6 Cewek Barbar Vs Nenek Lampir

**Anastasya POV

Keesokan harinya, sebelum pukul tujuh pagi aku sudah tiba di sekolah. Memarkirkan mobilku dan keluar, tidak lupa ku kunci mobil dengan remot untuk menguncinya.

Seraya berjalan, ku eratkan almamater khas sekolahku. Karna aku merasakan dinginnya udara setelah subuh tadi hujan mengguyur kota Jakarta.

DOR

"Astaga!"

Hampir saja aku terjengkang karna seseorang mengagetkanku dari belakang.

"Elah.. apaan sih lo berdua, ampir saja gue nyugsruk. Kan gak lucu"

Aku menggeram kesal, sementara kulihat Karin dan Manda tertawa gembira.

"Sorry... sorry. Tuh idenya si Karin, An"

Sebel huh...

"Sorry ya baby"

Kata Karin seraya merangkulku. Aku hanya cemberut, momonyongkan bibirku.

"Tau ah.."

"Bibirnya gak usah gitu juga kali, neng"

Manda pun mencibir.

"Tau ah, sebel gue dari kemaren"

"Oh ya, gimana kemarin, An? Manda udah cerita sama gue tadi. Lo jadi labrak si nenek lampir?"

"Ya, itu dia yang mau gue ceritain..."

Seraya terus berjalan menuju kelas, mengalirlah ceritaku tentang kejadian kemarin. Dimana aku diam-diam mengikuti Revan dan nenek lampir itu, hingga akhirnya harus kehilangan jejak karna munculnya si pengendara motor yang sesaat membuatku terpana.

"Serius lo?"

Manda bertanya setelah mendengarkan cerita detailku, sementara aku hanya mengangguk mengiyakan.

"Jadi ceritanya ada cowok lain nih yang berhasil menarik perhatian seorang Anastasya selain Revano"

Timpal Karin yang membuatku berdenyit. Yang benar saja?! Bagiku Revan segalanya, seluruh perhatianku hanya untuknya. Cie elah...

Aku tidak menggubris omongan Karin, karna ponselku berbunyi, menandakan pesan whats up masuk.

Nyonya Davidson

Anna sayang

maafkan mama ya tidak sempat pamit padamu. Karna mama lihat tadi kamu masih tidur.

Jaga diri baik-baik selama mama pergi ya sweetheart

mama sayang padamu. 06:45

Aku tersenyum kecut. Well, tadi pagi aku memang tidak melihat sama sekali batang hidunng kedua orangtuaku. Karna ada ataupun tidak bagiku sama saja.

Kumasukan kembali ponselku, tanpa perlu kubalas pesannya. Karna memang tidak penting.

Lebih baik aku pikirkan bagaimana cara menngerjai si nenek lampir dan membuat perhitungan dengannya. Sadari ancaman yang kuberikan tidak pernah mempan padaya.

Well, kita lihat saja apa yang akan terjadi nanti.

**Anastasya POV end

***

"Nice shot!"

Mereka -Anna dan Sarah saling ber-high five, karna bola itu berhasil masuk.

Saat ini di jam pertama adalah pelajaran olahraga. Para siswi di kelas itu tengah melakukan olahraga tenis lapangan ganda, sementara para siswa lainnya melakukan olahraga basket. Kebetulan Anna satu kelompok dengan Sarah.

Beberapa kali bola yang dikirimkan Anna kepada lawan berhasil membuat mereka mendapatkan poin, hingga akhirnya mereka pun menguasai lapangan.

Anna memanglah pemain yang handal, sadari semasa sekolah menengah pertama ia pernah mengikuti kejuaraan tenis lapangan tunggal tingkat nasional. Walaupun Sarah tidak semenonjol Anna. Tapi  bagi Anna, Sarah juga partner yang hebat karna bisa mengikuti intruksi darinya.

PRIIIIIT

Peluit tanda berakhirnya pertandingan berbunyi. Keputusan akhir menyatakan kelompok Anna memenangkan pertandingan tersebut.

Hal itu tentu saja membuat mereka menjerit senang seraya saling berpelukan. Mengundang decak kagum dan iri dari teman-temannya yang lain.

"Hebat lo, An! Belajar tenis di mana?

