekali mereka bercanda dan berakhir tertawa bersama, secangkir coklat panas menemani kebersamaan mereka, walaupun sudah tidak seperti dulu, tapi setidaknya bisa mengobati rindu mereka.

Selain bekerja, Dira juga mulai sibuk membantu Nida menyiapkan pernikahan Nida, maklum Nida sama seperti Dira tidak memiliki keluarga, sejak kecil mereka selalu bersama.

Dira mempersiapkan dari mulai, gaun pengantin, catering, gedung dan lain- lain, walaupun Nida telah menyerahkan semuanya kepada Event Organizer, tapi Nida dan Dira masih memantau segala sesuatunya.

Dira berharap pernikahan Nida berjalan dengan sempurna.

Setelah Nida selesai mercoba gaun pengantin, keduanya berpisah. Nida bersama Daniel, sedan Dira di jemput Kin.

Dira menatap wajah Kin yang lesu dan berantakan, tak ada senyuman sedikitpun,

"Beb, kamu kenap..." belum sempat Dira meneruskan kata- katanya, Kin sudah membungkamnya dengan ciuman. Kin memejamkan matanya, begitupun Dira, kesibukan mereka selama beberapa minggu ini di luapkan melalui ciuman mereka,

"Aku sangat merindukanmu," Kata Kin.

Dira langsung memeluk Kin erat dan ciuman kedua tidak dapat di hindarkan, keduanya cukup lama menikmatinya,

Setelah ciuman berakhir, Dira terkejut, "Tubuhmu hangat Kin," Dira baru menyadari  suhu tubuh Kin tidak normal,

"pindah! Biar aku yang bawa mobilnya," Kin menggeleng, namun karena Dira memaksa, Kin menurut.

"Ke Apartemenku!" ucap Kin, Dira hanya diam fokus kejalanan. Setelah sampai keduanya masuk kedalam Aparteman Kin.

Kin duduk di Sofa, sementara Dira membuatkan teh hangat untuk Kin.

"Sudah makan belum?" Dira bertanya, Dira tidak bisa menyembunyikan ke khawatirannya.

"Sudah beb, aku hanya butuh infusmu..." Jawab Kin sambil tersenyum penuh arti, mata Dira terbelalak mendapat jawaban Kin.

"Sekarang cuci muka sana cuci kaki lalu istirahat!" perintah Dira, Kin beranjak dari sofa lalu ke kamar mandi, lalu berganti pakaian.

Setelah itu, kin masuk kedalam selimut dan memeluk Dira, tidak butuh eaktulama, Kin sudah terlelap.

Kin mirip anak kecil yang baru bertemu dengan ibunya setelah kehilangan dan menunggu.

"Ma'af Kin, aku telah mengabaikanmu," gumam Dira sambil mengusap rambut Kin. Hati Dira terasa tercubit melihat wajah pucat Kin, Dira tahu Kin mulai terbiasa dengannya,

Dira bangun dan turun dari tempat tidur sangat pelan -pelan, takut Kin terganggu dan bangun. Setelah membersihkan diri, Dira membuat sarapan untuk mereka berdua.

Kin membuka matanya karena tempat tidur di sebelahnya terasa dingin,

"Beb, sini!"suara Kin manja, Dira segera mendekat dan mencoba menarik tangan Kin agar bangun, namun gagal berakhir Dira jatuh kepelukan Kin.

"Kin, setelah sarapan aku mau ketemu Nida lagi, gedung belum di cek," Kata Dira dengan suara pelan, Wajah Kin seketika memerah, Nida tau Kin kesal.

"Perjanjiannya weekend waktumu hanya untukku..." Kin mengingatkan sambil cemberut. Kin meluapkan kemarahannya dengan membuat Dira polos.

Napas Kin terengah- engah setelah melakukan Aktivitas bercintanya dengan Dira.

"Sudah tidak marah?" tanya Dira menatap Kin, seketika wajahnya Kin merona.

"Aku ikut boleh?" Kin malah balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Dira. Dira mengangguk.

"Nida cuma punya aku, jadi bersabar sedikit!" Kin menarik nafas kasar.

"Kiiiin..." Dira menatap Kin, memeluknya lalu mengecup bibir Kin, "kumohon!" suara Dira lembut memohon.

