13 Ketemu Calon Mertua : 2

**Anastasya POV

Sejujurnya ini hari yang paling membahagiakan untukku, sebelumnya tidak pernah aku bayangkan jika Revan akan membawaku ke rumahnya.

Aku bisa ketemu Gwen lagi, dan aku juga bisa ketemu dengan mommy nya Revan. 

Ya, mommy Revan sangat cantik dan memiliki sifat keibuan. Walau aku tidak merasa ada kemiripan antara Revan dan dirinya, berbeda dengan Gwen yang sedikit memiliki paras sang mommy.

Ah... atau mungkin Revan mirip daddy nya? Karna aku juga belum tahu seperti apa dia.

"Oh ya Anna, kamu mau minum apa?"

"Apa saja mom"

Aku tersenyum menjawabnya, dalam hati aku ingin sekali memeluknya saking bahagia. Selain cantik mommy juga baik padaku. Aku senang ketika dia menyuruhku memanggilnya dengan sebutan mommy selayaknya Revan memanggil namanya.

"Oke, atau kamu mau buat sendiri. Yuk.. ikut mommy!"

Aku mengangguk tersenyum dan bangkit dari dudukku, mengikuti dirinya.

Sepanjang jalan menuju dapur, aku melihat sekeliling rumah Revan. Rumahnya tidak sebesar punyaku, tapi ada rasa hangat di dalamnya, dan itu membuatku nyaman.

"Nah Anna, kalau kamu ingin yang dingin ambil di kulkas ya. Mommy mau bantu dulu bi Sari siapin makan siang. Sekalian kita makan siang bareng"

Aku tersenyum pada asisten rumah Revan yang tengah menatap diriku.

"Bi, ini loh pacarnya Revan. Cantik ya?"

Mommy bertanya pada bi Sari, aku terkekeh mendengarnya.

"Oh ini pacarnya den Revan? Cantik banget atuh ini mah bu, cocoklah si neng sama aden mah"

"Iya dong, itu pasti!"

Aku dan mommy tertawa bersama menanggapi ucapan bi Sari dengan aksen sunda kentalnya itu.

"Anna, mom seneng banget deh bisa ketemu kamu. Jujur mommy tuh aneh sama Revan karna gak pernah lihat dia deket sama cewek. Cuek banget sih dianya"

Kata mommy seraya tangannya sibuk mengupas wortol dan lainnya.

"Oh iya mom, Gak pernah sama sekali?"

"Yes, mommy takutnya dia gak tertarik sama cewek. Kamu paham kan maksudnya?"

Aku menggulum menahan tawa, iya aku tahu maksud mommy.

"And then, begitu denger Gwen bilang Revan punya pacar. Mommy seneng banget. Karna itu mommy paksa Revan bawa kamu ke sini"

Aku memandang sedih mommy. Jujur aku sedikit kecewa mendengar itu, aku kira inisiatif Revan yang membawaku kesini untuk memperkenalkan aku pada keluarganya.

Ck, mungkin aku terlalu berharap.

Tapi aku hanya tersenyum menanggapi ucapan mommy, karna diterima keluarga ini saja sudah cukup menurutku.

Tanpa sengaja mataku melihat Revan yang memasuki dapur dengan tampang datarnya. Dia membuka kulkas dan mengambil minuman di dalamnya.

"Van, sekalian kamu ambilkan buat Anna ya"

Ucap mommy padanya, kulihat Revan melirikku sekilas tanpa minat.

Hufh..  Nyebelin banget sih!

**Anastasya POV end

Revan memutuskan turun ke bawah setelah membuka baju seragamnya, dan yang tersisa hanya kaos dalamnya.

Laki-laki itu melihat Gwen yang tengah menganggambar seorang diri.

'Dimana mereka?'

Revan mengerutkan dahinya, yang pada akhirnya laki-laki itu mendengar suara tawa dari arah dapur. Dia pun melangkahkan kakinya melihat apa yang terjadi.

".... - mommy tuh aneh sama Revan karna gak pernah lihat dia deket sama cewek. Cuek banget sih dianya"

"Oh iya mom, Gak pernah sama sekali?"

