12 Ketemu Calon Mertua : 1

Anna memasuki kelasnya dengan riang gembira. Hal itu membuat Leo yang sadari tadi mengobrol dengan beberapa teman-teman gadis di kelasnya mengalihkan pandangannya ke gadis itu.

"Pagi girls!"

Sapa Anna seraya duduk di bangkunya. Manda dan Karin yang melihatnya juga merasakan aura kegembiraan Anna.

"Yang lagi happy mah beda!"

Karin meledek menanggapi Anna. Sementara Anna yang mendengar itu terkekeh singkat.

"Ada cerita apa lagi nih ampe lu happy gitu"

"Gue abis nganterin Revan ke kelasnya"

"Udah? gitu doang? An, lo tuh gimana sih! Harusnya kan si Revan yang nganterin lo ke kelas, bukan lo yang nganterin Revan ke kelasnya. Jual mahal dikit bisa?"

Anna cemberut mendengar nasehat sahabatnya itu. Bukannya ia tidak ingin, pasalnya itu hal mustahil dilakukan Revan padanya. Melihat ekspresi Anna membuat Karin menghela nafas, ya ia paham maksudnya.

Bel masuk terdengar berbunyi nyaring, seketika anak-anak di kelas itu pun kembali ke bangkunya masing-masing.

Anna yang hendak mengeluarkan alat tulisnya, tak sengaja melihat Leo yang tengah memandang dirinya.

"Apa?"

Tanya Anna dengan alis mengkerut, sementara Leo hanya mengangkat kedua bahunya lalu mengeluarkan alat tulis dari tasnya.

'Dih, aneh banget sih tuh cowok'

Anna menggelengkan kepala heran, ia kemudian menoleh pada Manda yang duduk di sebelahnya sadari dari tadi tidak mengeluarkan suaranya.

"Lo kenapa deh diem mulu dari tadi, biasanya baceo kaya beo"

Manda yang memainkan pulpennya itu melirik Anna.

"Gue gak apa-apa, An. Lagi males ngomong saja"

"Tumben! Lagi sariawan ya lo?"

"Enggalah, enak saja"

Anna mengangkat kedua bahunya, lalu ia mengalihkan pandangannya ke depan karna bu Sinta -guru Biologi sudah berdiri di depan kelasnya.

"Pagi semua, seperti yang ibu bahas minggu lalu mengenai jenis virus dalam tubuh. Hari ini ibu ingin kalian membuat kelompok. Masing-masing terdiri dari lima orang. Silahkan, tentukan sendiri siapa. Ibu beri kalian waktu lima menit"

Seketika kelas itu pun sibuk mencari teman kelompoknya.

"Eh, kita baru tiga orang, siapa lagi dong?"

Tanya Anna pada kedua sahabatnya.

"Siapa lagi ya, Nina udah punya kelompok katanya."

Karin dan Anna berkutat dengan pikirannya tentang siapa lagi yang akan jadi teman kelompok mereka.

Manda yang sadari tadi diam mengalihkan tatapannya pada kedua laki-laki yang duduk di samping sebelah Anna.

Mereka juga terlihat bingung menentukan siapa, walaupun banyak dari teman-teman gadisnya yang mengajukan diri ingin daftar masuk kelompok kedua lelaki itu.

"Gimana kalau Leo sama Kennan?"

Ucap Manda pada sahabatnya. Karin yang mendengar itu langsung menindikan jarinya.

"Ide yang bangus tuh, si Kennan kan pinter dia. Lagian kan kita udah cewek bertiga, jadi sisanya cowok. Gimana menurut lo, An?"

Anna berpikir ragu. Walau ada benarnya ucapan Karin itu. Tapi bagaimana dengan Leo, dia masih kesal pada lelaki itu sejak kejadian sebelumnya.

Anna menghela nafas.

"Iya deh, boleh"

Karin lalu mengalihkan pandangannya kepada Leo dan Kennan, yang tampak berdiskusi.