"Baiklah," Kin akhirnya mengalah. Kin tau akhir - akhir ini Kin egois, tapi Kin memang tidak bisa jauh dari Dira.

Dira bangun untuk membersihkan diri, dirinya mandi dua kali gara- gara ulah Kin.

"Kin, sarapan kita sudah dingin,"  Dira mengeluh menatap sarapan yang sudah di buatnya.

"Ma' af, kita sarapan di luar saja yuk!" ajak Kin, Dira mengangguk dan mengikuti jalan Kin.

Ketika sampai di cafe dekat gedung uang mau di sewa, Nida telah menyambutnya dengan muka masam.

"Dari mana saja kalian? Lama sekali," tanya Nida.

"Dari kasur, baby besarku butuh olahraga pagi," Dira menjawab asal.

Nida melotot menatap Kin seperti mau memakan saja.

"Salahnya kamu, membuat Dira melupakan aku," Kin bicara santai.

"Kamu memang tidak bisa jauh sebentar saja?" tanya Nida,

"Mana bisa aku jauh dari Dira, aku bisa gila," jawab Kin.

Kin memeluk Dira bahkan mengecup bibir Dira sekilas di depan Nida.

"Kinnn..." Dira mencubit pinggang Kin,

"Awww... Sakit beb," Kin meringis,

"Kalian inih yah..." Nida geleng- geleng kepala melihat tingkah keduanya.

Setelah sarapan yang menyatu dengan makan siang selesai, mereka melihat gedung yang akan di pakai wedding Nida.

Dira dengan cekatan memberi arahan agar semuanya perfect.

"Tidak sia- sia punya kamu Ra, semuanya terlihat sempurna," ucap Nida kagum.

" Aku melakukan yang terbaik untukmu Nid," jawab Dira. Nida memeluk Dira.

"Kamu pulang ke tempatku aja Nid!" Dira khawatir jika Nida sendirian menjelang pestanya.

"Heyyy... aku ini udah tua, enggak bakalan hilang dan enggak bakalan macam- macam," kata Nida sambil tertawa lepas.

"Yakin enggak macam- macam?" Dira menaikkan satu alisnya menatap Nida tajam.

"Paling satu macam, berkeringat berang Daniel" jawab Nida.

"Buuuk," muka Nida di lempar boneka Dira yang kebetulan ada di mobil Kin, Nida nyengir sambil mengusap keningnya.

"Kin, jalan yuk! Antar Nida dulu yah!" Kin mengangguk dan menjalankan mobilnya menuju rumah Nida.

Nida melambaikan tangannya setelah keluar dari mobil.

"Makasih Kin, Dira... " ucap Nida.

"Sama- sama, istirahat yang cukup yah!" Dira mengingatkan, Nida mengangguk.

Mobil berhenti di parkiran Apartemen Kin, Kin memeluk Dira dari belakang setelah pintu tertutup.

"Kamu harus membayar waktu yang telah tersita," kata Kin di telinga Dira.

"Kiiin jangan membuat tanda di situ..." Dira berontak, namun sia- sia saja Kin tidak peduli bahkan makin sengaja.

Dira cemberut saat berdiri melihat tubuhnya di kaca, Kin memberi tanda hampir di seluruh tubuh Dira, kecuali muka, kaki dan tangan.

Kin keluar dari kamar mandi dan tersenyum menatap Dira.

"Kamu cantik beb," kata Kin tanpa dosa.

"Cantik bagaimana Kin, ini hampir seperti sakit cacar," wajah Dira memerah menahan kesal dan malu,

Mengingat baju pestanya untuk menghadiri acara Nida agak terbuka di bagian atasnya, membuat Dira frustasi.

"Sepertinya Lusa aku tidak bisa memakai gaunnya," keluh Nida, cemberut.

Kin tersenyum penuh dengan kemenangan, memang itu tujuannya, Kin tidak rela kalau Dira mamakai baju yang bagian atasnya terbuka, bisa- bisa dirinya mati menahan marah karena Kin yakin pandangan laki- laki akan tertuju pada Dira seperti sebelumnya.

"Aku lupa beb, Kita beli lagi yah!" Kin merayu agar Dira tidak marah, Dira pasrah dan mengangguk.

Kin sekali lagi tersenyum, Kin akan memastikan gaun yang akan di beli tertutup,

avataravatar
Next chapter