webnovel

Gadis Es dan Petualangan Baru

Malam ini, malam yang dingin. Salju mulai turun, perlahan menutupi permukaan tanah. Lantai berderit mengikuti irama langkah kaki seorang gadis berambut gradiasi kuning-biru menatap keluar dari jendela kamarnya menikmati butiran salju yang melayang di udara. 

Aku adalah Yamamoto Mirai. Aku berusia 16 tahun. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, banyak hal yang akan terjadi nantinya. Aku tidak sabar untuk berkeliling di kota ini besok pagi!

"Yes!" sorakku.

Aku membanting tubuhku ke kasur, melihat langit-langit rumah yang sedikit kuno, menuliskan tulisan semu melalui jari-jari tangan. Apakah akan ada pertualangan yang baru nantinya?

"Aku harus bersiap menjalani hidupku di kota ini, daripada menderita di kerajaan ku sendiri…. Masa lalu, aku tidak tau apakah itu indah, atau tidak" kataku sambil menarik selimut dan memeluk sebuah guling. 

"Selamat pagi duniaa….!!!!" teriakku dengan keras sampai membuat getaran kecil di rumah.

Aku mulai membuka jendela kamar, menghirup udara dingin yang segar. Hari ini aku tidak memakai pakaian tebal yang membuat tubuhku tetap hangat, iya itu tidak perlu.

Aku mengganti pakaian tidurku dan beranjak pergi berjalan-jalan di tengah kota yang ramai. 

"Aku berangkat!"

Kota ini ternyata tidak seperti yang kubayangkan. Banyak sekali sesuatu yang bisa kutemukan di kota ini. Bagaikan surgawi! Aku bahkan tidak menemukan yang seperti ini di kotaku

Saat aku sedang asyik-asyiknya berkeliling tiba-tiba pandanganku tertuju kearah seorang pedagang yang menjual sayuran.

"Ah! Wortel!" ucapku dengan sorot mata yang bergelombang-gelombang bak ombak laut. Sembari aku melihat-lihat sayuran yang ada didepanku, seorang wanita yang merupakan penjualnya itu menyapaku.

"Hai gadis muda, apakah kamu sangat menyukai wortel-wortel ini?" katanya sambil menawarkan.

Aku mengangguk mengiyakan maksud dari perkataan wanita tua itu. "Jika tidak keberatan aku mau membelinya!" pintaku sambil tersenyum.

"Wah…. Aku tidak pernah melihat senyuman seperti itu di kota ini"

Aku pun terkejut mendengar perkataan dari wanita tua itu. "Tidak pernah? Apa maksudmu?" tanyaku.

"Tidak, bukan karena orang-orang disini tidak pernah tersenyum. Senyum milikmu itu punya ciri khasnya lho" jawabnya sambil memilah dan membungkus wortel-wortel itu.

"Khas?"

"Benar, senyum khas begitu hanya dimiliki oleh orang-orang Yama, jarang sekali kota ini di kunjungi dari negara bagian utara" lanjutnya menjelaskan sembari memberikan wortel yang telah di bungkus kepadaku.

"Ambilah…. Ini ku berikan padamu secara gratis"

"Eh…. Gratis? Anda tidak perlu memberikannya secara gratis padaku, aku akan membayarnya…." ucapku.

"Tidak apa-apa, anggaplah ini hadiah atas senyummu itu" 

"Eh, jadi aku boleh menerimaku?" tanyaku.

Wanita tua mengangguk. "Ambilah…."

"Terima kasih…." ucapku berterima kasih kepada Wanita tua yang baik hati memberikan wortel-wortelnya kepadaku.

Aku tidak menyangka di kota ini aku menemui orang-orang baik disini. Sangat jarang sekali aku temukan di lingkunganku sendiri.

"huh…."

Waktu telah berlalu cepat, membuatku terlalu terlena dengan berbagai macam barang yang ada di sini. Apalagi, aku berjalan pulang sambil melihat isi dompetku kosong tidak bersisa. "Oeh…. Kosong, lain kali aku harus mengontrol diri, hah…."