Karin bertanya sesaat mereka beristirahat sejenak di pinggir lapangan.

"E... gue gitu! Gue kan emang mantan atlit tenis propesional. Iya gak, Man?"

"Iyain saja deh"

"Yee.. lo mah"

"Eh.. tapi serius. Si Anna dulu emang pernah menang kejuaraan tenis tingkat nasional, Rin"

"Iya gue mah percaya"

Anna tampak terdiam kemudian, tiba-tiba pikirannya melayang kembali ke sepuluh tahun yang lalu. Ia ingat, betapa dulu sering menyaksikan pertandingan tenis bersama kakaknya. Rio emanglah penyuka olahraga, khususnya tenis lapangan.

Cita-citanya adalah menjadi atlit tenis propesional, tapi sayang, keadaan tidak mendukungnya dan impian itu harus terkubur bersama jazadnya.

Karna itu Anna melanjutkan impian kakaknya itu. Dengan menjadi atlit tenis semasa sekolah menengah pertama, sampai ia mampu menjuarai setiap pertandingan.

"An...-"

Ucapan Karin terhenti begitu melihan Anna tengah melamun. Akhirnya ia pun menyenggol sikut Manda. Menunjuk Anna dengan dagunya, dan bertanya kenapa tuh anak?

Manda hanya mengangkat kedua bahunya. Ia tidak tahu.

"ANASTASYA.."

Tegur Karin dan Manda serentak. Membuat Anna berjolak kaget dan sadar akhirnya.

"Apaan?"

"Kita perhatiin lo asyik ngelamun, mikirin apa?"

Tanya Karin kemudian, Anna menggeleng.

"Gak mikirin apa-apa, gue ke toilet bentar ya. Bhay.."

Anna pun bangkit dan meninggalkan Karin juga Manda yang masih menyisakan tanya.

Aneh

Anna melangkahkan kakinya, berjalan dengan tidak semangat. Ia sungguh merindukan Rio. Tapi apa daya, ia juga tidak akan pernah bertemu lagi dengan abang kesayangannya itu.

***

Anna memasuki salah satu bilik tersebut setiba ia memasuki toilet, dan setelah Anna selesai buang air kecil, sayup-sayup ia mendenger beberapa orang memasuki toilet dengan kikikannya, yang mau tidak mau membuat Anna memutar bola mata malas.

"Jadi gimana cara lo berhasil buat Revan nganterin lo balik?"

Suara tanya dari salah satu gadis membuat Anna yang berada disatu ruangan itu mengurungkan niatnya untuk membuka pintu. Ia menautkan kedua alisnya, serta menajamkan kedua telinganya.

Mereka kan?

Anna menyunggingkan senyum liciknya. Dengan cepat mengeluarkan handphone di saku celana olahraganya.

"Iya dong, gue gitu loh! Cuma ekting kaki pincang di depan dia. Langsung saja tuh cowok nawarin gue balik. Gue yakin, gue cewek pertama yang dibonceng berdua sama dia."

Seorang gadis lain menjawab dengan tersenyum bangga.

"Ternyata gampang banget ngibulin si Revan. Terus gimana kalau si Anna tahu?"

Gadis itu berdecih.

"Bodo amat sama si cewek barbar, pokonya gue harus dapetin Revan. Karna itu penting bagi popularitas gue!"

WHAT THE F**K

Mendengar itu membuat Anna emosi, dalam hati ia mengutuk perbuatan nenek lampir itu. Siapa lagi jika bukan Jessica -musuh bubuyutan Anna.

"Bener dugaan gue, nenek lampir itu cuma manfaatin Revan. Ternyata gue gak usah repot-repot ngebuka kebusukan si Jessi"

Anna mematikan handphonennya. Berpikir keras dan melihat sekelilingnya. Ia pun kembali menyunggingkan senyum misteri.

"Lihat pembalasan gue"

Anna membawa sesuatu keluar dari bilik itu. Di sana ia melihat Jessica dan Marsya tengah merias diri di depan cermin wastafel. Dan...-

Byuuur

Kedua gadis itu terkejut bukan main. Ya, Anna mengguyur Jessica dengan ember yang berisi dengan air, sehingga membuatnya basah kuyup.

"LO? APA YANG LO LAKUIN CEWEK GILA!"

