14 Masalah Hati

Menjelang malam, Anna merasakan keroncongan di perutnya. Ia mulai lapar, sadari terakhir makan tadi siang di saat dirinya tengah di rumah Revan.

Anna melangkahkan kakinya menuju dapur, dengan tujuan membawa beberapa cemilan untuk sekedar mengganjal perutnya. Disamping ia juga tidak ingin memakan makanan berat seperti nasi.

"Sedang apa, non?"

Bi Marni datang, tatkala Anna tengah melihat-lihat isi kulkas.

"Enggak ada cemilan ya, bi?"

Anna cemberut, karna tidak ada satu pun makanan yang ia cari di dalam sana. Sebelum akhirnya pintu kulkas itu ditutupnya kembali.

"Duh, bibi belum sempat beli persediaan cemilan non, terus gimana dong? kalau non Anna lapar, bibi sudah siapkan makan. Non juga belum makan malam kan? apa mau bibi hangatkan lagi?"

Anna menggeleng.

"Enggak bi, Anna lagi gak kepengen makan yang berat-berat. Anna pergi ke minimarket saja"

"Jangan non! ini sudah malam. Biar bibi suruh mang Mamat saja ya?"

Anna tersenyum simpul melihat reaksi bi Marni yang terlihat sangat mengkhawatirkannya.

"Bi, minimarket kan dekat. Jalan kaki juga bisa. Lagian ini belum terlalu malam kan? sudah, biar Anna saja"

"Ya sudah kalau gitu, hati-hati ya non"

Anna tersenyum mengangguk. Tak lama ia pun melangkahkan kakinya kembali ke kamar, hanya sekedar mengambil dompet dan sweeternya, lalu pergi kemudian.

Gadis itu lebih memilih berjalan kaki, karna memang tidak jauh, itung-itung olahraga juga kan.

"Cape juga ternyata. Mungkin efek jarang olahraga atau kelamaan jomblo dulu itu kali ya?"

Anna terkekeh.

"Coba ada Revan, kan sweet banget jadinya"

Selama berjalan kaki, Anna tidak pernah berhenti berbicara. Hingga dimana ia tiba, langsung memasuki minimarket dan mengambil beberapa cemilan yang ia inginkan.

Setelah di rasa cukup, Anna kembali mengecek barangnya. Tidak butuh waktu lama, ia pun mengantri di kasir untuk membayar barang belanjaannya.

"Lo, Anna kan?"

Anna menoleh ketika seseorang memanggil namanya, ia terkejut saat tahu siapa itu. Seorang laki-laki yang di kenal Anna berdiri tepat di belakangnya.

"Elo?! lo di sini juga, Leo?"

Ya! laki-laki itu Leo, yang saat ini tengah membeli sesuatu di tempat yang gadis itu datangi. Leo mengangkat kedua bahunya.

"Seperti yang lo lihat"

Anna mengangguk kemudian.

"Emang rumah lo di mana?"

"Tidak jauh dari sini..... , Mbak, tolong satuin saja bayarannya sama belanjaan cewek ini"

Katanya pada wanita penjaga kasih di depannya.

"Kok?"

"Gue yang bayar, itung-itung sebagai tanda perkenalan"

Anna terkekeh, apaan sih...

"Lucu banget si lo! by the way, seriusan ini?"

Leo tidak menjawab, melainkan memberi senyuman.

"Semuanya seratus tujuh puluh rupiah, kak"

Leo pun mengeluarkan dompetnya dan memberikan sejumlah uang sesuai nominal pembayaran yang wanita penjaga kasir itu sebutkan.

"Tidak ada yang gratis di dunia ini, nona"

Dengan senyum tipis, Leo berkata. Ia pun membalikan badannya meninggalkan Anna yang tercengang.

Anna menggeleng-gelengkan kepalanya, tak lama ia pun berlari mengejar Leo dengan menenteng kantung keresek barang belanjaannya itu.