"Oh ya, apa lebih baik aku mendaftar jadi Petualang saja ya? Itung-itung pemasukan tambahan" pikirku sambil berjalan membawa barang belanjaanku yang banyak. "Nanti kupikirkan setelah dirumah…." 

"Huh!? Apa-apaan…." kejut Leo melihat meja makan yang penuh dengan makanan.

"Tatara! Selamat pagi kak!" 

"Padahal ini masih pagi lho, sudah makan makanan berat, mana banyak pula lagi…." ucap Leo sambil berkeringat dingin.

"Ya maaf, hehe…. Aku tidak sadar membeli banyak bahan makanan, jadi ya kebablasan…." ungkap Mirai sambil menyatukan kedua jari telunjuknya.

"Hadehhh…. Siapa yang mau makan sebanyak ini?!" 

Aku pun menatap wajah Leo dengan tatapan tajam, "siapa lagi kan….?"

Leo langsung duduk di tempat duduknya lalu memakan masakan yang ku masak. Sudah kuduga ini akan berhasil….

"Ngomong-ngomong, apa aku boleh daftar di serikat petualang?" tanyaku.

Leo sedikit terkejut dengan perkataanku barusan. "Hmm? Kenapa mendadak begini? Tunggu lah, aku butuh waktu seminggu untuk mencerna semua ini" jawabnya.

"Huh…." hembusku. "Mau kupukul atau nanti malam tidur diluar?" ucapku membuat pilihan kepada kakakku.

Seketika dia terkejut. "Heh…. Mau sekarang boleh! hehe…."sahutnya yang seperti biasa berkeringat dingin.

Kurasa ini akan merepotkan. "Apa aku bisa mendaftar disana?" tanyaku.

Leo menompang dagunya mencoba berpikir sesuatu. "Mungkin bisa, kalau kamu mau mendaftar sekarang. Itu boleh-boleh saja…." jawab Leo dengan ekspresi sedikit santai. Yes! Dia mengizinkanku untuk menjadi petualang. 

"Selamat datang di Serikat Petualang kota Xeronia! Apa ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang wanita yang bertugas sebagai registerisasi di serikat itu.

Kurasa dia berusia 5 tahun lebih tua dariku, walaupun tidak wajar lebih tua dariku dengan dada yang sedikit rata begitu, pikirku meledeknya.

"Um…. Aku ingin mendaftar disini, apakah bisa?" tanyaku tanpa berpikir panjang. Memang benar, dia tidak boing-boing kebanyakan yang dikatakan orang-orang.

"Oh baiklah, aku akan memberikan formulir pendaftarannya padamu jika kamu benar-benar yakin untuk mendaftar disini…." jawabnya dengan nada yang sedikit mengejek. Kenapa dia malah mengejekku, apakah ini karma?

"Baiklah…." ucapku sambil mengisi formulir yang diberikannya padaku. Huh…. Pantas saja dia meledekku daritadi, bahasa di formulir ini adalah bahasa kuno yang sering digunakan sebagai mantra magis di dunia ini. Bahasa kuno begini bukan berarti bisa mengecohku lho.

"Siap!" ucapku sembari memberikan formulir pendaftaran yang telah ku isi.

"Ara…. Baiklah, tidak kusangka ternyata kamu bisa membaca tulisan ini. Itu artinya kamu memenuhi persyaratan pertama untuk bergabung di serikat ini!" ucapnya.

"Hehe…." tawa kecilku menyombongkan diri (Padahal sebenarnya cuman bisa baca bahasa itu sampai tahapan 5).

"Baiklah cebol…."

Hey! Aku sudah berumur 16 tahun darimananya cebol!

"Ambil ini!" ucapnya sambil memberikan gulungan berisi misi rank E padaku.

"Eh…." kejutku melihat isi dari misi itu. "Eehh….! bukankah misi ini terlalu tidak masuk akal untuk misi kelas E"

"Mau menerimanya? Jika kamu berhasil menyelesaikannya. Kamu diterima disini…." 

