webnovel

1. THE FLOWER WHO BLOOMS IN GU VILLAGE

"Liu Yan Hua! Si anak haram! Hahahaha!"

Anak yang dipanggil Liu Yan Hua itu menatap tajam kepada anak lelaki yang memanggilnya 'anak haram'. Usia anak yang dipanggil Yan Hua itu kurang lebih 7 tahun dengan perawakan yang mungil. Rambutnya diikat ke atas dan pakaiannya pun ringkas, seperti anak lelaki pada umumnya. Alisnya tebal dan matanya bening seperti kristal, hanya saja sebagian wajahnya yang lain ditutupi oleh 'cadar'.

Sungguh hari yang sial, pikirnya. Ia baru saja duduk istirahat setelah berlatih bela diri seharian dan kini seorang anak laki-laki berkepala gundul dengan dua bocah lain mengejeknya, membuat amarahnya memuncak. Tapi ia tetap menjaga ekspresinya sedatar dan setenang mungkin, lalu berkata,

"Pan Li! Siapa yang kau maksud sebagai anak haram?"

Anak laki-laki yang di panggil Pan Li tadi setidaknya berusia 12 tahun. Penampilannya sendiri menunjukkan bahwa ia bukan seorang dari keluarga biasa. Pakaiannya terbuat dari sutra, meskipun bukan sutra dengan kualitas yang tinggi namun tetap saja hal tersebut menunjukkan kelas sosial yang jauh diatas Liu Yan Hua yang pakaiannya hanya terbuat dari katun biasa.

Di kanan-kiri Pan Li terdapat dua bocah dengan pakaian dari katun murahan, menunjukkan bahwa dua bocah itu memiliki kedudukan yang terendah diantara mereka berempat, seorang pelayan.

"LIU. YAN. HUA." Jawab Pan Li sembari mendorong pelan bahu Yan Hua dengan tangan kanannya.

Yan Hua tertawa dingin, "Kurasa menjadi anak dari seorang selir yang dikucilkan juga tidak semulia itu."

"K-KAU! KAU TIDAK HANYA MENGHINAKU TETAPI JUGA BERANI MENGHINA IBUKU?!"

Begitu kalimat tersebut selesai diucapkan, sebuah pukulan melesat ke dada Yan Hua dengan cepat.

Hmph! Sayangnya Yan Hua bukan seorang yang bodoh. Sebelum pukulan tersebut mengenai dadanya, ia segera berkelit dengan lincah lalu memberikan dua buah tamparan pada pipi kanan dan kiri Pan Li.

Plak-Plok! Bunyi tersebut pun tak ayal menimbulkan tanda bekas telapak tangan berwarna merah pada kedua pipinya. Ia jatuh terduduk sembari memegangi kedua pipinya yang terasa sakit bukan main setelah digaplok oleh Yan Hua.

Tidak pernah sedikitpun terbayangkan olehnya bahwa tamparan yang dilakukan oleh anak dengan perawakan yang mungil itu dapat membuatnya jatuh terduduk!

Melihat tuan mudanya yang jatuh terduduk akibat dua tamparan dari Yan Hua membuat nyali mereka menjadi ciut. Tuan muda mereka saja yang telah belajar bela diri sejak usia 6 tahun mampu dikalahkan begitu saja oleh Yan Hua, apalagi mereka yang sama sekali tidak bisa bela diri. Sehingga mereka pun tidak berani membantu tuan muda mereka dan hanya membantunya untuk berdiri.

"Kau berani memukulku! Baik! Lihat saja! Aku akan membuat seluruh keluargamu tidak akan pernah bisa menginjakkan kakimu di sini lagi!" Kata Pan Li sembari menunjuk Yan Hua dengan gusar.

Yan Hua tidak mempedulikan ancaman Pan Li dan berjalan pergi dengan santai, meninggalkan Pan Li yang menjerit-jerit penuh amarah.

.....

"Ibu, Hua'er sudah pulang." Kata anak itu begitu ia sampai di rumah.

Ia tertawa kecil kemudian meletakkan kedua tangannya diperut sembari membungkukkan tubuhnya sedikit, suatu tindakan untuk memberi salam.

Wanita yang dipanggil ibu oleh Yan Hua itu sendiri berusia kurang lebih dari 27 tahun. Penampilannya sederhana seperti orang desa pada umumnya dengan pakaian dari katun dengan dandanan serta hiasan rambut yang sederhana. Hanya saja tindak-tanduk dan cara berbicaranya jelas menunjukkan bahwa ia bukan merupakan seorang yang tidak berpendidikan.

