18 Malam Kencan : 2

** Anastasya POV

Waktu semakin berlalu di saat aku hanya memperhatikan Revan dan teman-teman lainnya saling bercengkrama.

Entah apa yang kurasakan sekarang, apakah aku harus senang atau sedih karna malam ini bukan malam seperti yang aku harapkan sebelumnya. Di mana tadinya aku berpikir hanya ada aku dan Revan, menghabiskan malam minggu bersama selayaknya pasangan muda pada umumnya.

Tapi lagi-lagi aku harus terbangun dari mimpi indahku, karna kenyataan semua itu hanya angan-anganku seorang.

huh... selalu saja!

"Anna, lo satu sekolah sama mereka?"

Tanya Rena -cewek di depanku, tangannya menunjuk kumpulan cowok yang saat ini lebih memilih memisahkan diri seraya berdiri mengobrol. Sementara aku tersenyum mengangguk menjawab pertanyaan Rena.

Rena sosok cewek yang cantik menurutku, dengan memiliki lesung di kedua pipinya membuat ia terlihat sangat manis. Tidak heran jika si kutu kupret Billy menjadian ia sebagai pacarnya. Ia juga cewek yang supel juga ramah.

"Oh ya, ngomong-ngomong ini teman-teman satu sekolah gue. Ini Hanna, Nadia, dan ini Gisel"

Aku mengarahkan pandangan, menatap satu-persatu teman dari Rena lalu tersenyum menyebut ulang namaku. Tapi entah kenapa cewek yang bernama Gisel menunjukan ekspresi berbeda, senyumnya itu seakan dibuat-buat olehnya.

Ada apa dengan dirinya?

"Jujur saja An, gue kaget kalau lo pacarnya Revan. Karna selama gue kenal dia, dia orangnya dingin banget sama cewek. Mau secantik apapun tuh cewek, kayaknya gak ngaruh buat si doi."

"Oh ya.."

Aku tersenyum menanggapi itu, bagaimanapun Rena tidak tahu awal mula cerita aku menjalin hubungan dengan Revan -cowok yang begitu susah payah ku dapatkan hingga memakan waktu satu setengah tahun untuk mendekatinya saja.

"Ren, gue sama yang lain mau beli makan dulu. Lo mau ikut?"

Nadia, salah satu cewek itu tiba-tiba bertanya kepada Rena sesaat ia ingin membuka mulutnya untuk bertanya lagi kepadaku. Aku hanya terduduk seraya memainkan gelas minumanku mendengarnya.

"Enggak deh, gue di sini saja."

"Oke."

Tanpa sengaja ku lihat Rena menautkan kedua alisnya, menatap tajam kepergian temen-temannya itu. Entah apa yang ada di kepala cantiknya, tapi aku rasa itu bukan hal yang baik.

"Oh ya, An. Sebenernya mereka bukan teman-teman deket gue. Lo tahu, cewek yang namanya Gisel. Dia itu sebenarnya suka banget sama Revan. Dia sama temen-temennya itu maksa gue ikut kemari. Bisa di bilang sih, kayaknya gue cuma dimanfaatin."

Sudah kuduga!

"Sebelum itu gue cerita deh sama Billy tentang Gisel, terus dia bilang kalau Revan udah punya cewek sekarang. Makanya gue suruh saja Billy buat dia bujuk Revan buat bawa elo, ceweknya. Biar Gisel nyadar diri dan gak ngejar-ngejar Revan terus."

Oh ternyata...

"Kok lo kayaknya gak suka banget Gisel ngejar-ngejar Revan?"

"Memangnya lo mau si Gisel ngejar-ngejar cowok lo?"

"Ya enggak gitu juga, bukan itu maksud gue."

Rena menghela napas.

"Gisel tuh orangnya playgirl. Ada cowok cakep dikit saja langsung di embat. Dia udah sering ganti-ganti cowok. Pokoknya lo jauh-jauhin si Revan dari Gisel deh."

Aku mengangguk mantap.

Tentu... Tanpa kasih tahu pun, tidak ada yang bisa merebut Revan dari gue!

Sepanjang acara aku dan Rena pun saling berbagi cerita. Ia menceritakan bagaimana awalnya dekat bahkan jadian dengan Billy, tak ayal kami pun tertawa bersama karna beberapa cerita konyolnya yang membuatku sakit perut akhirnya. Sesekali aku juga melihat ke arah Revan yang masih asyik dengan duniannya, bahkan tak jarang mata kami bertemu satu sama lain karnanya.

Well, kurasa tidak buruk juga malam ini.

