"Feelings are another matter. But to protect you, I want what you want."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
PAGI pukul 9, Paing Takhon terbangun karena suara ponsel yang berdering. Dia menyongsong matahari setelah meremot tirai dinding kaca kamar. Lalu duduk perlahan. "Hm, halo?" katanya dengan suara serak.
"Brengsek, Takhon. Mumpung libur kau mengabaikan teleponku sampai tujuh kali, ya? Padahal aku susah payah mencarikan adikmu dekor paling bagus nantinya," maki Luhiang di seberang sana.
Paing pun terkekeh, lalu bertanya pelan. "Gaunnya bagaimana? Sudah jadi? Aku pesan di tempatmu hitung-hitung sebagai promosi. Biar para tamu penasaran semua, oh ... seorang Yuzu Takhon menikah dengan hasil desain dari Esme Rosexury. Bukankah itu menguntungkan? Pastikan gaun itu benar-benar seperti tuan puteri."
"Iya, iya. Pak presdir. Babumu ini paham, sepaham-pahamnya," kata Luhiang. Meskipun sama-sama eksekutif, dia sebenarnya tak keberatan merendah di depan Paing. Tapi suka merusuh saja. Toh Paing sering memberikan banyak keuntungan untuknya. Sekalian saja jadi sasaran kesal. Mumpung orangnya kebal dimaki. "Kalau bisa, saat pernikahanmu sendiri, gandeng namaku lagi nanti. Akan kupastikan kau paling tampan sedunia, dan calonmu dapat gaun yang sesuai. Eh--itu pun kalau wanita, ya. Siapa tahu Omega manismu terjaring. Ha ha ha. Akan ku-puk-puk dari ujung rambut sampai ujung kakinya--"
DEG
"Luhiang, enough," kata Paing mendadak risih. "Kembali ke pembahasan. Tadi kau menelponku memang ada apa? Membicarakan gedung dan gaun? Setelah itu?"
Luhiang pun tertawa keras. Dia makin senang menggodai Paing Takhon, meskipun kabar Tuan Fang mencalonkan Bie Hsu dengan Paing masih gencar di kantor. Baginya, Paing yang bertahun-tahun cuti romansa itu menarik, apalagi sempat trauma setelah ditinggal mati pacarnya-- Apa-apaan? Gas saja lah Takhon! Kau ini bikin kehidupan kurang seru! Setidaknya menurut Luhiang.
"Hm, jadi semua sudah fix rupanya, bagus," puji Paing. "Kalau begitu kututup teleponnya."
"Okeee. Selamat tidur lagi, Zheyeng. Akan kuhantui kau kalau ada apa-apa nanti," kata Luhiang sambil terkikik.
"Ck, kerja yang benar Luhiang. Sampai jumpa."
Tuuuuuutss ....
Blukh!
Setelah sambungan terputus, Paing pun membanting ponsel dan dirinya sendiri. Diantara selimut yang berantakan, Alpha itu menatap langit-langit kamar. Terpekur. Lalu memaki "Fuck!" kepada diri sendiri.
"Dasar buntalan hormon. Lama-lama kukebiri kau dan jadilah biksu saja," kata Paing saat turun dari ranjang terburu-buru. Dia masuk ke kamar mandi dan solo menghadap dinding. Air shower tak berhenti mengguyur kepala. Pusing sekali, sungguh. Dia lelah karena lupa kapan terakhir begitu. Bahkan suppressant dosis tinggi saja hanya betah dua puluh menit. Namun, dia tak mau sembarangan menelan obat, karena semuanya harus ditakar.
Kadang, Paing bingung meski sadar dirinya dokter terverifikasi. Seperti saat kesehatan turun, dia bisa mengecek kondisi diri sendiri di ruang praktik. Tanpa bantuan. Menakar obat juga mandiri. Mengecek detak jantung, tensi darah, dan lain-lain. Jarang sekali dia sampai terjatuh. Setahun, mungkin bisa dihitung berapa kali dia sakit. Itu pun tak ada yang parah.
Hal-hal yang membuat Paing kadang berpikir, dia tak butuh siapa pun, kecuali keluarga, teman dan rekan kerja saja. Lagipula 7 tahun itu tak sebentar. Setelah merasakan pengalaman ditinggalkan Fay Aaron, Paing malah begitu damai. Berhadapan dengan Bie Hsu saja, dia merasa ... "Oh, bagus juga untuk teman hidup. Dia menarik, dan cukup humoris." Tapi tidak lebih dari itu.
Beda dengan Apo Nattawin. Melihatnya tertekan saja Paing ingin menggampari orang, apalagi saat dia menangis. Keluhannya bisa merasuk dalam kepala terdalam. Dan itu sangat membebani hati.