"Huh…. Apa boleh buat sih, tapi yang misinya yang masuk akal juga!" protesku padanya, namun tidak dia menghiraukanku. 

(Gua tempat tinggal monster ular, Medora)

"Onee berdada rata itu memberikan aku misi mengambil satu sisik dari Ular Medora…. Monster ular yang ditakuti…." ucapku sambil menelan ludah ku sendiri karena takut akan ada bahaya mengancamku nantinya.

"Ini misi kelas E? Sendirian? Sangat tidak masuk akal…." lirihku memasang ekspresi cemberut. Apa boleh buat, aku harus diterima segala kosenkuesi nya. 

Gua ini suram dan gelap, penuh dengan air yang menetes dari langit-langit gua, membuat keadaan gua terlihat mencekam dan mengerikan.

"Halo?" suaraku menggema-gema di gua ini, aku belum menemukan tanda-tanda Medora disekitar sini. Aku yakin dia ada di suatu tempat di gua ini. Tapi tunggu dulu, aku ingin tau apa yang aku injak darita-di….

"Hah?! Inikan….! Eh…. Tubuh ular itu" kejutku yang hampir saja berteriak membangunkan ular raksasa itu. Sial, seberapa jauh aku pergi dari pintu masuk gua. 

Misinya cuman mengambil sisiknya saja kan? Bukan malah mengambil ular ini terus dibawa pulang ke serikat. Aku bercanda, lagian aku mana berani mengganggunya.

"Jadi, aku harus mengambil salah satu sisiknya ini?"

Bodoh…. Sisiknya sangat besar dan keras sekali, bahkan aku tidak bisa mengambilnya semudah mengalahkan monster belalang di hutan.

"Sial, bagaimana ini…."

Tiba-tiba aku merasakan gerakan dari tubuh sang ular raksasa ini. "Apa yang….Ahhhhh" aku terjatuh dan menghantam permukaan tanah dengan keras.

"Aduh…." rintih ku menahan rasa sakit. "Oeh…." belut, tidak maksudku ular raksasa ini tiba-tiba terbangun dari tidurnya.

GROOOOOOAAAAAHHHH!!!!

Ular raksasa itu mengaum bak serigala yang sedang mengamuk, membuat suara gema yang memekakkan telingaku, bahkan gua ini serasa akan runtuh akibat teriakannya. Aku bersembunyi dibalik batu besar dibelakangnya, bisa gawat jika aku ada kontak mata darinya, bisa-bisa aku jadi santapan makan siangnya. 

Saat aku bersembunyi, aku baru menyadari jika sebenarnya ular mempunyai semacam indra yang bisa merasakan titik panas. "Ah…. Jadi aku harus bagaimana, apakah aku akan mati disini? Semudah itukah?"

Aku merasakan ada hal aneh disampingku, seketika aku menoleh. "Sial…." ucapku yang melihat kepala ular itu menantapku.

GROOOOOOAAAAAHHHH!!!!

Dia mengaum kuat hingga membuat tubuh terpental lalu menghantam dinding Gua. "Aduh sakit…. Sialan kau ular!" teriakku sambil melesatkan serangan berubah duri-duri es.

Seranganku tidak membuat dampak apapun kepada ular itu, seranganku terlalu lemah atau sisiknya terlalu keras sih. Tiba-tiba ular itu menghembuskan nafas beracun dari mulutnya, aku pun menghindarinya dan mencoba untuk tidak menghirup gas beracun itu. Bisa gawat kalau terhirup.

"Freeze!" teriakku sambil meletakkan telapak tangan ke permukaan tanah. Es padat pun menyengel tubuh ular itu agar tidak bergerak sama sekali.

"Ha Ha Ha Ha! Biarkan aku mengambil sisikmu jika kau ingin selamat!" ejekku sambil menunjuknya mencoba sok keren.

