3 Dibalik Sikapnya Dinginnya

"Jadi suatu sistem itu bisa dikatakan mempunyai energi atau tenaga, jika suatu sistem tersebut mempunyai kemampuan melakukan usaha. Besarnya....-"

Seorang guru tengah membahas ilmu fisika dihadapan murid-muridnya.

Semua murid di kelas itu tampak diam memperhatikan, khususnya Revan. Berbeda dengan siswa/i lainnya, sesekali ia menulisnya di buku tulisnya.

Saat ditengah pembahasan....-

"ANASTASYA APA YANG KAMU LAKUKAN?"

Otomatis semua murid yang sadari tadi serius memperhatikan dan guru yang membahas itu pun menoleh ke arah kaca. Terlihat dua orang saling berhadapan, dan mereka tidak menyadari telah menjadi tontonan kelas itu.

"Itu kenapa lagi si Anna?"

"Dia pasti mau ngintilin ayang Revan deh!"

"Cantik dia, udah mah cantik, konglomerat lagi"

"Si Anna manis banget deh, sayang dia cintanya sama si Revan. Sakit hati gue"

"Jadi si Revan enak banget. Semua cewek naplok sama dia kayak cicak"

Kelas itu pun menjadi gaduh, Tapi tidak dengan Revan, ia malah terlihat dingin, mengeratkan giginya menahan geram. Demi Tuhan, dia merasa frustasi. Lagi-lagi dia!

Tok tok tok

"Sudah anak-anak... Kalian diam atau ibu tidak akan melanjutkan pelajaran ini"

Akhirnya semua murid pun kembali diam, walau beberapa dari mereka masih berbisik satu sama lain.

"Van, cewek lo makin nekad saja"

Dimas, teman sebangku Revan membisik kemudian. Sementara Revan hanya diam mengindahkannya. Dia bersumpah tidak ingin berurusan dengan gadis itu, gadis yang satu setengah tahun ini mengacaukan hidupnya.

Merasa diabaikan, Dimas pun mengangkat kedua bahunya. Dasar kulkas..

Tidak terasa bel istirahat berbunyi, semua murid berhamburan keluar untuk pergi ke kantin. Menyisakan Revan, Dimas, Billy dan Marcel.

"Kantin, Van?"

Dimas bertanya seraya berdiri dari bangkunya. Billy dan Marcel pun menghampiri keduanya.

"Gue mau ke ruang osis, lo semua duluan saja"

Well, selain pintar dan tampan Revan juga ketua osis di sekolahnya. Berbeda dengan Dimas Arga Syahputra yang populer di kalangan basket, karna dia adalah ketua tim basket. Sedangkan Billy Joule Kayana dan Marcel Kusuma Praja termasuk anggota band di sekolah mereka. Tidak heran keempatnya dijuluki moodbooster nya SMA Academy Internasional, bahkan kepopuleran mereka sudah sampai sekolah lainnya, terutama Revan. Membuat para siswi bersemangat pergi sekolah.

"Oke"

Akhirnya Dimas, Billy dan Marcel memutuskan pergi duluan ke kantin, tapi sebelum mereka tiba di pintu kelas. Mereka sudah melihat seorang gadis berdiri yang tersenyum manis. Itu tentu hal yang biasa untuk mereka.

Dimas, Billy dan Marcel pun menatap satu sama lain, Tidak lama seringai muncul di bibir mereka.

"Pangeran, tuan putri sudah datang!"

Marcel teriak dengan lantangnya. Membuat Dimas dan Billy tertawa menderai, begitu pun dengan gadis itu, dia mendengus geli.

Revan yang sadari tadi sibuk mencari catatan di tas nya pun seketika menghentikannya, ia memandang kesal ke empat orang yang saat ini tengah berada di pintu kelas.

"Masuk saja deh An, kalo Revan gigit bilang ya sama aa Billy"

Ya, gadis itu Anna. Dimas yang melihatnya pun hanya bisa menahan tawa melihat Anna yang bersemu dan Revan yang sedang menahan kesal.

Sepeninggalnya mereka, di ruangan ini hanya menyisakan Anna dan Revan. Anna merasakan hatinya berdetak kencang. Anna tidak habis pikir kenapa hatinya masih saja bergetar setiap melihat Revan.

Ayo An, lo bisa!