Jessica berteriak tidak terima. Sementara Anna terkekeh melihatnya.

"Itu yang lo terima kalau lo macem-macem sama Revan.... Duh kasian, dingin ya?"

Rasain lo, Anna dilawan..

Jessica mengeratkan giginya kesal.

"AWAS YA LO!"

Jessica pun menghampiri Anna dan menjambak rambutnya. Membuat Anna menjerit sakit.

"AW... SIALAN, EMANG LO YA NENEK LAMPIR. LEPASIN RAMBUT GUE!"

"LO TUH CEWEK BAR-BAR! LO PIKIR GUE TAKUT SAMA ELO GITU? JANGAN HARAP!"

Tak ingin kalah Anna juga menjambak rambut Jessica dengan kasar. Hal itu tentu mengundang beberapa siswa/i lain di luar sana yang mendengar kedua jeritan gadis itu, langsung menghampiri keduanya. Sementara Marysa mematung karna bingung dengan apa yang harus ia perbuat.

"Ngaca deh lo, lo tuh senior, jangan ngincer ade kelas napa!"

"Suka-suka gue! Lo bukan nyokap gue. Gak usah ngatur gue!"

"Lo harus tahu, Revan itu cuma milik gue!"

"Denger ya cewek barbar. Lo pikir si Revan juga suka sama lo hah! Gak pernah nyadar ya lo, dia juga jijik sama lo"

Keduanya masih saja adu mulut seraya saling menjambak tanpa peduli sudah menjadi tontonan yang lain.

Tak ayalnya keributan itu juga mengundang pak Rahmat selaku keamanan sekolah Academy Internasional. Ia dibuat heran dengan kumpulan anak-anak yang berkerumun di luar toilet wanita.

"Ada apa ini? Kembali ke kelas kalian!"

Mereka pun mundur karna terkejut setelah tahu siapa yang bicara.

Kembali, pak Rahmat mendengar keributan dari dalam toilet. Ia langsung masuk, dan terkejut melihat apa yang terjadi.

Lagi-lagi mereka!

"KALIAN BERDUA, HENTIKAN SEKARANG JUGA!"

Anna dan Jessica pun seketika menghentikan aksinya. Percayalah, suara pak Rahmat itu melengking, membuat telinga orang yang mendengarnya mendenging.

"Kalian ikut saya ke ruang BK, dan untuk kalian semua kembali ke kelas masing-masing"

Anak-anak yang sadari menonton pun berhamburan, karna tidak ingin bernasib sama seperti Anna dan Jessica.

Pak Rahmat keluar toilet diikuti kedua gadis itu. Diam-diam mereka saling bertatapan sinis. Jangan lupakan kondisi mereka yang mengenaskan, dengan rambut yang berantakan. Anna dapat melihat Karin juga Manda yang bertanya kenapa, tapi Anna hanya mengisyaratkan tanda tunggu.

Sementara di dalam kelas Revan tengah mengerjakan soal matematika dengan serius. Tapi sesekali ia menghentikan kegiatannya begitu tidak sengaja mendengar obrolan Billy dan Marchel yang tepat duduk di belakangnya.

"Serius lo, Chel?"

"Serius gue, liat saja tuh videonya. Ada di grup wa grup anak-anak"

Billy pun mengeluarkan handphonenya, ia membuka grup wa teman-teman se-bandnya.

"ANJIR!"

Tanpa sengaja Billy berteriak kaget. Membuat semua mata di kelas itu tertuju padanya. Untungnya guru yang mengejar di kelas itu tengah pergi ke ruang guru.

"Apaan, Bil?"

Dimas menoleh ke belakang karna penasaran, dan melirik Revan sekilas yang masih sibuk  mengerjakan soal, atau lebih tepatnya pura-pura sibuk.

"Ini si Anna berantem dong di toilet sama si Jessi, dan itu ada sangkut pautnya sama lo... Van"

"Jessi, Jessica? Kakak kelas itu?"

Tanya Dimas memastikan.

"Yo'i.."

Revan bener-bener menghentikan kegiatannya kali ini. Ia memejam erat kedua matanya seraya menutup sebagian wajahnya. Diam-diam menghela nafas lelah.

avataravatar
Next chapter