19 Elegi

Saat itu, jam pelajaran belum dimulai. Anna memilih memainkan ponselnya seraya mendengarkan sederet lagu dari playlist-nya melalui sepasang earphone yang melekat di telinga untuk menghabiskan waktu.

Tiba-tiba suara Manda menyentaknya.

"An, itu bukannya Revan, ya?"

Mendengar nama laki-laki itu disebut-sebut, lantas saja Anna menolehkan kepalanya seraya mencopot salah satu earphone, matanya mengikuti telunjuk Manda yang terarah pada jendela kelas yang transparan. Di luar, ia melihat beberapa siswa dan siswi tengah berjalan dengan santai di depan kelasnya.

Senyuman lebar terbit pada wajah cantik Anna sesaat ia melihat kekasihnya itu memasuki kelas. Mendadak ingatannya kembali pada kejadian malam itu, di mana ia dan Revan menghabiskan waktu bersama, walaupun akhirnya tidak berdua, tapi malam itu cukup bermakna untuknya.

Sementara Leo yang duduk tepat tiga langkah di sampingnya sadar akan itu, laki-laki itu hanya menghela napas lalu mengalihkan pandangannya ke dapan.

"Boleh minta perhatian teman-teman sebentar?"

Revan, laki-laki itu berkata dengan suara menggema. Membuat atmosfir kelas itu mendadak menjadi hening karna semua mata hanya diam tertuju pada orang-orang di depannya. Tidak terkecuali dengan Anna, gadis itu masih setia menatap laki-lakinya dengan senyum manisnya yang tak jua luntur.

"Terima kasih atas perhatiannya. Pertama-tama saya selaku ketua osis di sma Academy ingin memberikan beberapa pengumuman penting. Di mana kita akan memperingati hari ulang tahun sekolah setiap tahunnya, dan saat itu juga pensi akan di selenggarakan untuk seluruh siswa siswi. Saya peringatkan untuk kelas 11, kita semua wajib berpastisipasi, karna ini akan menjadi penilaian guru kesenian kalian masing-masing di akhir semester."

Mata tajam Revan mengamati satu-persatu wajah orang-orang di depannya. Hingga mata itu menemukan satu kenyataan yang membuat kedua hanzal matanya membesar. Walau begitu, ia harus bersikap tegas dan berusaha mengabaikannya.

"Untuk tahu bidang apa saja yang akan di pentaskan, wakil ketua osis akan membagikan selembaran formulir. Kalian bisa memilih salah satu bidang yang tercatat di formulir tersebut."

Revan pun mengangguk pada Sisil sebagai tanda gadis itu untuk segera membagikan selembaran yang di bawanya.

Terlihat Sisil pun melangkah dari meja ke meja membagikannya. Hingga di mana ia tiba di meja Anna, gadis itu tersenyum sinis seraya menyerahkan kertas itu. Sementara Anna mendengus serta menatap tajam dirinya.

"Kalian bisa menyerahkan itu kepada ketua kelas kalian jika sudah selesai. Sekali lagi terima kasih atas perhatian teman-teman."

Revan dan anggota osis lain pun melangkah pergi dari kelas Anna, tanpa sedikitpun ia menoleh pada gadis itu. Membuat Anna yang melihatnya mencurutkan bibir serta memandang sedih laki-laki itu.

"Elah, mulai deh tuh muka di tekuk. kasian banget deh sahabat gue di acuhin gitu sama yayangnya."

"Berisik Karin!"

Anna memandang tajam Karin, ia mulai kesal. Sementara Karin terkekeh mendengar itu.

"E.. by the way, lo semua mau ikut apa nih?"

Manda bertanya seraya dalam hati membaca tulisan pada selembaran. Ada beberapa katagori yang menjadi pilihan bagi siswa siswi yang wajib mereka ikuti. Katagori itu diantaranya seperti drama, membaca puisi, dance, menyanyi serta bermain musik.

"Apa ya?"

Anna mengerutkan dahi bingung, sejujurnya ia malas mengikutinya. Tapi apa daya, itu semua akan menjadi penilaian guru kesenian di rapotnya nanti.

"Lo semua lihat deh, ada guest star di akhir acara!"

Seru Karin kemudian.

"Astaga! Jaz dong! My baby handsome.."

"Lebay!"

Anna meledek menanggapi ucapan Manda, gadis itu lalu menenggelamkan wajah pada lipatan tangannya di atas meja.

"Ye suka-suka gue! Emangnya elu, di kepala lu isinya cuma Revan doang."

Manda mengeplak kening Anna lalu menjulurkan lidahnya pada gadis itu, dan Anna mengusap keningnya seraya menatap Manda sebal.

"Bodo"

***

Sepulang dari kantin, Anna bergegas ke kelas dengan jus melon di tangannya. Kedua sahabatnya sudah kembali ke kelas termasuk Revan dan kawan-kawannya, laki-laki itu kembali bersikap dingin seperti biasa seakan malam sebelumnya tidak pernah terjadi.

"Huh.. nyebelin banget sih punya pacar! seneng banget bikin terbang terus di lempar jatoh kemudian. Sakit bang hati adek!"

Seharusnya ia tahu, semua kata-kata Revan kemarin adalah murni sebagai bentuk alasan untuk menolak seseorang yang telah menyatakan cinta padanya. Laki-laki itu bersikap manis pada Anna agar mengira hubungan mereka benar adanya. Sehingga gadis yang bernama Gisel itu berhenti dan tidak menganggu dirinya lagi.

Anna pun menghela napas lelah.

Tiba-tiba langkah gadis itu terhenti di depan kelas teater ketika tanpa sengaja matanya menemukan seseorang yang tengah mengobrol.

