1 Prolog

Hidup di dalam keluarga yang tak berkecukupan membuat seorang gadis dengan nama Juliana Moretha atau kerap di panggil Ana ini membuat dirinya sedikit frustasi karena dituntut untuk bekerja keras demi menambah finansial keluarga.

"Sial, kalau seperti ini terus, aku tidak sanggup."

Ana melempar celemek yang tadinya ia pakai ke atas meja dapur. Ia bekerja sebagai pencuci piring di salah satu restoran bintang 3. Gajinya cukup, JIKA UNTUK DIRI SENDIRI, ingat ini.

TAPI, Ana juga bagaikan kepala keluarga karena ia adalah anak pertama perempuan dari tiga bersaudara.

"Daripada kau hanya marah-marah dan mengeluh terus, lebih baik pulang. Ini sudah jam pulang mu, Ana."

Yang berkata adalah Shasa Theirs, ia adalah salah satu teman Ana yang memang bekerja dengan posisi sama. Tapi, siapa sangka jika nasib Sasa jauh lebih baik daripada Ana? Ia adalah anak orang kaya, yang menghabiskan waktu bekerja mencuci piring hanya agar ia ingin belajar mandiri?

Gosh. Jika Ana berada di posisi Sasa, ia akan bermanja-manja di harta kekayaan orang tuanya dan membiarkan dirinya dimanjakan dari nasib yang sungguh baik.

"Ya ya ya, aku tau apa yang akan kamu katakan selanjutnya." ucap Ana sambil memungut kembali celemek yang tadi ia lempar.

Sasa terkekeh, mendekati Ana untuk merangkul temannya itu. "Ayolah, ini sudah malam hari tapi sejak pagi tadi kamu terus menekuk senyuman." ucapnya seolah menenangkan.

Ana berdecih. Setelah itu, ia memutuskan untuk menurunkan tangan Sasa yang merangkul di pundaknya. "Aku ingin pulang, sampai jumpa."

Di loker wanita, Ana memandang diri di cermin tanpa mengerjapkan mata selama semenit. Ia seolah sedang memprediksi nasib selanjutnya yang akan ia dapatkan dengan sangat baik, entahlah.

Ia sudah bertekad untuk mendapatkan kekasih yang bisa memenuhi kebutuhannya.

"Sampah di masa lalu akan aku buang. Aku tidak ingin bekerja seperti ini, sialan."

Dunia sangat kejam, apalagi bagi seorang wanita, anak pertama, dan terasa seperti orang kedua yang mencari nafkah sebagai andalan keluarga.

Semua beban kehidupan sudah terpikul dengan sangat apik di bahu Ana, menjadikan ia seperti wanita yang kurang bersimpati dengan orang lain dan terkadang memiliki tingkat egois yang tinggi.

Bahkan, tidak jarang dengan temannya, Sasa, ia merasa tidak peduli jika wanita tersebut memberikan support dan masukan untuknya supaya lebih bersemangat menjalani kehidupan.

Menurut pandangan Ana, orang yang lebih berkecukupan darinya akan memberikan nasehat yang memang terdengar mudah, tapi sulit untuk orang dengan ekonomi yang rendah.

Siap berkemas, Ana kini sudah memakai dress mini yang membalut tubuhnya. Dress dengan kerah V memperlihatkan setengah bagian dadanya. Ini bukan pertama kalinya ia mengenakkan pakaian seperti ini.

Namun sebelum keluar dari loker, ia menggunakkan jaket oversize untuk menutupi pakaiannya yang cukup minim di mata orang awam.

"Saatnya bekerja paruh waktu, semangat untukku."

Dan disaat dunia sedang mempermainkan takdir mu, maka disitu Ana hanya menikmati bagian rasa sakit dan membayarnya dengan kesenangan dunia.

Ana, wanita cantik nan anggun yang bernasib buruk, memiliki pekerjaan sampingan sebagai wanita bayaran yang siap memuaskan para laki-laki di club malam yang terlihat mampu membayarnya besar.

Ia mengenal dunia ini satu tahun yang lalu, di saat keluarganya secara terus menerus menuntutnya untuk menjadi orang yang sukses di kemudian hari.

"Aku tidak ingin menerima takdir, maka aku akan mengubahnya dengan cara ku sendiri."

Ini, adalah sepenggal ilustrasi dari perawalan kisah seorang Juliana Moretha, Ana.

...

Next chapter

avataravatar
Next chapter