"Yes, mommy takutnya dia gak tertarik sama cewek. Kamu paham kan maksudnya?"

Revan melihat Anna yang menahan tawanya.

"And then, begitu denger Gwen bilang Revan punya pacar. Mommy seneng banget. Karna itu mommy paksa Revan bawa kamu ke sini"

Kali ini Anna terlihat sendu, Revan sadar akan itu. Mungkin saja Anna kecewa karna berharap lebih padanya.

Revan menghela nafas dan memasuki dapur, pura-pura tidak mendengar apa yang mereka obrolkan. Ia membuka kulkas untuk mengambil minuman, sadari tenggorokannya yang terasa kering.

Hingga dimana Laura menyuruh dirinya sekalian mengambilkan minuman untuk Anna. Revan melirik Anna sekilas karna tidak ingin melihat wajah sendunya. Yang pada akhirnya membuat dirinya menjadi merasa bersalah.

Setelah mengambilkan minuman Anna, Revan memutuskan menghampiri adik kecilnya.

"Gambar siapa itu?"

Gwen menoleh pada Revan dengan mata bulatnya.

"Ini mom ama daddy. Ini Gwen. Ini kak Levan ama Kak Anna"

Revan mengangkat sebelah alisnya.

"Kenapa harus ada kak Anna?"

"Kak Anna kan nanti jadi kakak Gwen uga. Gwen maunya kak Anna sama kak Levan kayak mom dan dad"

Revan kembali menghela nafas berat.

Yang benar saja.

Tiba-tiba Revan merasakan seseorang duduk di sampingnya. Ia melihat Anna yang tengah tersenyum manis dengan minuman di kedua tangannya.

"Wah.. itu kak Anna ya?"

Tanya Anna menunjuk gambar Gwen, dan Gwen mengangguk semangat.

Senyuman tercetak di bibir Revan tatkala melihat Anna dan Gwen yang saling bercengkrama. Tapi itu tidak berlangsung lama, sadari Revan pun menggelengkan kepala dan bangkit dari duduknya. Itu semua tidak luput dari pandangan Anna, matanya memperhatikan ke mana Revan pergi.

"Gwen, kak Anna ke kak Revan dulu ya?"

"Iya kak..."

Setelah berkata itu, Anna bangkit melangkah, kakinya membawa ia ke taman belakang rumah Revan.

Anna terkesima ketika tahu taman itu di penuhi bunga berwarna-warni nan indah, ia berjalan tanpa sadar. Hingga dimana ia menemukan Revan tengah terduduk melamun seakan memikirkan sesuatu.

"Boleh duduk?"

Revan melirik Anna sekilas dan tidak lama ia mengangguk.

"Makasih ya kamu bawa aku ke sini. Aku seneng banget bisa kenal keluargamu, Van. terutama sama mommy"

'Mommy?'

Revan mengernyit, ia baru sadar sepanjang obrolannya Anna bersama Laura. Gadis itu selalu memanggil Laura dengan sebutan mommy, begitupun dengan Laura padanya.

'Secepat itukan mereka akrab?'

"Jujur aku juga pengen banget punya keluarga utuh sepertimu"

Revan mengerutkan dahinya, dilihatnya Anna yang menerawang jauh ke depan. Jelas sekali gambaran kesedihan di raut wajahnya.

"Maksudmu? Bukannya orangtuamu juga masih ada"

Anna memejam erat matanya, tidak seharusnya oranglain tahu tentang keluarganya. Khususnya Revan, ini... sangat menyebalkan.

"Orangtuaku sangat sibuk, Van. Jadi kami jarang kumpul bersama"

Oh ya!

"Mereka kerja juga untukmu, jadi kamu juga jangan terlalu menghakimi mereka. Bukankah ada waktunya untuk kalian quality time bersama?"

Anna tersenyum dengan paksa, ia mengangguk. Walau Revan tahu pada akhirnya ada yang salah dengan pertanyaannya itu.

***

Anna merasakan perutnya penuh setelah makan siang tadi. Itu karna Laura yang terlalu banyak memberikan makan untuknya.

Saat ini gadis itu mengistirahatkan badannya di sofa di temani Gwen yang tengah menonton tv.

