1 Pembajakan

Namanya Gio Ramadhani Biasa ku panggil Dhani. Teman satu sekolah yang selalu eksis di dunia hiburan bidang kabaret dan teater. Orangnya supel, baik, kocak dan terkesan pecicilan. Sifat kocaknya itu yang aku suka darinya, satu tahun ini tanpa dia sadari.

Seusai kelas Dhani enggak pernah absen latihan kabaret. Pentas dari panggung ke panggung, mulai dari pementasan di sekolah-sekolah, kampus-kampus bahkan tampil di hotel berbintang. Enggak pernah ada kata lelah ataupun mengeluh menjalaninya. Bahkan dengan penuh tawa dia berujar "Gw pengen jadi pemain profesional, jadi apapun yang merintangi pantang menyerah" ucapnya saat itu dengan binar dimata penuh obsesi.

"Cewek mah nomer sekian" ujarnya lagi.

Aku tersenyum kecut mendengarnya.

Ah, andai dia tahu. Tentang rasa ini. 

Aku memendam perasaan terhadap Dhani hampir setahun ini. Bukan karena enggak berani mengungkapkan atau enggak ada pengakuan sedikitpun tapi karena kesempatan yang kurang berpihak padaku. Masih ku ingat waktu awal bertemu dengan Dhani, bukan- tapi awal mengenal Dhani. Tepatnya satu tahun yang lalu sewaktu tahun ajaran baru tingkat dua. Aku tertawa sendiri mengingatnya. Kejadian konyol yang membawaku mengenal apa artinya cinta.

*****

Setahun yang lalu...

"Aaaarrrgggghhh... " aku berteriak histeris ketika bangun waktu sudah menunjukan pukul enam pagi.

Tanpa komando aku langsung berlari ke kamar mandi dan mengguyur badanku sekenanya lalu bergegas memakai seragam dan bermake-up secukupnya. Menjadwal mata pelajaran kemudian dengan tergesa pamit berangkat ke sekolah- tanpa sarapan.

Setibanya di halte aku sengaja langsung menaiki angkot yang terlihat sudah ada beberapa penumpang, berharap si supir angkot enggak terlalu lama ngetem, toh penumpang sudah lumayan banyak.

Tapi ternyata enggak, tujuh menit sudah berlalu tapi angkot belum juga beranjak jalan. Bukan cuma aku yang menggerutu kesal, tapi penumpang yang lainnya juga sama. Kulirik jam tanganku, rasa gelisah semakin menguasaiku.

"Bang, mau berangkat enggak? Lama bener, udah siang, nih...!" teriakku pada supir angkot.

"Iya bang. Telat nih!" ujar penumpang lain

menimpali.

"Bentar lagi. Nunggu penumpang di angkot penuh" jawab si supir angkot, enteng.

"Sambil jalan juga bisa nyari penumpang, kan? Ngerti sedikit dong, Bang kita udah telat" sahutku lagi agak sewot mendengar ucapan si supir angkot.

Entah apa yang diucapkan si supir angkot, sekilas dia terlihat ngomel-ngomel seraya menjalankan mobilnya meskipun perlahan.

Semua penumpang merasa lega, termasuk aku. Akhirnya berangkat juga ini angkot' pikirku senang.

Tapi rasa senangku seketika hilang karena angkot yang baru berjalan beberapa meter ini tiba-tiba berhenti kemudian melaju mundur kebelakang, berhenti ditempat semula. Semua penumpang melongo.

"Bang, niat berangkat enggak, sih? Malah balik mundur lagi. Kita sudah pada telat!!!" omelku ketus

Si supir kembali ngomel-ngomel dan melajukan kembali angkotnya - perlahan. Dan lagi-lagi baru beberapa meter angkot melaju, si supir kembali

bertingkah dengan tiba-tiba menghentikan laju angkot kemudian balik mundur lagi ke tempat semula.

"Abang lupa belum ngopi. Santai saja sambil nunggu penumpang penuh " ucapnya enteng seraya keluar dari angkot.

"Whaatttt....!!!!" pekikku keras. Emosiku benar-benar tak terbendung lagi. Bagaimana enggak, pagi-pagi bangun kesiangan terus enggak sarapan karena telat berangkat ke sekolah dan sekarang si supir angkotnya malah bertingkah. Aku benar-benar kesal.