"Leo, Kennan!"

Merasa terpanggil, kedua laki-laki itu mengalihkan tatapannya pada sumber suara.

"Kalian udah punya kelompok belum? Gabung yuk sama kita"

Leo mengangkat sebelah alisnya, ia lalu mengalihkan matanya pada Anna yang juga tengah menatap dirinya.

"Boleh"

Lima menit telah berlalu, masing-masing telah menentukan kelompoknya. Bu Sinta pun akhirnya memberikan tugas apa yang harus mereka kerjakan, yaitu membuat sebuah makalah yang nantinya masing-masing kelompok mempresentasikannya di depan kelas.

Sesuai kelompok, masing-masing dari mereka pergi ke perpustakaan sesuai perintah bu Sinta untuk mencari bahan materi.

"So, Kennan lo kan ketua kelompok. Terus masing-masing tugas kita apa?"

Kennan tampak berpikir kemudian.

"Lo, Karin. tugas lo ngecatet apa saja yang penting sama gue. Manda lo yang ngetik ya"

"Terus gue apa?"

Tanya Anna menautkan kedua alisnya.

"Lo nyari bahan materi sama Leo"

What?

"Gue sama dia?"

Anna melotot menunjuk Leo, membuat Leo melihatnya tersenyum tipis. Sementara Manda yang sadari tadi bungkam merasakan perasaan tidak enak hati tatkala melihat senyuman itu.

"Iya.."

Anna mengembungkan kedua pipinya kesal, ia pun menghentakan kakinya melangkah menuju rak-rak buku yang di ekori Leo di belakangnya.

Selama melihat buku-buku di rak Anna terus menggerutu. Leo ingin sekali tertawa melihatnya, di samping dia merasa jika Anna itu sangat lucu.

Tidak lama Anna menemuman buku yang ia cari, tapi sayang buku itu terlalu tinggi untuk dia gapai. Anna pun berjinjit mengambilnya, tapi tetap saja sulit karna badannya yang tidak terlalu tinggi.

'Elah, gimana sih ini!

Anna terus mendumal dalam hati, hingga di mana sebuah tangan berhasil mengambil buku itu.

"Bilang kek kalau gak bisa ngambil, kan bisa nyuruh gue. Gitu saja repot"

Leo menggelengkan kepala heran, sementara Anna kembali memasang wajah betenya.

"Ya harusnya lo sebagai cowok inisiatiflah"

"Gak semua cowok peka terhadap sesuatu dan ngerti apa yang lo mau"

Anna mengangkat sebelah alisnya, menyilangkan kedua tangannya.

"Maksudnya?"

"Seperti tadi pagi Karin bilang, kenapa gak cowok lo yang anter lo ke kelas. Malah lo sebagai ceweknya yang selalu agresif. Bukannya itu sama saja kayak cowok gak mengerti apa mau ceweknya, gue tahu di dalam hati lo, lo menginginkan sebaliknya"

"Lo dengerin pembicaraan gue sama Karin?!"

Anna menautkan alisnya, memandang tajam Leo, dan Leo terkekeh mendengarnya.

"Suara lo sama Karin terlalu berisik tadi, jadi sorry gue gak sengaja denger"

"Lo tuh sekalinya ngomong nyebelin banget ya. Lo mending diem saja terus"

"Kalau gue diem, gue gak bisa bantu lo bawain buku ini. Terus ntar lo mewek lagi."

Anna terkekeh mendengar ucapan Leo.

Apa sih?

"Sinting"

Tanpa mereka sadari Manda yang duduk di kursi perpustakaan memandang sendu Anna dan Leo yang tengah berguyon dan tertawa bersama itu.

Tidak bisa ia pungkiri, ada rasa iri dan sakit di hatinya melihat kedekatan Anna dan Leo, karna yang gadis itu inginkan sekarang ialah di posisi sahabatnya itu. Ya, Manda menyukai lelaki itu sejak pandangan pertama.