Tiba-tiba gua itu bergetar lagi, es padat yang menyegelnya hancur menjadi bongkahan es yang berhamburan.

GROOOOOOAAAAAHHHH!!!!

Mirai pun terpental lalu menghantam dinding gua dengan keras akibat auman sang Ular Medora. Mirai kali ini benar-benar terdesak dihadapan ular itu yang akan mengeluarkan nafas beracun dari mulutnya. 

Tiba-tiba petir hitam menghantam tubuh Medora hingga hancur, darah hitam milik ular itu meledak memenuhi dinding gua.

"Eh…. Apa yang telah terjadi? A-apa itu tadi?" ucap Mirai kebingungan.

Seseorang datang menghampiri Mirai, wajahnya tidak terlalu jelas karena dia menggunakan topeng. "Apa kamu tidak punya kerjaan melawan ular kelas itu?" tanyanya kepada Mirai.

"Eh, sebenarnya aku hanya ingin mengambil salah satu sisiknya, tapi kau malah membunuhnya" jawab Mirai menjelaskan.

"Hah…." orang itu berdengus lalu mengorek bagian tubuh Medora untuk mencari sisik miliknya. "Ini yang kamu inginkan?" 

Aku pun mengangguk-angguk, lalu dia menghampiriku sambil memberikanku sisik ular itu yang besarnya dengan tinggi orang dewasa. Tapi kulihat dia bisa mengangkatnya aku kira itu sangat berat.

"Untuk apa kamu menginginkan ini?" tanyanya sambil menaruh sisik ular itu di hadapanku sesambil ia menjulurkan tangannya ke arahku. "Berdirilah…." ucapnya.

Aku pun meraih tangannya lalu mencoba untuk berdiri walau aku merasa sedikit sempoyongan. "Aku punya misi untuk mengambilnya…." sahutku menjawab pertanyaannya.

"Oh begitu, tapi kamu tidak apa-apa kan?"

"Iya, aku tidak apa-apa…. Ngomong-ngomong, kenapa kau menolongku" tanyaku memastikan apakah dia orang yang berbahaya atau bukan.

"Nyaris saja jika aku tidak menolongmu kan? Jadi aku tidak punya alasan lebih detail, menolong seseorang itu tidak harus punya alasan sih" jelasnya.

"Kau benar, maaf telah mencurigaimu. Sekali lagi terima kasih!"  kataku berterima kasih padanya.

"Tidak masalah, hmm…. perkenalkan aku Auf. Aku sebenarnya juga punya misi di gua ini, untuk mencari batuan mineral terlangka disini, tapi banyak orang tidak berani kesini karena ular itu. Bisa jadi keberuntungan sih jika menemukannya…."

"Salam kenal, aku Mirai. Begitu ya…."

"Mirai? Tidak, aku akan memanggilmu Mira mulai sekarang…."

"Baiklah…." sahut ku tertegun. Dia memanggilku dengan nama Mira, bukannya Mirai, aku jadi ingat nenek yang merawatku dulu memanggilku Mira.

"Aku harus melanjutkan misiku, sepertinya pertemuan kita sampai disini dulu. Sampai jumpa lagi" ucapnya pamit dari hadapanku.

"Em…. Iya terima kasih"

"Oh ya, kalau kamu ingin mengambil tubuh ular itu tidak masalah, lagipula aku tidak tau untuk melakukan apa padanya" ucapnya meninggalkanku. 

Ular ini, menarik…. Yosh! Akan ku bawa ke serikat petualang!

Sore hari pun tiba, akhirnya aku mendapatkan sisik dari ular Medora termasuk daging ular itu sendiri.

"Hmm…. Orang yang menolongku tadi, Auf ya…." 

Saat aku membawa tubuh dari ular raksasa itu, seketika orang-orang disana terkejut. Mereka seakan tidak percaya itu.

"Eehhhh…. Kamu membunuhnya?!" kejut wanita Milf berdada rata itu. Kali ini kau terpojok.