"Kenyang?"

Laura datang menghampiri, ia pun duduk di sofa sebelah Gwen.

"Kenyang banget mom. Tapi enak kok mom, jadi Anna abiskan"

Laura terkekeh.

"Iya kamu harus makan banyak, An. Karna mommy liat tubuhmu sedikit kurus"

Anna tersenyum tipis, sadari selama ini ia makan tidak pernah benar.

"Oh ya, Revan mana mom?"

"Dikamar dia, kamarnya di lantai dua, pintu sebelah kiri. samperin gih!"

Anna mengangguk mengiyakan, akhirnya ia menghampiri Revan ke lantai dua setelah meminta izin dari Laura.

Ia melihat pintu kamar Revan yang sedikit terbuka. Setelah menyakinkan dirinya, Anna pun memberanikan diri mengetuk pintu.

"Masuk"

Anna membuka pintu lebih lebar setelah mendengar suara Revan. Di lihatnya laki-laki itu tengah mengetik sesuatu di laptopnya.

"Kamu lagi ngapain, Van?"

"Menurutmu?"

Anna memajukan bibir bawahnya, bukannya menjawab malah balik nanya.

'Gak swit banget sih punya pacar...!

Akhirnya gadis itu memilih melihat sekeliling kamar kekasihnya itu. Kamar Revan sangat rapi untuk ukuran laki-laki. Di lihatnya satu-persatu barang milik Revan. Ada tv juga playstation, ia juga bisa melihat sebuah gitar di samping tempat tidurnya.

'Apa Revan sering main gitar? Gue jadi pengen lihat. Pasti seribu kali lebih tampan'

Tanpa sadar Anna tersenyum membayangkannya. Sementara Revan yang mendengar kesunyian Anna, melihat gadis itu dengan helaan nafas.

"Any question?"

Anna menoleh pada Revan dan menggelekan kepala.

"Aku pengen kamu maen gitar, mau ya?"

"Males"

Anna kembali memajukan bibir bawahnya. Akhirnya ia menghampiri Revan dan mendorong kursi untuk duduk di samping laki-laki itu, melihat apa yang dikerjakannya.

'Pensi?

"Apa di sekolah kita akan ada pensi?"

"Hmm.."

Anna mengangguk walau saat ini Revan tidak melihat dirinya. Lalu pandangannya beralih pada kekasihnya itu. Di lihatnya Revan yang tengah fokus pada laptopnya, membuat Anna tersenyum manis.

Deg

Anna melotot kaget karna tiba-tiba Revan mengalihkan wajahnya pada gadis itu. Membuat wajah mereka hanya terpaut jarak beberapa inci.

Gadis itu menelan saliva serta menahan nafas grogi. Seluruh tubuhnya pun terasa kaku.

"Belum puas melihatnya?"

Revan berkata dengan pandangan tajam, Anna pun dengan sigap memundurkan tubuhnya. Ia sangat yakin pasti wajahnya sekarang bagai kepiting rebus.

Tiit

Suara klakson mobil terdengar, Anna mengalihkan pandangannya keluar jendela.

"Itu daddy ku, sebaiknya kita ke bawah"

Anna mengangguk.

Seraya mengekori Revan, gadis itu terus-terus membuang nafasnya. Hatinya masih berdetak kencang setelah insiden mendebarkan itu. Dengan cepat Anna menggelengkan kepalanya.

'Enggak, itu kan gak sengaja. Plis, An. Jangan di ingat-ingat!

Dilihatnya seorang pria dengan setelan jas layaknya pekerja kantoran tengah menggendong Gwen setiba mereka di anak tangga.

Anna cukup terpesona dengan pria itu, dia sama tampannya dengan Revan.

'Apa itu daddy Revan? Well, tidak heran anaknya juga tampan sih..

"Oh ya, James, Ini Anna. Anna ini James, daddy nya Revan"

James mengerutkan keningnya menatap Anna yang tersenyum manis padanya. Sementara Revan memilih memainkan ponselnya seraya duduk di sofa.

"Ini loh dad, pacarnya Revan"

Bisik Laura pada suaminya itu. Walau Anna dan Revan masih bisa mendengarnya dengan jelas.

