7 Jadian Masa!

Anna keluar dari ruang BK setelah jam istirahat berbunyi. Ia melihat datar amplop di tangannya. Tebak, pastilah amplop itu berisi panggilan untuk kedua orangtuanya.

Guru BK menyatakan Anna bersalah setelah mendengar kejadian sebenarnya. Ia akui, ia emang salah karna memulai pertengkaran. Karna itulah ia ditahan sampai jam istirahat. Tapi menurut Anna itu bukan salah ia sepenuhnya, semua itu juga kan karna si nenek lampir yang cari gara-gara.

Walau keluarga Anna investor terbesar di sekolah ini, para guru juga tidak mau dicap pilih kasih karna terus-terus mentorelir kelakuan buruk Anna. Kedua orangtuanya harus tahu, itu semua juga demi masa depannya.

Anna paham itu.

**Anastasya POV

Hufh...

Emang ya bikin sumpek lama-lama di ruangan itu.

Kurasakan ponsel di saku ku bergetar sesaat aku keluar dari ruangan terkutuk itu. Aku pun mengecek, dan melihat pesan masuk.

Amanda R.L

Lo punya utang cerita sama qta.

Qta tunggu lo dikls,

Ada yg mau qta obrolin juga.

GPL ! 09:20

Aku menghela nafas, melipat dan memasukan amplop yang dibeikan guru BK itu ke saku.

"Rese emang si Jessica, rasanya gue belum puas ngasih pelajaran tuh si nenek lampir."

Aku mulai melangkah kakiku ke kelas sadari Manda dan Karin menunggu.

"Eh... tapi gak apa-apa deng, gue kan udah punya barang bukti"

Aku tersenyum senang, bergumam riang gembira.

Sesaat berjalan menuju kelas, sadari tatapan orang-orang yang terrtuju padaku. Tapi aku hanya menganggap itu semua biasa, aku tidak peduli.

Tapi

Tiba-tiba seseorang menarik paksa lenganku begitu saja hingga aku harus memutar kembali ke lain arah. Aku mengerutkan kedua alisku, kuperhatikan punggung yang lebar di depanku, dia yang membawaku seorang lelaki.

Tunggu, bukankah dia Revan?

"Re... Van? Kamu mau bawa aku kemana?"

Aku bingung, tapi demi neptunus satu sisi juga aku senang. Dia hanya diam tidak menggubris pertanyaanku, terus saja membawaku pergi.

Akhirnya sampailah kami di satu ruangan, dia melepaskan tanganku dan menutup pintu. Ini kan ruang musik.

"Van, kenapa kamu bawa aku kesini?"

Oh Tuhan!

"Jangan bilang.."

Kulihat Revan memutar kedua bola matanya.

"Gak usah mikir macem-macem, bisa?"

"O... Oke"

Jawabku senyum kikuk, dalam hati aku meruntuki kebodohanku Bego! Bisa-bisanya aku mikir gituan. Karna apa? Karna aku pikir Revan akan melakukan hal-hal aneh padaku, dengan sigap aku menyilangkan kedua tanganku untuk penutupi dadaku. Demi Tuhan, aku belum siap! Mana ruangan ini kedap suara.

Dia menghela nafasnya.

"Aku tidak punya banyak waktu dan sedang tidak ingin mendengar penjelasan apapun. Jadi dengarkan baik-baik, jawab pertanyaanku. Kamu... masih ingin pacaran denganku?"

Seketika aku mengangkat kedua alisku, dan mengangguk cepat.

"Tentu saja"

"Oke, aku penuhi permintaanmu. Mulai hari ini kita berdua pacaran. Tapi sebelum itu kamu juga harus menerima syarat dariku"

"Apa itu?"

"Jangan cari masalah lagi dengan siapapun. Sekalipun ada perempuan lain yang saat itu sedang berada didekatku. Kamu... paham maksudku?"

"Ka... kamu serius? By the way, aku terima syarat darimu. Tapi emang harus gitu ya kamu ngomongnya, Van? Gak romantis banget sih"

Aku berdecak, sebal.

"Tidak ada kata lain selain iya atau engga. Atau kamu mau aku menarik kata-kataku?"

"Eh... oke... iya aku mau Revan. AKU MAU!"

Tanpa sadari aku berlari mendekatinya, hingga aku bisa merasakan tubuh Revan yang menegang. Apa aku salah? Ooops, ternyata aku memeluknya. Sayangnya, aku harus mendesah kecewa, karna ia mendorong paksa kedua lenganku.

"Maaf.."

Aku tersenyum menyesal.

"Ingat kata-kataku.."

Revan membalikan badannya dan melenggang pergi meninggalkan aku sendiri.

"Dingin banget sih jadi cowok"

Cibirku. Tapi bagaimanapun aku suka!

"Gue mesti kasih tahu Manda juga Karin"

**Anastasya POV end

Revan berjalan menelusuri koridor. Semakin lama semakin melamban, dan akhirnya langkah itu pun terhenti. Pikirannya kembali mengingat perkataan sahabatnya -Dimas, sebelum itu padanya.

*Flashback On

Revan memejam eret kedua matanya seraya menutupi sebagian wajahnya. Diam-diam menghela nafas lelah. Dimas yang duduk sebangku dengannya pun menyadari apa yang Revan lakukan.

"Boleh gue ngomong serius sama lo?"

Tanya Dimas kemudian, Revan menjawab dengan anggukan.

"Lo beneran sama sekali gak tertarik sama Anastasya? Karna gue perhatiin dia beneran cinta sama lo. Cuma lo doang yang nolak dua. Kalau gue jadi lo sih pasti gue terima ya. Nih ya, udah mah cantik, kaya terus setia. Beda sama cewek lain. Buktinya sekian lama lo cuekin, dia tetep ngajar-ngejar lo.."