Anastasya POV end

***

Suara gemercik air terdengar di salah satu toilet, Anna saat ini tengah mencuci kedua tangannya setelah buang air kecil, gadis itu juga merapihkan ikatan rambut yang mulai sedikit berantakan.

Setelah dirasa rapih, Anna pun memutuskan melangkahkan kakinya keluar toilet menghampiri seseorang. Walau tak lama alisnya mengkerut, ia tidak dapat menemukan Rena di mana pun, padahal sebelumnya gadis itu pergi ke toilet di temani dirinya.

"Di mana dia?"

Anna, gadis itu kembali berjalan seorang diri seraya matanya sibuk mencari di mana Rena.

"Hay Anna, ya?"

Seketika Anna pun menghentikan langkahnya setelah seseorang menghadang jalannya. Ia melebarkan matanya dan mencoba tersenyum.

"Loh, Hanna sama Nadia ya?"

Kedua gadis itu pun juga tersenyum menghampiri sosok Anna.

"Lo kok sendiri?"

"Iya nih, tadi gue sih dari toilet bareng Rena. Tapi gue gatau dia di mana sekarang."

Hanna dan Nadia tampak mengangguk.

"Gue liat sih Rena tadi balik ke tempat kita ngumpul tadi. Iya kan, Na?"

"Iya, Memangnya dia tadi gak bilang dulu sama lo?"

Anna menggeleng menjawab pertanyaan Hanna, entah apa yang gadis itu rasakan. Tapi ia merasakan ada sesuatu yang salah telah terjadi.

"Loh kok gitu sih, kebiasaan tuh anak."

"Iya, mending lo jangan terlalu deket sama Rena deh. Dia kalau udah asik sama cowoknya, kadang kita saja temen deketnya dilupain. Nybelin banget jadinya!"

Anna berdenyit mendengar penuturan Nadia, teman dekat?

"Kalau gitu gue juga ke sana deh."

Katanya seraya melangkahkan kakinya, sebelum akhirnya...-

"Eh jangan! lo mending temenin kita dulu deh. Iya kan, Nad?"

"Iya An, kita keliling bareng dulu. Ayok..!"

"Tapi..-"

Hanna dan Nadia pun menarik lengan Anna tanpa ingin mendengar kelanjutan omongan gadis itu. Sementara Anna yang di tarik itu akhirnya hanya menghela napas penjang, dan pasrah mengikuti keduanya.

Di sisi lain, Revan memindai seluruh lapangan tapi ia tidak dapat menemukan Anna. Sejak beberapa saat yang lalu gadis itu menghilang entah kemana. Dan Revan merasa khawatir, ia runtuki dirinya sendiri karna sudah mengabaikan gadis itu. Karna bagaimanpun sekarang Anna adalah tanggungjawab dirinya. Dia yang sudah membawa Anna keluar atas seizin ibunya.

Sial!!

Revan berulang kali mengutuk semua gadis berambut ikat yang mirip dengan sosok gadis itu.

Walau sudah berupaya keras mengabaikan Anna, rasa khawatirnya tidak mudah dihilangkan. Bahkan saat bersama teman-temannya pun laki-laki itu tetap memikirkan Anna.

Saat itu pula Revan melihat Rena, ia berpikir bukankah tadi gadis itu bersama-sama dirinya? Tanpa berpikir panjang Revan pun melangkahkan kakinya menghampiri kekasih sahabatnya itu.

"Na, di mana Anna? tadi lo bareng dia kan?"

Rena yang saat itu berbicara pada Billy langsung menghentikan obrolannya.

"Loh Anna belum balik? tadi sih gue anterin dia ke toilet, tapi nih Billy nanya kamera kata temen cewek gue yang lain, katanya gue disuruh buru-buru, mau dipake. Jadi gue minta temen-temen kasih tahu Anna kalau dia udah keluar dari toilet."

"Sayang, aku emang nanya kamera sama temen kamu. Tapi aku gak nyuruh mereka buru-buru ngasih tahu kamunya."

Billy yang mendengar itu mengelak tidak terima.

"Lah gimana sih! aku kan jadi malah ninggalin Anna. Gimana dong, Van? gue susul dia lagi deh ya?"

Revan menggelang.

"Biar gue saja."

***

"Ini menurut lo gimana, bagus gak?"

Hanna, gadis itu bertanya kepada Nadia tentang salah satu barang yang tengah dijual di bazar itu. Sementara Anna masih setia mengikuti mereka. Walau dalam hati dia juga kesal karna memikirkan Revan di sana, yang malah berpisah akhirnya.