"Iyap, itu benar, itu tepat sekali" sahutku menanggapi perkataannya. Tapi sebenarnya bukan aku yang melakukannya, aku berbohong.

"Ehem, baiklah. Maaf telah meragukanmu, perkenalkan aku Erisa" ucapnya mengenalkan diri.

Aku pun tertegun mendengar perkataannya barusan. "Mirai, jadi apa kau menerimaku?" tanyaku dengan pertanyaan yang begitu saja melesat dipikiranku.

"Iyap, benar sekali. Tapi sebelum itu aku minta maaf telah meremehkanmu…."

"Ha Ha Ha Ha! Tidak masalah" sahutku. Tapi jangan membesar-besarkannya aku bisa dapat dosa besar karena berbohong begini. Tapi ya, apa serangan es ku tadi tidak sebegitu kuat? Tidak, ular itu memang sulit ditaklukkan bahkan oleh petualang tingkat tinggi disini, tidak, aku bahkan tidak tau seberapa gabut nya mereka melawan Ular itu, atau bahkan mereka tidak pernah melakukannya sama sekali.

Petir hitam ya, itu elemen petir tingkat tinggi yang digabung dengan elemental kegelapan. Makanya ular itu hancur begitu, Auf…. Apa dia seorang petualang kelas raja iblis? Tidak, mana ada tingkat seperti itu, paling tidak dia petualang tingkat tinggi disini

"Kamu kenapa diam?" ucap Erisa membuatku tiba-tiba terkejut.

"Tidak tidak, aku hanya cuman sekedar berpi…. Eeeehhhh…. Tidak mungkin" aku pun terkejut begitu menyadari dada Erisa tiba-tiba membesar. Apakah dia menggunakan mantra khusus? Atau ini semacam teknik magis miliknya?! Keren dan dia curang.

"Ara…. Sepertinya kau terkejut, oh ya aku sebenarnya tidak bekerja sebagai pengatur pendaftaran, tapi aku juga petualang disini" ungkapnya.

"Wah, aku tidak menyadarinya"

"Apa kau barusan mengatakan yang tidak-tidak pada dadaku?" selidiknya.

Aku pun terkejut dengan perkataannya, sial aku ketahuan. "Eehhh, tidak tidak! Aku tidak pernah memikirkan hal seperti itu….!" kataku berbohong.

"Begitukah? Aku bisa tau gerak-gerikmu, tapi kalau kamu tidak pernah memikirkannya, ya berarti aku salah" 

"Tidak, kau benar…." batinku dengan keringat dingin yang bercucuran deras. 

"Kau boleh pulang, dan besok kau harus datang pagi-pagi. Aku akan memberikanmu partner untuk bertindak sebagai tim" jelasnya. 

"Oh, uh…. Baiklah" sahutku. 

"Selamat makan!"

Terlihat Mirai dan Leo sedang makan malam bersama. "Emmm, enak…." ucap Mirai.

"Bagaimana? Apakah kamu diterima?" tanya Leo sesambil mengunyah makanannya.

"Iya…. Akhirnya diterima, walaupun sebenarnya banyak sekali cobaannya" 

"Begitukah…. Kalau begitu tidak banyak yang bisa ku cemaskan padamu" ucap Leo.

Malam pun semakin larut, aku tetap terjaga dijam segini sambil melihat bintang-bintang di atas langit.

"Huh…. Musim dingin yang indah…." Tapi sebaiknya aku tidak bisa bersantai-santai untuk sekarang, aku bahkan tidak tau apa yang terjadi nantinya. Tapi ya, untuk masalah besok, aku menantikannya! Yes. 

"Nenek…. Aku akan menjaga hadiah yang kuberikan padaku ini" kataku sambil memegang sebuah topeng khusus yang diberikan seorang nenek yang menjagaku dulu. Huh, sudah lama sekali semenjak kepergiannya. "Aku janji…. Aku akan menyelesaikan apa yang kau percayakan padaku"

Sesuatu yang dipercayakan itu mungkin sangat berarti baginya.

Next chapter