Anna tersenyum pada Revan yang sedang menatap tajam dirinya. Terlihat Revan berdiri dari bangkunya dan melangkahkan kakinya menuju Anna.

"Apa lagi?"

Revan bertanya dengan ekspresi dingin dan datar. Saat itu juga Anna semakin gugup.

lo kenapa sih An, selalu ngeciut kalo di depan dia. Lo harus berani! Elah..

"Aku cuma pengen ngasih kamu ini?"

Sebuah kotak persegi panjang berwarna biru tua terpampang manis di kedua tangan Anna. Kotak yang di dalamnya berupa bekal makan siang yang sengaja di bawa Anna untuk lelaki itu.

Revan melirik kotak itu sekilas tanpa minat, Sebelum akhirnya kembali melihat gadis itu.

"Kamu gak pernah ngerti ya, sudah berapa kali sih ku bilang jangan lakuin ini, sampai kapanpun aku tidak pernah mau menerima apapun darimu, dan... tolong hentikan hal-hal bodoh yang membuat aku semakin merasa bodoh"

Deg

Tubuh Anna menegang. Kenapa? Bukankah itu makanan keseharian Anna dari Revan untuknya. Tapi kenapa kata-kata itu masih saja terasa menyakitkan.

Anna memaksakan senyumnya. Dalam hati ia memuji dirinya sendiri yang mampu mengotrol emosinya. Karna apapun yang terjadi, sesuai janjinya pada Revan untuk tetap tersenyum.

"Aku cuma pengen ngelakuin apa yang pengen aku lakuin, Van. Dan.. kamu tidak perlu mengerti untuk itu"

Revan mengusap kasar mukanya setelah mendengar tuturan Anna. Dia tidak habis pikir, kenapa begitu sulit memberitahu gadis ini. Oh ya, dia kan gadis yang keras kepala! Tapi ini bener-bener udah ngelampaui batas...-

"Fine! Lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Buat aku semakin bodoh karnamu"

Anna mematung, tatkala Revan pergi begitu saja setelah mengeluarkan kata-kata pedasnya. Dalam hati ia tertawa mencemooh. Lagi-lagi ditolak.

Ya, Anna harus menelan mentah-mentah, membawa kembali bekal yang sebelumnya sudah ia siapkan untuk pujaannya itu.

"Seperti yang kamu bilang, aku adalah gadis yang keras kepala. Karna alasan itulah, aku tidak akan menyerah hay Revano El Barack, Camkan itu! Walau beribu kali kamu menolakku. Tapi akhirnya, bagaimanapun caranya, kamu akan segera menjadi miliki. Se-o-rang"

***

Revan keluar kelasnya dengan perasaan dongkol. Tidak peduli pasangan mata memandanganya intens. Bahkan sebagian terang-terangan menggoda dirinya, tapi ia hanya melirik sekilas seraya terus melangkahkan kakinya ke ruang osis.

Ada apa dengannya? Kenapa dia selalu dibuat kesal dengann tingkah gadis itu. Sebenarnya apa yang dilihat orang-orang padanya? Apa karena ia selalu bersikap baik, yang membuat mereka salah mengartikan kebaikannya. Seketika Revan merasa sedikit menyesal karna itu. Terutama gadis itu, gadis itu kerap kali menganggunya semenjak kejadian itu...-

*Flasback On

Saat itu awal pertama kali Revan dan Anastasya masuk SMA Academy Internasional, dan hari itu hari kedua mereka melaksanakan masa orientasi, dan hari dimana mereka bertemu.

Dihari itu para siswa/i tengah mendapatkan tugas membersihkan seisi sekolah. Cuaca yang terik membuat mereka kelelahan. Terkecuali Revan, ia terlihat biasa saja mengerjakan semua itu. Karna baginya hal itu sudah biasa ia alami.

"Tangkap bro!"

Dimas datang menghampirinya dengan melemparkan benda berbentuk tabung meruncing kepadanya, untung saja Revan bisa menangkap dengan mudah benda itu. 

Revan berdenyit.

"Apa ini?"

"Minumlah bego! Tadi ada senior cantik ngasih itu ke gue.. Siapa ya? Oh ya, Jessica. Salam katanya, dia suka sama lo.. Nih gue juga dapet dari temennya yang suka sama gue"

Dimas terkekeh seraya mengguncang-guncangkan botol minuman yang lain.