"Leo, maksud lo apa?! kalau lo gak ikhlas, ini gue bayarin"

"Bercanda kali"

"Serius gue ih! gue gak mau punya hutang sama lo"

Anna masih keukeuh dengan ucapannya seraya terus mengikuti ke mana Leo pergi. Membuat laki-laki itu ingin sekali tertawa melihat tingkah lakunya. Hingga dimana Leo pun menyerah akhirnya dan menghentikan langkahnya.

"Oke, kalau lo maksa. Denger kata-kata gue, lo pengen tahu apa itu? sebagai ganti bayaran lo."

"Apaan?"

.

.

.

"Lo, mesti kencan sama gue"

***

Pagi ini di dalam kelas Anna tengah terdiam melamun, tidak peduli akan orang-orang yang berlalu-lalang di sekitarnya.

Pikirannya membawa dia pada kejadian tadi malam. Dimana gadis itu bertemu laki-laki yang bernama Leonandra di minimarket dekat kompleknya, dan berujung dengan urusan utang piutang.

*Flashback On

"Lo mesti kencan sama gue"

Anna melotot, Ia tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.

What?!

"Heh, jangan bercanda deh! lo tahu kan gue udah punya cowok"

Leo tertawa mendengar penuturan Anna yang tiba-tiba emosi itu.

"Iya gue bercanda, makannya lo jangan anggap bayaran itu sebagai hutang. Karna gue beneran ikhlas"

Anna cemberut, ia pun menghela nafasnya.

"Iya terimakasih kalau gitu."

"Sama-sama. Kalau gitu gue duluan."

Dilihatnya Leo yang kembali membalikan badannya hendak melangkah, sebelum akhirnya..-

"Oh ya.... kalau seandainya gue serius, gimana?"

"LEEOOO!"

Leo kembali tertawa keras dan pergi melanjutkan langkahnya, meninggalkan Anna yang bagai cacing kepanasan, karna menahan kesal.

*Flashback Off

Anna menggelengkan kepala, tidak seharusnya ia memikirkan perkataan Leo. Jika tahu seperti ini, ia pasti akan menolak bayaran itu.

"Bodoh! bodoh! bodoh! Nyebelin banget sih dia, untung cuma bercanda, hufh ..."

"Kenapa, An?

Manda bertanya seraya duduk di bangkunya, ia menatap horor Anna. Sementara Anna yang melihat Manda, balik bertanya-tanya. Apakah dia juga harus memberitahu pada sahabatnya itu tentang kejadian malam tadi?

No!

Anna rasa tidak, karna sudah pasti sahabatnya itu akan meledek dirinya.

"Gue gak kenapa-napa, lo tumben telat"

Manda manautkan kedua alisnya, walau pada akhirnya ia pun mengangkat kedua bahunya, ya sudah.

"Mobil gue mogok, jadi tadi pake kendaraan umum. Ya, telat karna nunggu lama sih"

"Duh.. Kasian sahabat gue. Ntar gue suruh bapak Gerald yang terhormat ganti mobil lo deh ya? si putih kan udah bau tanah alias tua"

"Heh! bokap gue mana mau beliin mobil baru. Lagian si putih, tua-tua juga mobil kesayangan gue. Enggak ada yang sesabar gue ngehadepin si putih"

Anna tertawa meledek Manda yang gila jika menyangkut si putih -mobilnya, gadis itu emang sayang sekali dengan mobil tua pemberian kakeknya itu, yang jelas-jelas sering mogok dan sering masuk bengkel. Sebaliknya, kalau Anna jadi Manda, sudah pasti ia akan membuang si putih ke rongsokan. Karna Anna orangnya tidak sabaran.

"Pagi"

Mendadak Anna menghentikan tawanya setelah mendengar sapaan seseorang. Melihat dirinya, membuat dia ingat dengan kejadian tadi malam. Ya!orang itu Leo, yang saat ini tengah tersenyum manis padanya.

Anna merubah mimik wajahnya menjadi datar, gadis itu masih merasa kesal karna Leo sudah mengerjai dirinya.

"Ya, pagi"

Balas Anna dengan ketus. Leo yang melihat itu menggulum menahan tawa. Sementara Manda kembali terdiam dan mengalihkan pandangannya ke lain arah.