"Maaf, tapi ... Phi mungkin bukan orang yang berhak tahu."
"...."
"No ... tidak mau ... aku ini tak boleh menyukaimu ... Oh, Tuhan. Phi sollte wissen, dass ich verwirrt bin? Mach es nicht schlimmer."
"Aku benar-benar ingin melakukan sesuatu untukmu," gumam Paing pelan. Setelah mematikan shower, lelaki itu pun mengadu kening ke dinding. "Tapi tolong beritahu jalan mana yang boleh kulalui, Apo. Kau membuatnya semakin sulit."
Dulu, Fay Aaron pergi karena sisi keras kepala ayah angkatnya. Dia merasakan banyak pukulan serta narkoba. Juga tertekan karena gagal dalam proses rehabilitasi. Akhirnya, sang kekasih overdosis di dalam kamar, padahal sehari sebelumnya menelepon kalau semua baik-baik saja.
Kalau saja saat itu Paing peka dengan suara tawa sakitnya, mungkin Fay sekarang masih tersenyum lebar. Sang Omega pasti lulus bersamanya dari Oxford, menggandeng tangannya untuk liburan di Regio di Calabria. Dan katanya ingin staycation di sana. Namun, sosok itu kini hanya hadir di mimpinya sesekali. Tersenyum, menangis, tapi kemudian berlari menjauh.
Dia benar-benar sudah pergi, meninggalkan bekas yang teramat dalam, dan memaksanya untuk sembuh dalam waktu lama.
Dari rasa tidak bisa memiliki, terlambat untuk menyadari, dan Paing tidak mau merasakan yang kedua kali.
Paing baru saja lepas dari masa-masa itu, tolonglah. Bagaimana jika Apo memberikan hal yang sama? Omega itu ragu dengan banyak hal. Dia sakit, dan ingin pergi, tapi nyatanya masih di tempat. Namun, Paing tidak mau menyalahkan perannya sebagai ibu. Karena itu, meski matanya menyimpan api, Paing mau tahu sebenarnya Apo menginginkan apa.
Kebahagiaan yang sebenarnya? Atau bertahan di dalam cangkang jelek sebagai mutiara. (**)
Apapun itu. Paing sangat menghormati pemikiran Apo Nattawin. Sejak dulu, dia percaya Apo memiliki pikiran sama warasnya. Namun, setelah lama tidak bertemu, bisa jadi seseorang berubah. Bagaimana pun perasaan Apo kepada suaminya bukan candaan, karena sosok seperti dia mau bertahan. Apakah akan tetap begitu? Paing tidak mau merusak hubungan baik diantara mereka, dan keluarganya hanya karena tindakan gegabah.
CKLEK
"Hah ...." Karena itulah, setelah keluar dari kamar mandinya. Paing pun merasa kosong. Dia mati rasa ketika jam menunjukkan pukul 10 lebih, pertanda dia cukup lama menenangkan diri di dalam sana.
Rambutnya basah, badannya basah. Dan dia masih dalam kondisi begitu saat ponselnya berdering.
"Siapa?" gumam Paing saat menghampiri benda tersebut. Rasa dingin air di badannya merasuk ke organ, apalagi dia belum sarapan. Butuh waktu hingga Alpha itu sadar total nama siapa yang tertera di layar, dan dirinya langsung terkesiap.
DEG
[Oma Miri]
___ Calling ....
Paing pun memandangi permintaan panggilan itu hingga berhenti. Tapi ternyata Miri menelpon dua kali lagi. Ada apa?
"Halo, ya Oma?" kata Paing setelah mengangkat telepon.
Suara Miri terdengar sesak di seberang sana. "H-Halo, Nak. Bisa ... bisa tolong bertemu sebentar? Apa hari ini kau masih kerja? Oma ada permintaan padamu." Wanita itu sepertinya baru menangis. Dan sekarang malah ada rintihan bayi juga di pelukannya.
DEG
Tanpa sadar, genggaman tangan Paing pun mengerat pada ponselnya. "Tentu, Oma. Bisa. Hari ini aku ada di rumah. Jadi--"
"OEEEEE!! OEEEEEEE!! OEEEEE!!"
Tiba-tiba bayi itu menjerit kencang. Suaranya menginterupsi obrolan. Dan Miri pun melipur. "Ssst, sssst, sssst." Lalu disusul fakta yang mengejutkan. "Ya ampun, Er Sayang. Cup-cup. Nanti Papa pasti pulang lagi. Jangan menangis, cucuku. Kau akan bertemu lagi dengan saudaramu."