Ia tersenyum lembut sembari membelai kepala Yan Hua lalu berkata, "Hua'er... Kemana saja kamu seharian? Ibu mencarimu kemana-mana tadi."

Anak itu tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian yang ia alami tadi, "Maafkan Hua'er ibu. Hua'er tadi bertemu dengan anjing gila yang mencoba menggigit Hua'er."

Ibunya mengerutkan kedua alisnya, bingung. "Anjing gila? Setahu ibu, di desa ini hanya Keluarga Lao yang memelihara anjing dan anjing mereka tidaklah gila..."

Yan Hua tertawa lagi mendengar kata-kata ibunya. Ia pun berkata, "Ibu tidak tahu kalau Keluarga Pan juga memelihara anjing berkepala botak dan gila. Mereka menamainya Li. Keluarga Pan bahkan sangat murah hati karena juga memberikan nama keluarga kepada anjing tersebut."

Wanita itu terdiam, berusaha mencerna perkataan putrinya. Nama 'anjing gila' tersebut Li dengan nama keluarga Pan. Tunggu dulu, bukankah itu berarti Pan Li?

Ia tersentak kemudian berkata dengan lirih, "Hua'er jangan begitu! Bagaimanapun Pan Li merupakan anak dari Pan Yu yang merupakan kepala desa ini. Bagaimana jika kita terkena masalah."

Yan Hua merengut, "Hua'er hanya memberikan pelajaran bagi bocah sombong itu! Hanya karena ia anak dari kepala desa bukan berarti ia bisa menghina keluarga Liu begitu saja!"

Ibunya hanya bisa pasrah, ia tahu bahwa putrinya ini sangatlah keras kepala.

"Sudahlah, selama kamu tidak apa-apa. Tidakkah kamu lelah setelah bermain seharian dengan pedang kayumu itu? Mandilah terlebih dulu kemudian kita akan bersantap bersama."

Yan Hua pun tertawa kecil sembari meletakkan pedang kayu kesayangannya itu. Sepintas lalu, tidak ada yang istimewa dengan pedang tersebut, kecuali sebuah ukiran bunga pada pangkal dari pedang tersebut yang menunjukkan nama pemiliknya, Hua yang berarti juga bunga.

.....

Hari-hari Yan Hua berjalan seperti biasa. Ia akan berlatih bela diri dari pagi dan baru akan pulang saat jam makan siang. Hari itu Yan Hua sedang berjalan pulang ketika ia melihat pemandangan yang membuatnya gusar bukan kepalang.

Ibunya sedang di seret secara paksa oleh beberapa orang pria yang tidak dikenal di hadapan publik.

"Hentikan! Berani-beraninya kalian memperlakukannya seperti ini" Bentaknya dengan keras.

Para pengawal tersebut hanya mendengus kesal setelah melihat bahwa yang membentak mereka tadi hanya seorang bocah ingusan.

"Minggir kau bocah!" Bentak salah seorang diantara mereka secara kasar.

Yan Hua yang tidak terima bahwa ibunya diperlakukan seperti itu pun segera melempar tinju ke salah seorang diantara mereka. Namun apa daya, para pengawal tersebut terlalu kuat bagi bocah berusia 7 tahunan.

Yan Hua pun jatuh terguling setelah mendapatkan sebuah pukulan keras pada punggungnya.

Ia memandang sekelilingnya, tidak ada seorangpun dari ratusan orang yang berdiri di sana yang berniat untuk membantunya. Ia menatap satu-satu dari mereka.

Cao Gu yang pernah di tolong ibunya saat ia hampir mati digigit ular.

Lin Si yang pernah dibantunya saat ia di bully oleh anak-anak lain.

Gu Heng yang pernah dipinjami uang oleh keluarganya saat ia terlilit hutang.

Tapi lihatlah, tidak ada satupun orang yang mau menolong mereka saat mereka kesulitan. Yan Hua menatap mereka penuh kebencian. Manusia-manusia menjijikkan, makinya dalam hati.

Saat itu pula seseorang bersuara. "Cukup." Katanya kepada para pengawal tadi.

Yan Hua mendongakkan kepalanya, menemukan seorang laki-laki paruh baya ditemani dengan seorang bocah laki-laki berkepala gundul sedang menatapnya bengis.

"Pan Li!" Lirih Yan Hua geram.

"Hmph! Sungguh bocah yang kurang ajar! Berani sekali kau melukai putra kesayangan keluarga Pan!" Kata pria tua itu bengis.

