29 Aku memang mamamu

Sampai rumah, Dira membawa Kin kekamarnya. Setelah memastikan Kin tertidur  pulas, baru Dira masuk kekamarnya. Dira menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur dan berakhir mengacak- ngacak rambutnya.

'Kenapa aku lemah di hadapan Kin?' gumam Dira, 'kamu bodoh Dira...' kata Dira lagi.

Dira beranjak dari tempat tidur untuk membersihkan diri, selesai mandi, Dira mencoba memejamkan matanya agar tertidur.

Dira duduk di meja kerjanya dengan setumpuk dokumen, pintu ruangan di ketuk,

"Tok...tok...tok..." Dira tetap fokus kepada pekerjaannya, tapi tetap merespon ketukan pintu ruangannya,

"Masuk!" kata Dira. Pintu di dorong, ternyata Dwi yang datang,

"Siang manis..." Dwi tersenyum menatap Dira yang sedang serius,

"Mmm," hanya itu yang keluar dari mulut Dira,

"Makan siang dulu Dira!" Dira yang tau kebiasaan laki- laki di depannya yang kalau ngajak maksa, terpaksa menghentikan pekerjaannya,

"Ayo..." Dira dengan cepat mengandeng tangan Dwi, Dwi tersenyum bahagia.

Dira dan Dwi masuk ke dalam restoran dan saat mencari tempat yang sepi mata Dira tertuju pada salah satu tempat duduk yang menurutnya nyaman.

"Dwi, duduk di sana aja!" Dira menunjuk tempat yang langsung menghadap jendela. Dwi menganggukan kepalanya.

"Dira, lusa aku ke Belanda," Dwi menatap Dira berharap Dira akan ikut bersamanya,

"Apakah lama?" Dira terperangah sedikit terkejut,

"Apa kamu takut aku lama disana?" Dwi memicingkan matanya,

"Akh tidak...tidak...cuma kalau kamu di sini, aku tidak terlalu kesepian," Dwi memandang Dira dengan tatapan paling teduh yang belum pernah Dira lihat,

"Ikutah denganku, tidak akan lama!" Dira menatap Dwi,

"Bukankah kamu juga tahu aku punya tanggung jawab besar di sini?" kata Dira.

"Dedrick bisa menggantikanmu sebentar," Dira menggelengkan kepalanya,

"Dedrick semalam menjadi sasaran kemarahan Kin dan bodohnya aku lebih mengkhawatirkan Kin daripada Dedrick," Dira menundukan kepalanya.

"Kamu terlalu mencintainya..." Dira tersenyum kecut,

"Aku sudah mencoba menjauh berkali - kali tapi selalu berakhir bersama Kin lagi, membuat lukaku bertambah parah, membuatku semakin lemah,"

"Aku mengerti..." jawab Dwi.

Keduanya selesai makan, lalu kembali ke kantor, di ruangan Dira sudah ada Kin yang sedang duduk di sofa.

"Darimana?" Kin menatap Dira tajam,

"Habis makan siang dengan Dwi," jawab Dira jujur,

"Aku tidak suka kamu pergi dengan laki- laki lain," Suara Kin meninggi,

"Aku juga tidak sembarangan pergi dengan asal laki- laki, lagian aku menjaga batas, tidak sepertimu dengan Lena," Kata- kata Dira berhasil mencubit hati Kin.

Dira duduk di kursinya dan kembali bekerja mengabaikan Kin, Kin yang merasa di abaikan semakin marah lalu mendekat dan mengangkat dagu Dira, tanpa ampun Kin mencium kasar bibir Dira.

"Kamu egois Kin..." hanya itu yang keluar dari mulut Dira, Kin mundur,

"Okey mulai sekarang aku tidak akan pernah peduli tentangmu..." Kin pergi meninggalkan Dira yang berakhir menangis sendirian.

'Kalau ini yang terbaik, terutama untukmu, aku akan menjalaninya,' Dira menatap kepergian Kin.

Pulang kerja Dira mampir ke Apartemennya Dedrick, dengan membawa buah- buahan untuknya, Dira menekan bell dan tidak lama Dedrick membuka pintu,

"Dira..." Dedrick terkejut dengan kehadiran Dira, Dira tersenyum,

"Boleh masuk?" tanya Dira. Dedrick segera melebarkan pintunya,

"Tentu saja boleh," Dira masuk dan duduk di sofa.