Dengan emosi yang menumpuk di kepala, aku beranjak keluar dari angkot dan melangkah menuju kursi depan mobil angkot. Dengan modal nekat aku mengambil alih kemudi.

'It's show time hahaha...' tawa jahatku bergema penuh kesal.

"Mau ngapain, neng...??" tanya salah satu penumpang.

"Lu pikir gw mau ngapain? Mandi?" Jawabku ketus. Ku starter mobil lalu overgear.

"Gw ambil alih ini angkot. Tenang saja, gw pernah kursus nyetir mobil walaupun enggak lulus gara-gara nabrak benteng..."

Raut muka penumpang langsung pucat pasi mendengar ocehanku. Shock, mungkin. Tapi aku enggak perduli, yang ada di otakku sekarang bagaimana bisa sampai di

sekolah tepat waktu.

"Let's gooooo...." teriakku seraya menginjak pedal gas.

Ku dengar teriakan para penumpang dibelakangku. 

Aku melajukan mobil angkot ini dengan kecepatan agak tinggi. Kulirik kaca spion melihat kebelakang, terlihat si abang supir teriak-teriak seraya berlari mengejar angkotnya yang aku bajak. Ya, pembajakan angkot. Kalau ditanya apa yang ada di otakku hingga membuatku sampai nekad membajak angkot ini? 'Tepat waktu ', mungkin dua kata itu yang membawaku pada kenekatan ini. Kulirik jam tangan. Lima belas menit lagi jam bel masuk berbunyi. Sedangkan rute rumah - sekolah biasanya ditempuh dalam waktu sekitar lima belas menit , kini aku targetkan harus ditempuh dalam waktu sepuluh menit, sehingga masih ada sisa waktu lima menit dari jam masuk untuk membebaskan aku dari kata 'hukuman'.

Aku terus melarikan angkotnya dengan kecepatan tinggi. Suasana jalan yang enggak terlalu padat memudahkan aku untuk ber-on the road ria tanpa hambatan. Enggak aku gubris ocehan para penumpang yang memprotes atau pun yang mendukung kenekatan aku ini.

"Neng.... Berhenti!! Jantung bapak bisa copot kalau angkotnya ngebut begini. Bapak masih sayang nyawa. Kasihan tiga wanita dirumah bisa jadi janda..." teriak seorang bapak yang jadi salah satu penumpang angkot ini.

Tapi enggak aku gubris.

"Gaaassss teruuusss, neng. Majuuuuu...!!" timpal penumpang lain yang 'exited' dengan kenekatanku.

Tetap enggak aku gubris.

"Neng, tolong pelanin sebentar angkotnya, nenek mau apdet status dulu..."

Hah?? Aku melirik kaca spion depan. Kulihat si nenek asyik memainkan hp.

"In eksen. Kayak di pilem fes tu ferius en sher..."

Fast to furious kali, nek.

"Sini giliran kakek apdet status, dari menikah berubah menjadi lajang.."

Si nenek langsung manyun dan ngomel-ngomel.

Ah, ada-ada saja.

Aku terus melajukan angkotnya. Tinggal beberapa meter ke depan sekolahanku terlihat.

"Woooyy... Neng berhenti!! Itu angkot gue mau lu bawa kemana?" teriak seseorang dari samping. Aku kaget melihat si abang supir yang angkotnya aku bajak ini sudah menyusulku numpang angkot lain.

"Mau gue bawa ke sekolah di depan sono, noh. Sabar ya, Bang!" aku balik berteriak.

"Bahaya, neng... Berhenti!!!"

Akhirnya aku tiba di depan gerbang sekolahku. Tepat sepuluh menit parjalanan. Aku keluar dari mobil angkot yang disambut dengan muka garang si abang supir yang sudah berdiri dihadapanku. Matanya melotot tajam seolah-olah ingin menelanku hidup-hidup.Tangannya berkacak pinggang.

"Hehehehehe...." aku cuma bisa cengengesan menanggapi muka garangnya.

"Dasar lu ye, dikiranya kagak bahaya bawa mobil angkot orang ngebut-ngebut? Lu pikir ini pilem eksen sampe nekad ngebajak angkot? Bla.....bla....bla..."

Ttuuuuuuuutttt....

Aku menanggapi omelan si abang supir dengan muka cengengesan yang di akhiri permintaan maaf dariku.

avataravatar
Next chapter