Yan Hua meludah, "Puih! Apa sih artinya keluarga Pan! Bahkan biarpun Kaisar, siapapun yang menghina keluarga Liu akan kuberi pelajaran!"

Plok! Pan Yu menampar wajah Yan Hua lalu sembari tersenyum sinis berkata, "Baik! Pengawal bunuh mereka lalu penggal kepalanya agar dapat ku jadikan hiasan di rumahku! Kemudian berikan tubuh mereka untuk serigala-serigala di hutan yang kelaparan!"

Ibu Yan Hua terkejut setengah mati mendengar perintah dari Pan Yu. Hidup dan mati sendiri bukanlah masalah besar baginya yang sudah tua tapi tidak untuk Yan Hua, baginya Yan Hua bahkan lebih berharga dari hidupnya sendiri. Bagaimana mungkin ia akan membiarkan hidup Yan Hua berakhir begitu saja.

"Jangan! Tuan Pan Yu, saya mohon jangan sakiti Yan Hua. Saya akan melakukan apa saja asal anda tidak menyakiti Yan Hua. Jika anda ingin saya berlutut, saya akan berlutut. Jika anda ingin saya pergi, saya akan pergi. Mohon ampuni nyawa kami yang tidak berharga." Katanya sembari menangis. Ia berlutut dan bersujud berkali-kali.

"Madam Qin Mei! Selama ini saya sudah bersikap baik dengan membiarkan kalian tinggal di desa. Tapi lihat perbuatan anakmu yang baik ini!"

Melihat ayahnya yang telah mempermalukan keluarga Liu membuatnya merasa puas,

"Ayah, Li'er hanya ingin Yan Hua minta maaf kepada Li'er dengan begitu baru Li'er bisa memaafkan mereka." Katanya sembari memasang wajah memelas, seolah-olah ialah korban dari semua peristiwa ini.

"Tidak masalah... Hua'er cepatlah minta maaf kepada tuan muda Pan Li." Kata Madam Qin Mei kepada Yan Hua yang hanya dibalas dengan penolakan keras dari Yan Hua.

"Baik, jika kamu ingin melihat ibu mati di sini!" Bentak Madam Qin Mei. Ia paham betul tentang betapa keras kepala putrinya ini, bahwa Yan Hua tidak akan pernah mau meminta maaf kepada orang yang dibencinya.

Yan Hua terpaku, ia menghadapi dilema yang besar. Disatu sisi, ibunya adalah segalanya. Di sisi yang lain, ia tidak ingin meminta maaf kepada Pan Li setelah semua penghinaan yang telah ia terima.

Yan Hua pun menetapkan hatinya. " Liu Yan Hua meminta maaf kepada Keluarga Pan, terutama... terutama kepada tuan muda Pan Li."

Baginya ibunya adalah segala yang ia miliki dan ia tidak ingin kehilangan ibunya hanya akibat sifatnya yang keras kepala.

Tapi rupanya Pan Li belum puas dengan permohonan maaf Yan Hua sehingga ia kembali berkata dengan angkuh, "Berlututlah!"

Yan Hua menggertakkan giginya dan mengepalkan tangannya lalu berlutut. Apa daya ia hanya dapat mentaati perintah mereka, demi ibunya.

Pan Li tersenyum puas lalu berkata pada ayahnya, "Sudahlah ayah, sebaiknya kita maafkan saja mereka."

Hmph! Pan Yu pun mengajak putra kesayangannya pulang ke kediaman mereka dan menyudahi urusan tersebut. Mereka berpikir bahwa penghinaan bagi Keluarga Liu di depan publik sudah lebih cukup bagi mereka sebagai kompensasi atas hal yang terjadi pada Pan Li.

Sedangkan Yan Hua sendiri masih berlutut di tempat yang sama dengan ibunya yang menangis sedih sembari memeluknya.

Yan Hua mendongak menatap langit, dan saat itu pula sinar matanya memancarkan suatu tekad yang bulat serta kebencian yang mendalam, suatu sinar mata yang tidak akan pernah dimiliki oleh anak seusianya.

"Mata dibalas mata, gigi dibalas gigi, dan darah harus dibalas dengan darah."

Hatinya menjerit dan sinar matanya yang tajam menantang dunia, membuat siapapun yang melihatnya akan bergidik ngeri.

Halo semuanya, pertama aku ucapkan banyak banyak terimakasih karena udah baca ceritaku. Jadi ini cerita pertama yang aku publish. Aku harap banyak kritik dan saran dari kalian demi kemajuan penulisanku :)

Have a nice day.

littleheavencreators' thoughts
Next chapter