Dedrick mengambil dua kaleng minuman dan duduk di samping Dira, Dira menatap wajah Dedrick yang masih jelas memar,

"Ma'af wajah tampanmu ternoda..." Dira langsung menutup mulutnya, Dedrick tertawa ... membuat pipi Dira merona, Dira memalingkan mukanya lalu mengambil salep untuk memar,

"Aku obatin ya!" Dira mendekatkan wajahnya ke wajah Dedrick, Dedrick sempat meringis karena salepnya mengenai bibir yang pecah, membuat Dira reflek meniup pelan, kini wajah Dedrick yang merona dan tubuhnya otomatis memanas.

Dira yang menyadari reaksi tubuh Dedrick, dengan cepat menjauhkan wajahnya dan menunduk. Tapi teringat Kin beberapa kali memukul tubuh Dedrick membuat Dira bertanya lagi.

"Tubuhmu?" Dira terlihat khawatir,

"Tidak apa- apa hanya pegal- pegal," jawab Dedrick agar Dira tidak khawatir,

Dira menatap tajam Dedrick, "Buka bajumu?" Dedrick melotot, "Buka bajumu! Aku tidak akan memperkosamu," Sontak Dedrick tertawa, dengan pasrah Dedrick membuka kaosnya, dan benar saja dibeberapa titik terlihat lebam,

Dira langsung menghubungi Dokter Tedi, tidak lama Dokter Tedi datang dan memeriksa Dedrick, lalu memberikan obat,

"Dokter yakin tidak ada luka dalam?" Dira sangat cemas,

"Kalau  yang aku lihat sih hanya lebam saja, memang kenapa?" Tedi bertanya heran melihat Dira dengan pria lain tampan pula.

"Ini semua ulah Kin," Tedi mengangguk mengerti, karena tahu kelakuan teman sekaligus bosnya yang sedikit tempramen,

"Aku pamit," Tedi keluar dan melambaikan tangannya dan di balas oleh Dira.

Dira berbalik dan mengoles lebam Dedrick yang ada di tubuhnya,

"Sudah makan?" Dedrick menggelengkan kepalanya, Dira langsung kedapur dan melihat bahan makanan yang ada di kulkas, Dira membuat sup,

"Ded, makan!" Dedrick bangun dan duduk di kursi,

"Kenapa sup?" tanya Dedrick, Dira menatap Dedrick,

"Aku yakin kamu tidak bisa mengunyah dengan baik," Dedrick mengerti dan makan dengan lahap, setelah makan, Dira memberikan obat untuk Dedrick,

"Makasih ..." Dira tersenyum dan membersihkan dapur Dedrick seperti semula.

"Aku pulang, besok kalau susah mengoleskan obat di tubuhmu, hubungin aku aja! Biar aku olesin," Dedrick mengangguk,

Dira menghentikan mobilnya di halaman rumah dan terkejut mendapati mobil Maya ada di rumah.

"Kin, mungkin wijaya tidak pernah mengenalkan sosok Mama kepadamu, tapi aku memang Mamamu..." Dira membeku seketika,

"Mama dan papa melakukan kesalahan yang sama, Mama mempunyai Ezza dan papamu..."

"Papa menghasilkan Dira ... wanita yang sampai saat ini aku cintai,"  Maya melotot,

"Dira adalah anak Wijaya?" Kin mengangguk,

"Ya, seketika semuanya hancur, aku berkali- kali mencoba melepaskannya tapi tidak bisa," Kin setengah berteriak.

Dira terisak, dan terdengar oleh Maya juga Kin, seketika keduanya menoleh kearah Dira.

"Dira..." Dira menatap Maya dengan penuh linangan air mata.

"Setelah Mama tau aku adalah anak hasil perselingkuhan Wijaya, apa Mama akan menilaiku sama? Ataukah akan membenciku?" tanya Dira menatap Maya, segera ingin tau jawabannya.

Maya langsung mendekat dan memeluk Dira, "Kamu adalah korban sayang, ma'afkan orangtuamu! kami semua salah," Maya tetap bersikap lembut kepada Dira.

"Semuanya telah hancur sampai dasar Mam, aku tidak tau apakah masih bisa di obati atau tidak," Dira melepaskan pelukan Maya dan berlari ke kamarnya.

Dira menangis sampai puas kemudian tertidur karena lelah. Paginya Dira masih di kamar dengan pakaian kemarin masih menempel di tubuhnya, kepalanya sangat sakit jadi, Dira memutuskan untuk ke

kantor agak siang.

Jam sepuluh pagi Dira baru keluar dari kamar mandi dan menggigil, segera di pakainya dress yang di padukan dengan blazer lebih tebal, Dira keluar dari kamar melihat Lena dan Kin sedang sarapan, Dira melewatinya tanpa mengatakan apapun,

Mobil Dira menuju Apartemen Dedrick, karena janjinya pada Dedrick, Dedrick membukaan pintu setelah Dira menekan bell,

"Aku sudah baik, kamu tidak perlu repot- repot," Dedrick menunjukan pipinya yang memang sudah mulai samar memarnya.

