webnovel

41.

Keheningan kian menusuk, berpadu dengan udara yang semakin membeku. Ruangan yang seharusnya hangat kini menjadi seperti lahan putih bersalju. Juno masih saja melihat Lily yang berbaring membelakanginya. Juno kembali duduk dan menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Lily. Juno mencium perut buncit itu dengan lembut.

Lily menahan tangisnya bibirnya bergetar. Sungguh hal yang sangat sulit baginya. Dalam hati Lily terus saja teringat akan mendiang sang Mama. Banyak nasihat yang di berikan oleh Mama Mella walaupun saat itu beliau Balum mengetahui jika Lily adalah putrinya yang hilang.

{ Nak, terkadang mempertahankan rumah tangga adalah bukan karena kebahagiaanmu saja. Melainkan pengorbanan besar untuk seseorang yang paling berharga di dalam hidupmu. Tentang bahagianya, tentang masa depannya.}

Itulah nasihat Mama Mella kepada Lily saat mereka menghabiskan waktu bersama di penghujung nafasnya. Lily tak kuasa lagi membendungnya bulir bening itu mengalir tanpa rintangan membasahi sudut matanya.

"Ma...." Rintih Lily dalam tangisnya memanggil mendiang sang Mama.

Mendengar Lily menangis memanggil Almarhumah Mamanya, Juno seketika menciumi pipi istrinya dan membelai lembut rambutnya.

"Jangan menangis lagi sayang, aku tau semua ucapanmu tadi bukanlah yang sesungguhnya dan bukan dari hatimu. Aku tau kau wanita yang berhati lembut."

"Aku berjanji akan lebih baik lagi dan tidak akan mengulangi hal semacam ini lagi. Jangan menangis lagi ya kasihan anak kita" Ucap Juno sambil membelai lembut Lily dan menatapnya lekat.

Lily hanya menangis dan menangis.

"Tenangkan dirimu sayang. Ada aku disini"

"Kita akan bersama sama membesarkan dan menjaga mereka" Ucap Juno sambil mengusap lembut perut Lily.

Lily beranjak duduk dan menyeka air matanya sambil merentangkan tanganya.

"Peluk aku" Ucap Lily dengan manja dan tangis yang masih tersisa.

Juno tersenyum dan memeluknya dengan erat sambil mengusap usap punggung istrinya untuk menenangkannya. Lily menumpahkan kekesalannya yang tersisa dengan menepuk nepuk keras punggung Juno.

"Lakukan saja apa maumu asal kau mau memaafkan ku" Ucap Juno dengan senyum yang mengembang.

"Kamu tuh nyebelin pa.. Nyebelin banget!" seru Lily dengan tangan yang terus memukul mukul punggungnya.

Juno hanya diam saja dan menerima pukulan itu dengan senang hati.

"Maaf Ma" ucap Juno sambil mengecup kening Lily.

Lily mengangguk sambil mengelus elus punggung Juno tanpa memukulnya lagi. Mereka telah berbaikan demi masa depan mahluk kecil yang sekarang masih di alam rahim itu.

"Maafkan Papa ya nak. Papa janji ga akan bikin Mama nangis lagi" Ucap Juno sambil mencium perut Lily dan Lily membalasnya dengan mengusap rambut suaminya.

"Auh... " Kata Juno sambil meringis kesakitan.

"Kenapa Pa?" Tanya Lily sambil meraba raba kepala Juno.

"Sakit tau, kemarin pas berantem sama kak Nando itu" Jawab Juno sambil meraba kepalanya yang benjol.

"Tau rasa. kapok kan? Mau lagi?" Ucap Lily dengan tatapan sebal.

"Ishh... sadisnya istriku" Ucap Juno sambil melirik Lily dan menggelengkan kepalanya pelan.

"Kaki juga, kena apa?" tanya Lily.

"Hem... ini kena pecahan botol" jawab Juno jujur sambil meringis malu akan kebodohannya.

"Enak senjata makan tuan? Lihat ni, kaki juga jadi korbannya" Ucap Lily sambil cemberut dan melengos menghindari Juno.

Juno baru tersadar dan melihat kaki Lily. Juno seperti sangat menyesal dan kecewa akan diri sendiri.

*Duh, bodohnya aku. sampai melukai dia* Batin Juno melihat luka di kaki Lily yang di balut perban.