Tapi rasa khawatir tidak ingin seperti yang sudah-sudah membuat ia memilih bungkam, sebab ia takut akan penolakan yang membuat dirinya enggan kembali menjalin cinta.

***

Anna mendesah kesal seraya terus melihat jam di tanganya. Rencananya ia ingin mengajak pulang bareng lagi kekasihnya itu. Ia sudah mengirim pesan Revan tapi tak kunjung di balas.

Hampir satu jam Anna menunggu di parkiran tepat di sebelah motor Revan, tapi laki-laki itu juga tidak kunjung datang.

Tiit

Suara klakson terdengar, Anna bisa melihat Leo yang sudah menaiki motornya.

"Belum pulang juga?"

Gadis itu menggeleng memajukan bibir bawahnya. Ya, Anna sudah baikan dengan Leo sejak insiden kerja kelompok itu, dan menurut Anna, Leo orangnya cukup menyenangkan untuk dijadikan teman. Disamping humoris, dia juga easy going.

"Mau pulang bareng gue? Kebetulan rumah kita searah"

Anna berdenyit.

"Emang lo tahu rumah gue di mana?"

Astaga!

Leo tersentak, hampir saja ia keceplosan. Bukankah Dia juga tahu rumah Anna karna diam-diam mengikuti gadis itu pulang dengan pacarnya.

"Eh.. maksud gue, kali saja rumah kita deketan"

Jawabnya bernafas lega. Hampir saja...

"Jadi gimana? Lo mau bareng gue?"

Anna berdehem seraya berpikir. Tidak ada salahnya pulang bareng Leo kali ya. toh Revan masih gak dateng-dateng juga...

"Anna pulang sama gue"

Revan muncul tiba-tiba dengan raut wajah datarnya. Seketika Anna yang tengah berpikir itu pun menoleh dan tersenyum senang.

"Baby"

Anna menghampiri Revan dan merangkul erat lengan kekasihnya itu. Satu sisi Leo yang menyaksikan itu merasakan sesak di dadanya.

"Oke, gue duluan ya. An"

Anna mengangguk tersenyum, Revan yang di sebelahnya mengalihkan pandangan entah ke mana. Hingga di mana motor Leo pun menghilang dari pandangan, Revan melepas paksa rangkulan Anna, membuat gadis itu tersentak kaget.

"Naik!"

Anna yang merasa bingung itu langsung menaiki motor dan memeluk erat Revan.

Sepanjang jalan Anna tersenyum merebahkan kepala pada punggung kekasihnya. Tapi ia tidak tahu di balik helm Revan mengeraskan rahangnya, laki-laki itu merasakan ada sesuatu yang salah pada hatinya, dan ia benci mengakui itu.

Anna berdenyit saat sadari ini bukan jalan menuju rumahnya.

Tunggu, ini di mana?

"Van, ini bukan jalan rumahku"

Anna berkata setengah berteriak karna suara angin yang cukup menggelitik pendengarannya. Tapi Revan tidak mengindahkan pertanyaan itu.

Akhirnya gadis itu pun diam, pasrah akan kekasihnya itu membawa ia kemanapun. Yang penting dirinya bisa bersama laki-laki itu.

Motor itu pun berhenti tepat di halaman rumah berlantai dua bercatkan abu putih. Melihatnya, Anna mengerutkan kedua alisnya bingung. Dengan sigap Anna turun dari motor Revan dengan penuh tanda tanya.

"Ini rumah siapa?"

"Rumahku, masuk!"

Revan pun melangkah pergi menuju rumah, sementara Anna masih tak habis pikir. Kenapa Revan bawa dia ke rumahnya.

Tapi tiba-tiba seulas senyuman tercetak di bibir Anna.