Tanpa sadar, Anna mendapati dirinya mendekat. Sebelum akhirnya salah satu orang yang bicara itu melangkah pergi setelah obrolan mereka selesai.

"Hai!"

Sapa Anna tanpa basa-basi pada Jasmine ketua teater di SMA Academy sesaat gadis itu berbalik.

"Hai.."

Jasmine balik menyapa ragu Anna, karna sebelumnya mereka tidak pernah ada intraksi satu sama lain. Walaupun gadis itu mengenali siapa itu Anastasya.

"Jasmine ya? gue Anna. Lo ketua ekskul teater kan? gue mau daftar, boleh?"

"Oh mau daftar teater? boleh kok boleh, sebentar gue ambilkan buku data dulu di dalem. Lo tunggu di sini, ya."

Jasmine pun mendorong kursi untuk Anna dan ia bergegas masuk ke dalam mencari buku yang dimaksud. Ya, Anna sudah memutuskan pensi apa yang akan di ikutinya, ia memilih drama sebagai katagori pilihanya.

"Anna?"

Suara seseorang memanggil namanya tatkala Anna duduk seraya melihat jam di tangannya, Ia mendongkak dan mendapati Leo yang memandang dirinya intens.

"Lo ngapain di sini?"

"Gue mau daftar teater."

"Lo pilih drama juga?"

Anna kembali bertanya dengan mata bulat sempurna, dan Leo mengangguk menjawabnya.

"Ini ya, lo tulis dulu nama, kelas sama no hap..."

Ucap Jasmine terhenti sesaat ia melihat Leo yang berdiri tepat di samping Anna.

"Gue mau daftar juga. Boleh, kan?"

Leo berkata demikian, seakan tahu apa yang ada di pikiran Jasmine.

"O- Oh, boleh. Kalau gitu lo juga sekalian deh."

Leo pun duduk di kursi sebelah Anna, mereka sama-sama mengisi data pada buku yang Jasmine berikan pada mereka tadi.

"Lo kenapa gak ikut nyanyi saja, An? gue denger-denger lo bisa main musik."

Anna mengangkat sebelah alisnya.

"Tahu dari mana lo kalau gue bisa main musik. Seinget gue, gue gak pernah nyebut-nyebut kata musik."

"Kennan, tahun kemaren lo katanya nyanyi sambil main piano."

Anna membulatkan mulut seraya mengangguk.

"Iya, tapi itu cuma sekali. Gue bener-bener gak serius mendalami piano, sekedar keisengan belaka."

Leo mengangguk mendengar itu.

Ia lantas kembali menuliskan sisa tulisannya, setelah selesai laki-laki itu menyerahkannya kembali pada Jasmine. Begitu pun dengan Anna, gadis itu pamit pada Jasmin setelah menyerahkan datanya, di susul Leo di belakangnya.

"Lo tahu, nanti malam ada food Festival di taman tidak jauh dari komplek rumah lo?"

"Serius lo?"

Anna terperagah, ia membulatkan matanya berbinar. Pasalnya ia sangat menyukai festival seperti itu. Di samping banyak pilihan makanan, harganya pun tejangkau. Yang lebih penting, banyak jajanan yang membuat dirinya seakan meneteskan air liur.

"Lo mau ke sana? kalau mau gue bisa jemput lo, siapa tahu lo mau teraktir gue makan."

Anna terkekeh.

"Masih inget saja lo. Oke! lo bisa jemput gue nanti malam."

Leo mengangguk, ia tersenyum karnanya. Tanpa mereka sadari, seseorang menyaksikan itu dengan kerutan di dahinya.

***

Marchel berjalan memasuki kelas dengan satu tangan yang di masukan ke dalam celananya. Ia melihat bagaimana Revan, Billy serta Dimas yang asyik dengan ponsel di tangan mereka.

"Elah, belum beres juga lo semua maen ML."

Marchel menggelengkan kepala, sejak ia pergi ke toilet dan kembali ke kelas sahabat-sahabatnya itu masih betah dengan game nya.

"Berisik anjir! gue udah mau menang nih."

Dimas menyahut menanggapi Marchel, matanya masih tetap fokus pada layar ponselnya.

"Iya emangnya elo, maenannya Ludo!"

Cibir Billy.

"E.. anjing. Bully saja terus bully, gue mah rela."

"Emang lo pantes di bully! Cemen sih.."

Marchel melotot saat itu juga pada Billy, ia ingin sekali menggeplak kepala laki-laki itu. Tapi akhirnya bisa ia tahan.

"E... Van, gue perhatiin Anna makin deket saja sama cowok murid baru itu. Lo gak masalah tuh?"

Revan yang sejak tadi juga fokus ke ponselnya, melirik sekilas Marchel.

"Kenapa sama gue?"

"Lo kan cowoknya, lo gak cemburu gitu?"

Revan pun menghela napas. Sebelum akhirnya..-

"Harus emangnya?"

"Lah, gimana sih lo? kalau gue jadi lo, gue pasti gak suka lah."

"Sayangnya gue bukan elo."

"Ih anjir, susah ngomong sama raja kulkas mah."

Marchel memilih kembali ke kursinya dari pada membatin karna ucapan Revan. Sementara Revan -laki-laki itu diam-diam mengeraskan rahangnya.

Alankah lebih baik jika ia mulai bersikap tidak peduli tentang Anna. Sebelum sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi.

Ya, Revan sudah memikirkan itu sejak semalaman.

Tapi itu semua tidak luput dari pandangan Dimas, diam-diam laki-laki itu tersenyum sinis. Ia tahu jika Revan telah menipu dirinya sendiri.

avataravatar
Next chapter