Berpisah kenapa memangnya? Semula Paing pun berpikir begitu, tapi tidak lagi setelah mendengarkan keributan lain di sana. Miri yang menangis bersama Blau Er. Para babysitter yang kewalahan, meski hanya mengurus satu. Sementara yang lain ribut membuat susu serta menyiapkan popok baru.
Ya, tapi sambil memaki-maki. Tentang perilaku kepala keluarga Romsaithong yang langsung merebut dua. Padahal tujuan awal hanya ingin mengunjungi cucu. Dia dan istri menangkap basah pertengkaran diantara Mile dan Apo. Sementara Apo syok karena kondisi keluarganya diketahui.
Omega itu baru keluar kamar dalam kondisi yang berantakan. Dan seketika panik karena takut tiga bayinya diambil.
Akhirnya mereka pun berdebat hebat. Sayang, Apo sendirian di ruang itu. Dia hanya dibantu beberapa babysitter serta pelayan. Dan rasa down membuatnya mudah jatuh berlutut di depan Songkit. Sang mertua sepertinya salah paham cukup parah. Apalagi Apo baru mencekik Mile hingga pingsan (Ya, walau lelaki itu hanya melihat situasi cukup jauh dari pintu kamar yang terbuka).
Intinya, Nathanee tetap dimarahi suaminya meski menangis. Lalu dipaksa membawa Kaylee saat Songkit menggendong Edsel. Alpha dominan itu uring-uringan saat turun ke bawah, apalagi batalion babysitter benar-benar lumayan keparat.
Mereka yang beta dan kebal feromon, sekuat tenaga membela Apo walau hanya bisa merebut Blau Er. Semuanya bahkan melempari Songkit dengan barang terdekat. Lalu menenangkan Apo dari kelumpuhan sesaat. Namun, mungkin karena terlalu stress--Apo pun kabur dari rumah setelah itu. Dia pergi. Dengan mesin mobil yang menggeram keras, tapi sempat menelpon Miri sambil menangis.
Miri pun mengecek rumah cucunya untuk mengambil Blau Er. Dia mengamankan baby tersebut, membawa serta babysitter-nya, dan meninggalkannya kosong melompong.
Hanya Mile pingsan, pelayan, bodyguard yang menjaga sekitar rumah, dan satpam lah yang masih tersisa. Rumah itu langsung sepi tanpa tangisan bayi, sementara Miri stress sendiri. Dia bingung karena tak ada bodyguard yang menemukan Apo, padahal mereka sudah menyebar.
"HALAH! CERAI SAJA! BRENGSEK!"
Apalagi Miri kepikiran omongan Songkit. Besannya itu memang mengerikan jika sudah marah, bahkan mengungkit-ungkit masalah lama. Tentang perusahaan mereka yang sempat sengketa. Yang katanya usaha Mile tidak dihargai. Dan lebih banyak macam-macam lainnya.
Singkatnya, semua hancur. Miri pun ingin meminta bantuan kepada Paing karena dari Romsaithong ditarik langsung. Bahkan wanita itu bilang akan memburunya hari ini asal Paing bisa.
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
"Tunggu sebentar, Oma. Tapi aku--"
Bohong kalau Paing tidak ikut gentar dengan kabar yang dia dengar. Sang Alpha tidak tahu konfliknya terlampau besar. Sampai-sampai sebegininya.
"Tolong, Nak. Kami pasti membalas bantuanmu tahun depan. Aku yakin kondisi kami akan membaik, asal dapat waktu lebih saja."
Paing pun duduk dulu untuk menenangkan diri. Lalu mengangguk pelan. "Baik, baik. Bisa. Nanti akan saya atur bagaimananya," katanya. "Tapi, kalau soal bertemu kemungkinan malam? Setelah ini saya akan cek beberapa hal dahulu."
"Ah, iya. Terima kasih ...." kata Miri. Wanita itu pun berdiskusi dengan Paing terkait waktu dan tempat, tapi sang Alpha lebih banyak mendengarkan. Dia sempat mondar-mandir sesaat karena kalut. Bahkan membuka pintu balkon untuk dapatkan udara segar.
CKLEK
BRRRRRMMMMMMMM!!
Namun, suara kenop pintu ternyata kalah riuh dengan deruman mobil di halaman rumahnya.
DEG
Paing pun refleks menjauhkan ponsel dari telinga. Alpha itu menatap Audi R8 V10 terbuka. Menampakkan Omega manis berwajah terluka yang menatap dengan genangan air mata.
(**) Maksud "Di dalam cangkang jelek seperti mutiara" itu merujuk ke proses pembuatan mutiara asli. Benda ini memang berkilau di dalam sana. Padahal sebenarnya hasil dari endapan kotoran yang mengkristal selama bertahun-tahun. Dan itu menyakiti si mutiara.