"Mungkin dia mau ngenalin gue ke calon mertua, ternyata Revan udah beneran suka sama gue, ceritanya malu malu tapi cinta gitu. Manis banget sih kamu baby!"

Anna sedikit berlari mengejar Revan, dan berhenti tepat di belakangnya dengan bibir yang masih membentuk senyuman. Revan mendelik melirik sekilas Anna yang sudah ada di belakangnya itu lalu mengalihkan pandangannya ke Laura yang saat itu tengah mengajari Gwen menghitung.

"Revan pulang mom"

Laura yang mendengar suara putra sulungnya pun seketika mengalihkan padangannya.

"Oh syukurlah, mana pacarmu itu, dear?"

Revan menoleh sekilas ke belakangnya, ia pun melangkahkan kakinya kembali berjalan hingga menaiki tangga dan terlihatlah Anna tengah menautkan alisnya, lalu tersenyum manis pada Laura yang tengah menatap dirinya.

"Kak Anna!"

Gwen berteriak heboh tatkala melihat gadis itu ada di rumahnya. Ia pun bangkit dan menghampiri Anna.

"Hallo Gwen, kita ketemu lagi"

Anna tersenyum mengacak pelan rambut Gwen. Laura yang melihatnya pun juga tersenyum dan bangkit dari duduknya menghampiri keduanya.

"Maaf ya Gwen suka berisik kalau ada tamu. Saya Laura, mommynya Revan sama Gwen. Kamu benar pacarnya Revan?

Anna terkekeh pelan dan mengangguk malu.

"Saya Anastasya tan. Tapi tante bisa panggil saya Anna"

"Oke Anna... Cantik namanya, sesuai sama orangnya. Ngomong-ngomong jangan panggil tante ya, An. Tapi panggil mommy"

"Boleh tante?"

Laura mengangguk tersenyum tulus.

"Boleh dong"

"Makasih mommy"

Sementara Revan memasuki kamarnya dengan alis bertautan. Ia melemparkan tasnya sembarang dan menghempaskan tubuhnya ke atas kasur.

Matanya sengaja ia tutupi dengan satu lengannya. Tak lama terdengar helaan nafasnya.

Tanpa sengaja pikiraannya kembali mengingat begitu dekatnya Anna dan laki-laki yang bernama Leonandra di parkiran sekolah.

Saat itu setelah bel pulang berbunyi, ia keluar dari kelasnya dan tiba-tiba Sisil datang menghampirinya mengingatkan tentang rapat osis. Ia sendiri lupa dengan rapat itu, karna di pikirannya hanya memikirkan pertemuan Anna dan Laura nanti.

Setelah rapat selesai Revan pun mengechek ponselnya, dilihatnya pesan dari Anna yang menunggunya di parkiran satu jam yang lalu.

Tidak ingin memakan watu lama, ia langsung berjalan menuju parkiran untuk memastikan apakah Anna masih menunggunya atau tidak.

Got it!

Revan melihat Anna yang tengah mengobrol bersama seorang laki-laki yang Revan tahu jika laki-laki itu murid baru di sekolahnya.

Dalam diam ia mendengarkan obrolan mereka. Hingga dimana Revan mendengar laki-laki itu mengajak Anna pulang bersama.

Bukankah itu lebih baik jika Anna bisa dekat laki-laki itu agar tidak lagi mengganggu dirinya. Tapi entah kenapa ada rasa tidak rela melihatnya.

Revan ingat jika dia juga harus membawa gadis itu ke rumahnya, atau Laura akan kecewa, dan ia tidak suka itu.

Persetan!!

Akhirnya laki-laki itu mendekati Anna dan Leo. Berkata bahwa ialah yang akan pulang dengan gadis itu.

Revan menurunkan lengannya dan memandang langit-langit. Mungkin seharusnya dia tidak merasa kesal saat ini karna memikirkan gadis itu.

"Lo hanya perlu jalani dan lupakan, Van."

avataravatar
Next chapter