Revan hanya menggelengkan kepala sebagai respon. Fyi, Revan dan Dimas adalah teman sejak masih sekolah dasar, tidak heran saat itu mereka sudah akrab.

Tanpa seganja ekor mata Revan melihat seorang gadis yang terlihat pucat. Setelah dipikir kenapa? Dia pun melangkahkan kakinya pada gadis itu.

"Heh... lo mau kemana?"

Revan terus berjalan tanpa menggubris Dimas.

"Kamu gak apa-apa?"

Gadis itu mendongkakkan kepalanya saat mendengar suara seseorang. Terlihat si gadis terkejut begitu melihat siapa yang ada dihadapannya. Begitupula dengan Revan, ia merasakan getaran aneh pada jantungnya. Tapi buru-buru ditepisnya.

"Kamu kenapa? Mukamu pucat? Kamu sakit?"

Gadis itu tersadar dari lamunannya.

"A.. aku gak apa-apa. cu.. cuma sedikit cape"

Revan tidak menyadari aura gugup dari gadis itu, karna di pikirnya gadis itu hanya tengah kelelahan.

"Oh.."

Sekilas Revan melihat botol minum yang ada di genggamannya. Sampai..-

"Ini ambillah.."

"Eh tapi.."

"Gak apa-apa, ambil saja"

Akhirnya gadis itupun mengambil botol minuman dan langsung meminumnya, mau tidak mau membuat Revan tersenyum geli.

"Aku Revano El Barack. Namamu?"

Dalam hati ia meledek dirinya. Oh ayolah, dia baru saja untuk pertama kalinya mengajak seorang gadis berkenalan. Karna biasanya mereka yang meminta duluan tanpa diminta.

"Ukhuk.."

Revan mengangkat sebelah alisnya, kenapa dia?

"Kamu gak pa-pa?"

"VANO!"

"Hah?"

"Ah maksudku, Revano?"

"Iya...., Tapi kamu cukup panggil aku dengan Revan"

Revan tersenyum manis. Beberapa detik keadaan menjadi sunyi. Sampai akhirnya Revan kembali memecah keheningan.

"Dan kamu?"

"Aku Anastasya, tapi kamu cukup panggil aku..... Anna"

*Flashback Of

Sejak saat itu Anna selalu menemui Revan, Revan juga menerima baik diri Anna. Sampai pada akhirnya, gadis itu mengumumkan kepada semua orang bahwa Revan miliknya.

Revan tidak mengerti, kenapa Anna berkata seperti itu. Mendadak Anna berubah egois. Padahal dia selama ini berbuat baik kepadanya hanya karna bundanya yang mengajarkan dia seperti itu. Bundanya berpesan jika Revan harus selalu bersikap baik pada semua orang walaupun orang itu bersikap semena-mena padanya.

Tapi Anna kasus yang beda baginya. Gadis itu dengan terang-terangan berani mengancam seseorang karna egonya. Jika kalian bertanya kenapa dia tahu itu, karna ia melihatnya secara langsung dengan kedua matanya sendiri. Pada akhirnya Revan pun terpaksa menjauh dan merubah sikapnnya pada Anna.

Walaupun Revan menggubah sikapnya pada gadis itu, gadis itu tetap saja mendekatinya.

Revan cukup tahu siapa itu Anastasya. Dia keturunan Davidson, pengusaha kaya di Indonesia hingga masuk ke daftar seratus orang terkaya di dunia. Yang keluarganya penginvestor terbesar di sekolah yang ia masuki. Bahkan tanpa mencari tahu siapa Anna, orang-orang sibuk membicarakannya. Karna bagaimanapun Revan mempunyai telinga yang masih mendengar dengan baik.

Jika Revan boleh jujur, Anna sangatlah cantik. Padahal dia bisa mendapatkan laki-laki mana saja yang dia mau. Tapi kenapa harus dirinya? Revan merasa dia bukan siapa-siapa. Dia tidak memiliki apa-apa, dan dia tidak bisa memberikan apapun untuk gadis kaya itu. Terutama hatinya, karna baginya hatinya hanya terpaut satu orang saja. Hanya saja dia tidak tahu di mana seseorang itu.

avataravatar
Next chapter