"Ya sudah, aku ke kantor kalau begitu kebetulan pekerjaanku lagi banyak, Dwi mau ke Belanda jadi pekerjaanku dobel," wajah Dira nampak lesu.

"Nanti aku bantu," Dira memaksa tersenyum,

"Cepat baik, bye..." Dira keluar dari Apartemen Dedrick dan mengendarai mobilnya sampai kantor,

'Aish tubuhku makin menggigil...' gumam Dira, Dira langsung masuk ke ruang istirahatnya, mengambil obat dan langsung meminumnya. Keringat dingin keluar membasahi tubuhnya dan Dira berakhir ambruk di tempat tidur,

disaat Dira membuka matanya, Dira terkejut ada asistennya dan Tedi di hadapannya,

"Ada apa?" Dira bertanya dengan suara lemah, Tedi menolak pinggang dan menatap tajam Dira,

"Nanya ada apa, kami sudah tiga jam membangunkanmu, sebentar lagi ambulance datang membawamu untuk perawatan lanjutan di rumah sakit,"

"Tidak usah, aku baik," jawab Dira, "Batalkan Ambulancenya!" Dira menatap asistennya, Asisten Dira mengangguk tidak berdaya.

"Tubuhmu lemah Dira," Tedi terlihat cemas,

"Aku hanya butuh istirahat," jawab Dira,

"Baiklah aku pergi..." Dira mengangguk,

"Terimakasih..."

"Sama- sama," Tedi melambaikan tangannya,

Dira bangun dan mengganti bajunya, tapi dengan blazer yang sama. merapikan rambutnya lalu kembali bekerja.

Asisten Dira menggeleng- gelengkan kepalanya, dan Dira juga menemui dua kliennya tanpa terlihat sakit,

Perusahaan Dira dengan cepat berkembang pesat, di tangan Dira perusahaannya tidak kalah dengan perusahaan- perusahaan lain.

Dira merenggangkan ototnya yang kaku, setelah melewati hari yang panjang dan melelahkan selesai.

"Mau saya antar pulangnya bu?" Dela menawarkan jasanya kepada Dira namun di tolak oleh Dira,

"Saya nyetir sendiri saja, terimakasih," Dela terlihat khawatir, "Saya bukan anak kecil..." lanjut Dira, Dela menunduk dan keluar dari ruangan Dira,

Dira kembali mengemudi sendiri walaupun di jalan sempat berhenti untuk mengeluarkan isi perutnya, sampai di rumah suasana sepi Dira langsung kekamarnya dan ambruk,

Sementara Kin pulang larut malam dan langsung beristirahat, sedikit heran kenapa kamar Dira gelap, tetapi Kin tidak mengeceknya melainkan mandi dan tidur.

Pagi- pagi ponsel Kin berdering, melihat Tedi yang menghubungi, Kin mengabaikannya, lalu tertidur kembali. Kin bangun setelah 2 jam kemudian, lalu siap- siap berangkat kerja. Kemudian pulang di malam hari lagi dan baru menyadari di kamar Dira ada beberapa orang sedang mengobrol, terlihat Dedrick, Dwi dan Tedi yang sedang memasang infus di tangan Dira,

"Apa yang terjadi?" tanya Kin. Tedi terlihat marah menatap Kin,

"Aku tadi pagi- pagi menghubungimu karena semalam Dira pingsan di kantor selama tiga jam tidak sadar, sempat mau ku bawa ke rumah sakit setelah sadar, namun Dira menolak. Dela yang mau mengantar pulang juga di tolaknya," kata Tedi menjawab pertanyaan Kin dengan nada kesal.

"Kalau kau memang tidak peduli, akan aku jaga Dira dengan senang hati, walaupun kamu tidak peduli sebagai pasangan, setidaknya tanggung jawab sebagai kakak," Dedrick ikut bicara. Dedrick terlihat geram.

Kin terdiam membeku menatap Dira yang sangat pucat, "Bahkan Dira memakai baju semalam, sangat menyedihkan." Tedi menyindir Kin lagi.

"Aku salah," Kin mendekat kearah Dira lalu memeluknya, "Ma'af..." lirihnya,

"Dia dehidrasi dan demam tinggi tolong jaga sampai demamnya turun! kalau kamu tidak mau biar Dedrick, Dwi ataupun aku yang jaga tidak masalah," Kata Tedi panjang lebar.

Kin menggeleng, "Aku saja,"

avataravatar
Next chapter