🌺🌺🌺🦜

*Ayah, kenapa kau sampai seperti ini. Tega memperalat orang lain demi menafkahi kami? Sekarang harus aku yang menanggung semua beban ini* Gumam Rania di dalam tangisnya seorang diri terkurung di dalam ruangan yang asing baginya.

Rania menatap jendela yang berteraliskan besi itu. Bukan memikirkan cara untuk lari. Karena lari pun percuma, hanya akan membuat keluarganya menjadi sengsara. Nando tidak akan main main dengan ucapannya. Ancaman Nando sungguh mengerikan bahkan untuk meregang nyawa pun harus dengan seijinnya.

Masuklah Nando kedalam ruangan itu. Rania terkejut dan tersirat ketakutan yang amat sangat di matanya. Air matanya sontak menetes begitu saja. Nando hanya berdiri dan menatap Rania kemudian pergi lagi tanpa meninggalkan apapun.

🐚🐚🐚🐚

"Hari ini kita pulang ya?" bujuk Juno dengan lembut sambil memeluk sang istri.

"Tidak, aku masih ingin di sini" Jawab Lily dengan santainya sambil berbaring.

"Ya udah, aku juga disini ya" Ucap Juno mempererat dekapannya.

"Eh, ngapain. Pulang aja sana!" Jawab Lily seketika sambil mengerjakan mata.

"Enggak ah, aku mau nginep di rumah mertua" Ucap Juno dengan manja.

"Kamu tau perasaanku saat pertama kali tau kalau Mama Mella adalah Mama kandungku?" Tanya Lily pada Juno yang menciumi lehernya.

"Pasti kau sangat bahagia saat itu. Tapi aku suamimu yang bodoh ini malah menghancurkan kebahagiaanmu. Harusnya aku ikut bahagia bersamamu" Jawab Juno t dengan suara yang terdengar sedih.

"Tidak sepenuhnya bahagia. Karena aku terlambat mengetahuinya. Jika saja semua ini terjadi saat Mama Mella masih ada. Dia akan sangat bahagia. Aku bisa memeluknya dan menciumnya. Setidaknya dia akan sangat bahagia karena akan menjadi Nenek" Jawab Lily sambil menangis haru.

"Sudah sayang, semua adalah takdirnya. Kita boleh bersedih tapi tak boleh selalu meratapi. Sekarang yang terpenting adalah kesehatanmu dan bayi kita." Jawab Juno sambil mengusap usap perut Lily.

Pintu kamar terbuka begitu saja dan nampak seseorang berdiri sambil melipat tanganya di dada.

"Ehem...." Nando berdehem di depan pintu.

"Oh kakak," Sapa Lily yang kini sudah ceria dan tak begitu pucat lagi.

"Sudah baikan Ly?" tanya Nando sambil berdiri di tepi ranjang.

"Sudah kak, udah lebih enakan kok. Mana Embun?" Tanya Lily sambil meraih dan menggenggam tangan Nando.

" Masih main sama Neneknya di mall. Aku pulang duluan ada sedikit urusan." Ucap Nando sambil mengusap usap tangan Lily.

*Ngobrol sih ngobrol. Ga pake pegang pegang tangan juga kali* Juno membatin kesal dan menghela nafas dalam dalam.

"Ngapa ga suka? Dia adik ku. Kita satu mahram ya, mau aku cium juga atau peluk juga boleh" Ucap Nando tiba tiba sambil menatap tegas Juno.

Juno yang masih duduk bersandar di ranjang sontak terperanjat dengan ucapan Nando.

"Em, enggak sih kan kamu kakak kandung istriku dan kakak iparku juga sekarang." Jawab Juno sambil tersenyum simpul pada Nando.

* ish, sebel banget aku* Dengus Juno kesal.

"Udah sih jangan berantem lagi. yang akur Napa?" Ucap Lily memutus tatapan laser kedua pria dewasa itu.

Juno dan Nando sama sama membuang padangan dan mencibir satu sama lain. Lily tersenyum melihat hal itu.

"Baikan yok, kalian kan kakak adek dan sahabat juga" ucap Lily sebagai penengah di antara mereka.

Lily menarik tangan Juno dan Nando untuk berjabat tangan. Juno dan Nando saling tatap untuk sesaat kemudian melengos lagi.

"Udah gede juga kayak anak kecil kalian ini" keluh Lily sambil menggelengkan kepalanya.

Next chapter