Dalam hati ia bertanya, kenapa Leo tidak pernah menyapa dan melihat dirinya, sudah jelas ia juga ada di depan mata laki-laki itu. Kenapa harus selalu Anna yang dia lihat, Kenapa? Apa karna ia tidak secantik dan sekaya Anna?

Ya, Manda hanya bisa menahan rasa sakit. Sekali lagi, gadis itu menghela nafas lelah.

***

Di jam istirahat ini para siswa/i pasti akan pergi ke kantin. Di mana tempat itu adalah spot yang paling di gandrungi anak-anak sekolahan, dan tidak jarang mereka menyebutnya surga dunia.

Tapi tidak seperti biasanya, kantin terasa sangat ramai. Tidak terkecuali dengan Anna dan kedua sahabatnya, mereka tampak bingung saat tahu tidak ada tempat lagi untuk mereka duduki. Mungkin karna sebagian kantin di penuhi oleh anak-anak yang berseragamkan olahraga, di mana tempat itu juga merupakan salah satu tempat pelepas dahaga dan pelipur lapar.

"Penuh banget, kita mau duduk dimana coba?"

Tanya Karin kemudian. Manda menjawab dengan gelengan kepala. Sementara Anna sibuk melihat-lihat seisi kantin, hingga mata itu menangkap suatu subjek.

"Gue tahu di mana, kalian ikut gue"

Manda mengerutkan dahinya menatap Karin, semantara Karin yang di tatap, mengangkat kedua bahunya. Tapi bagaimanapun akhirnya mereka tetap mengikuti jejak Anna.

"Hay baby!"

Anna menyapa Revan yang saat itu tengah memakan makannya, mendadak hilang sudah selera makannya. Karna sudah pasti gadis itu akan mengganggu lagi dirinya.

"Hay Princess, makin cantik saja"

Sapa balik Billy, membuat Revan yang mendengar itu menatap tajam Billy.

"Wohoooo... biasa saja tuh mata"

Saat itu pula Dimas dan Marchel tertawa terbahak, begitu juga Anna, Karin dan Manda. Sementara Revan yang mereka tertawai hanya meringis kesal.

"By the way, boleh kita duduk di sini kan? Kantin lagi penuh soalnya"

"Duduk saja, An. Gak ada yang melarang"

Akhirnya ketiga gadis itu pun duduk di bangku kosong yang juga ke empat laki-laki itu tempati. Tak lama mereka juga memesan makanan sesuai keinginan masing-masing.

"Baby, aku suapin mau?"

Anna bertanya menggoda kekasihnya itu, Revan pun memutar bola malas.

"Jangan mulai, An"

Jawab Revan akhirnya.

"Kalau Revan gak mau, suapin gue saja, An"

Goda Dimas seraya melirik Revan yang terlihat menghela nafas gusar.

"Ogah, minta saja sama pacar lo."

Jawab Anna, Marchel dan Billy pun tertawa berderai.

"Mana ada cerita si Dimas punya pacar, An. Tapi kali-kali saja temen lo, si Karin mau."

"Heh, apa lo kata? Kok jadi bawa-bawa nama gue?"

Ucap Karin menimpali perkataan Billy,

"Ya kali."

"Iya tuh, awas Bil. si Karin kan dia udah punya cowok. cowoknya juga udah om-om."

Kata Anna kemudian, membuat Karin saat itu juga melototi Anna.

"Wadaaaw.. ngeri! maenannya om-om"

Dimas menatap horor Karin.

"Heh! enak saja om-om. orang cuma beda tiga tahun juga"

Sepanjang makan, Anna, Karin, Billy dan Dimas terus saja mengobrol, dan Revan yang juga duduk di tempat itu hanya mendengarkan apa yang mereka obrolkan.

Sementara Manda yang saat itu memilih diam tidak sengaja melihat Leo yang tengah mengobrol dengan seorang gadis yang tidak di ketahui dirinya, karna Manda hanya bisa melihat punggung gadis itu tapi tidak dengan wajahnya.

Di sisi lain, tanpa Manda sadari juga, Marchel yang saat itu duduk di hadapannya diam-diam memperhatikan tatapan sendu gadis itu.

avataravatar
Next chapter