"Ini bukan soal cantik dan kaya, ini soal dia yang hanya terobsesi sama gue"

Jawab Revan tanpa mengalihkan pandangannya.

"Yakin lo? Kenapa gak lo kasih kesempatan Anna buat lebih mengenal siapa elo. Dengan gitu lo bisa tahu apa dia beneran cinta lo atau hanya obsesi semata. Siapa tahu setelah jadian sama lo Anna berubah kan? Gue tahu, lo nunggu dia. Tapi mau sampai kapan, Van? Sementara lo belum tentu bakal ketemu dia lagi"

Revan terdiam, dalam hati dia membenarkan apa yang Dimas katakan. Dirinya belum tentu bisa bertemu kembali gadis yang ia cintai dimasa lalu. Ia harus memikirkan perkataan sahabatnya itu matang-matang.

*Flashback Of

"Apa keputusanku benar?"

Revan menerawang langit-langit hendak mencari jawaban. Tapi semua terasa ambigu, percuma saja.

"Satu hal yang pasti, ku pastikan hati ini tidak akan mengkhianatinya"

***

Gadis itu melangkahkan kakinya cepat menuju rumah dengan kesal.

"BI...! BIBI...!!"

Teriaknya heboh, membuat ruangan itu menggema. Hingga datang seseorang yang dimaksud, yang dengan cepatnya menghampiri gadis itu.

"Iya non?"

"Tolong cuci baju ini sekarang juga!"

Gadis itu memerintah dengan kasarnya seraya menyerahkan paper bag yang berisi seragam sekolah.

"Iya baik, non..."

"Ya udah nunggu apa lagi? Sana pergi!"

Setelah kepergian si wanita, yang tidak lain asisten rumah itu, gadis itu berjalan menghampiri sofa, mendaratkan pantatnya ke sofa tersebut.

Bruk

"Argh... nyebelin banget sih! Bikin mood gue ancur!"

"Loh... loh.. kenapa anak mamih yang satu ini? Pulang-pulang kok ngomel-ngomel, itu tadi tuh.. kasian kan si bibi. Ini juga pake baju siapa? Kamu kenapa sih, Jes?"

Ya, gadis itu Jessica yang sejak kejadian itu, sering uring-uringan. Membuat sang ibu terheran-heran melihatnya.

"Miiih, nanyanya satu-satu..., ya gitu deh, Jessi lagi kesel, mih"

"kesel kenapa sayang?"

"Ada deh mih, jessi males bahasnya. Jessi ke kamar dulu ya"

Jessica beranjak dan melangkahkan kakinya menuju kamar, sementara wanita paruh baya itu hanya menggelengkan-gelengkan kepala.

Dasar anak-anak jaman sekarang..

"Sore aunty Mira. Ada apa nih? Kayaknya rame banget.."

Wanita yang bernama Mira itu seketika baranjak dari sofa begitu melihat seseorang datang. Lebih tepatmya seorang lelaki yang sebaya dengan putrinya -Jessica.

"Eh... kamu, tuh sepupumu pulang sekolah ngomel-ngomel terus. Ampun deh aunty. Samperin gih!"

"Oh, oke aunty"

Lelaki itu pun melangkahkan kakinya dan menaiki tangga, di mana kamar Jessica berada. Seperti biasanya pintu kamar Jessica ia buka dan langsung melenggang masuk begitu saja. Membuat si empunya kamar yang terduduk di atas kasur terkejut.

"Kebiasaan sih lo, ketok dulu kalau mau masuk kamar orang!"

Lelaki itu menyengir.

"kenapa lo, Jes? Kata aunty ngomel-ngomel mulu. PMS huh?"

"Dih.... tahu apa lo soal PMS? Lagian gak bisa gitu lo manggil gue kak Jessi, inget gue lebih tua dari lo"

"Elah.. kita cuma beda setahun juga. Ngapain gue manggil lo pake embel-embel kakak"

"Serah.."

Jessica pun menyerah akhirnya, membiarkan pikirannya kembali berfantasi, hingga alisnya saling bertautan. Hal itu tentu saja mengundang tanya lelaki yang sejak tadi memperhatikannya.

"Gue tebak, lo pasti ada masalah di sekolah, dan ada sangkut pautnya sama cowok"

"So tahu banget sih lo.."

"Eh... gue gitu! Gue kan calon psikolog"

"Ya... ya"

Jawab Jessica sekenanya, dia sudah bosan mendengar itu.

"Gue emang lagi ada masalah. Ada cowok yang udah lama jadi inceran gue. Tapi... selalu ada saja yang ngalangin rencana gue buat deketin tuh cowok"

"Seriously?! Jadi ceritanya seorang Jessica ngejar-ngejar cowok. Sejak kapan?"

Lelaki itu menggelang tak percaya. Pasalnya, yang ia tahu sepupunya itu paling anti mengejar lawan jenis, ia lebih senang dikejar dibanding mengejar. Lebih tepat sih jaga image, karna Jessica tipe cewek yang lebih mendahulukan gengsi.

Kok gue jadi curiga.

"Apa sih lebay lo! Gue punya alasan you know! Dan lo gak perlu tahu itu. Ya udah sih skip saja. Oh ya, ngapain lo kemari?"

Lelaki itu mengangkat kedua bahunya, terserah lah...

"Ada perlu sama aunty sebenernya. Tapi gue malah di suruh nyamperin anak singa"

Katanya tertawa berderai, membuat Jessica melotot kemudian hingga lelaki itu pun menghentikan tawanya.

"Ngomong-ngomong soal inceran, gue juga punya cewek yang kali ini jadi target gue"

"Siapa lagi?"

Laki-laki itu terseyum miring.

"Lo bakal tahu nanti"

avataravatar
Next chapter