"Anna lo gak ingin beli sesuatu juga?"

Nadia bertanya kemudian, dan Anna menggelang menjawabnya.

"Engga, kayaknya gue balik ke sana saja ya? Gue takut Revan nyari gue."

Anna mencoba mencari alasan, dalam hati dia merutuki dirinya.

Mana ada sih dia nyari gue, mimpi!

Tapi Anna hanya ingin terbebas dari keduanya. Ia merasa bodoh karna tidak bisa menolak secara tegas ajakan kedua gadis itu.

Hanna dan Nadia tampak memandang satu sama lain, Tepat saat itulah ada perasaan aneh menjalar saat Anna melihat kedua tatapan mereka. Dia juga baru sadar, kalau dirinya tidak melihat sosok Gisel. Bukankah sejak tadi mereka selalu bersama-sama?

"Gue ke sana ya."

Anna mencoba berkata sekali lagi seraya melangkah meninggalkan kedua gadis itu yang tanpa ia ketahui saling sibuk menyalahkan.

Tiba-tiba Anna mendengar ponselnya berbunyi keras. Ia segera mengangkat telepon itu tanpa melihat siapa yang memanggilnya.

"Hallo?"

Tidak ada suara, yang ada hanya keramaian di sekitarnya.

Anna pun menjauhkan teleponnya melihat siapa gerangan. Ia terkejut saat tahu ternyata Revan lah yang menelepon itu.

"Revan?"

"Kamu di mana?"

Suara itu muncul akhirnya, tanpa sadar Anna menghela napas lega.

"Aku mau jalan ke tempat tadi kita kumpul."

Terdengar helaan napas Revan di ujung sana, sebelum akhirnya..-

"Tidak usah, datanglah ke taman dekat danau belakang panggung. Aku di sini"

"Oke."

Anna mendengar telepon di matikan sepihak oleh kekasihnya itu.

Ia berdecek sebal saat itu juga.

Namun pada akhirnya, gadis itu tetap melangkah menghampiri Revan seraya terus menggerutu.

"Aku suka sama kamu, Van. Semenjak awal kita ketemu, sejak saat itu aku sudah tertarik sama kamu."

Anna menghentikan langkahnya setelah sayup-sayup ia mendengar seseorang berkata demikian. gadis itu mencoba mencerna kata-kata barusan. Seseorang di depannya tengah menyatakan cinta pada lelakinya itu.

Seseorang itu : Gisel?

Anna, gadis itu menghela napas panjang. Ia mencoba menenangkan dirinya. Jika saja ia tidak ingat janjinya terhadap Revan, mungkin dirinya sudah datang dan menjambak rambut gadis itu.

Ternyata apa yang mengganggu pikirannya sejak tadi terbukti.

Ini sudah terencana!

Anna melihat Revan yang memandang datar Gisel dengan kedua tangan yang di masukan ke dalam kantung celananya.

"Maaf. Aku tidak bisa."

Ucap Revan akhirnya. Sementara Gisel menggigit sebagian bibirnya menahan perih, dan Anna kembali bernapas lega.

"Kenapa? Apa karna ada Anna? Kamu tidak benar-benar jadian sama cewek itu kan?"

Air mata mengalir begitu saja di pipi Gisel. Untuk pertamakalinya seseorang menolak dirinya, dan rasanya sangat sakit.

"Anna pacarku, dan itulah kenyataannya."

"Apa kamu mencintai cewek itu?"

Revan tersentak, apakah dirinya juga harus menjawab pertanyaan itu. Tanpa dicegah pandangannya kali ini tertuju pada seorang gadis di belakang Gisel. Ia memandang Anna intens.

"Ya, aku mencintainya."

Anna mendengar itu dengan deguban jantung yang meningkat. Ia tidak percaya dengan apa yang di ucapkan laki-laki itu.

"Aku rasa sudah cukup, sekali lagi... maaf."

Revan pun menundukan sedikit kepalanya kepada Gisel, ia melangkah melewati gadis itu yang memandang dengan isak sendu di bibirnya.

Revan memandang datar Anna, secara impulsif laki-laki itu meraih jemari Anna dengan lengannya yang bebas dan menggenggamnya erat. Jemari Revan yang besar dan hangat melingkupi jemari Anna yang kecil juga dingin.

Anna tersenyum melihat jemari mereka yang bertautan. Ia merasa hangat dan jantungnya berdegup kencang.

Terimakasih Tuhan, terimakasih Revan. Ini malam yang indah...

avataravatar
Next chapter