"Oh ya"

"Saya Anastasya om, tapi om bisa panggil saya Anna"

"No, Anna! Kamu panggil dia, daddy juga ya"

Protes Laura, James yang mendengarnya mengangkat sebelah alisnya, dan Revan memutar bolanya malas.

"Iya kan, James?!"

Laura bertanya seraya mendorong pelan sikut James, di sisi lain Anna mencoba menahan senyumnya itu.

"I..iya, panggil saja daddy. Kalau Revan macem-macem sama kamu. Kasih tahu daddy ya, Anna"

Anna terkekeh mendengarnya.

"Iya om, ah... maksud Anna, daddy. Revan selama ini baik kok sama Anna, dad"

"Dad, kak Levan sayang sama ka Anna. Waktu itu Gwen pelnah liat kak Levan meluk kak Anna kayak yang suka mom dan deddy lakuin"

Gwen sadari tadi diam berkata dengan lantang. Membuat semua orang yang ada di sekitarnya menatap satu sama lain. Khususnya Anna, wajahnya merah bagai tomat, dan Revan ingin sekali membenturkan kepalanya sendiri.

Gwen salah paham, jelas bukan dia yang memeluk gadis itu, gadis itu sendiri yang memeluk dirinya. Reputasinya hancur begitu saja di mata mom dan daddy nya.

"Benarkah?"

Laura bertanya dengan menahan tawa karna melihat wajah James yang terlihat kesal.

"Mom sebaiknya Revan anterin Anna pulang sekarang, ini udah terlalu sore"

Revan mencoba mengalihkan pertanyaan Laura, sebelum melihat amarah sang daddy menjadi-jadi.

"Loh, Anna kan mau makan malam disini. Iya kan sayang?"

Anna menatap ragu Laura, lalu mengalihkan padangannya pada Revan.

"Revan bener mom, lain kali saja ya. Lagian Anna juga belum bilang orang rumah"

Laura memasang tampang kecewanya, walau akhirnya ia pun mengangguk mengiyakan.

Tidak berapa lama, Anna pamit kepada Laura dan James. Hingga dimana motor Revan pun menghilang dari pandangannya.

"Kenapa kamu begitu menyukai gadis itu, Lau?"

James bertanya dengan herannya.

"Entahlah James, melihat gadis itu aku seperti melihat bayangan diriku sendiri. Walau senyum selalu menghiasi wajahnya, tapi tidak dengan matanya. Aku merasa begitu banyak penderitaan dan kesedihan di sana"

Ya, sebagai wanita dan sebagai seorang ibu, Laura sangat yakin dengan kesimpulannya. Karna itu lah Laura sangat menyukai Anna, ia ingin melihat kebahagiaan di mata gadis itu, dan kebahagiaannya itu terletak pada putra sulungnya.

***

Anna turun dari motor Revan begitu sampai rumahnya. Dengan pelan ia membuka helm di kepalanya dan menyerahkannya pada laki-laki itu.

"Makasih untuk hari ini"

Ucap Anna dengan senyum, Revan berdehem.

"Apapun yang dikatakan ibuku padamu, jangan di anggap hati"

"E...?"

Anna menautkan kedua alisnya bingung dengan ucapan Revan. Karna sebaliknya, justru Anna senang bertemu dengan Laura, ia sangat berterima kasih pada wanita itu karna sudah melahirkan pujaan hatinya ini.

"Apa orangtuamu ada di dalam? Boleh aku bertemu mereka? karna bagaimanapun aku sudah membawa pergi putrinya"

Anna tampak diam sesaat.

"Biasanya jam segini belum pulang, sudah tidak apa-apa"

Revan mengangguk kemudian. Ia pun menyalakan mesin motornya.

"Satu lagi, jangan cepat menerima ajakan seseorang saat kita tidak kenal seperti apa orang itu"

"Maksudnya?"

Anna kembali mengerutkan dahinya, ia semakin bingung dengan sikap Revan hari ini.

"Sudahlah... aku pulang"

Revan pun melajukan motornya tanpa menoleh lagi, ia pergi meninggalkan Anna yang masih menyisakan tanya.

avataravatar
Next chapter