2 Prolog

Rinai hujan mengetuk jendela kamar indekos. Disertai petir menyambar seenaknya di atas awan. Seorang pria duduk tenang di dalam kamar. Menikmati kopi hitam yang tinggal satu kali tegukan. Di hari cuti ini, seharusnya ada acara yang ditemuinya sebelum nanti malam ada meeting mendadak dari atasannya. Beberapa saat kemudian ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari seseorang. Pria itu mengangkat panggilan tersebut. Berbincang hangat mengenai pertemuan hari ini yang akan diadakan di mana nanti. Dengan sedikit basa-basi macam mulut makelar freelance, ia membuka percakapan.

Sepakat, pria itu hari ini akan bertemu dengan beberapa koleganya di dekat pusat kota. Menggunakan mobil fasilitas kantor, segera ia menuju ke malka yang telah disepakati. Kendati sudah sekelas kepala divisi, ia tidak pernah malu dengan tugas yang sebenarnya bukan job desk-nya. Ia tetaplah karyawan biasa, notabene hanya 'keset perusahaan'.

Reinaldo Kenzie Abizar, seorang pemimpin yang keras kepala tetapi juga bijaksana. Ia keras kepala terhadap beberapa wanita yang mendekat "hanya banyak maunya". Meski tidak semua wanita diperlakukan seperti itu. Tapi juga sudah banyak kaum Hawa yang hatinya tersakiti karena sikap keras kepalanya.

Di sisi lain, Kenzie juga bijaksana sebagai seorang pemimpin. Dia selalu melindungi bawahannya jika ada tekanan dari atasan. Selalu menerima cercaan dan makian dari BM (Branch Manager), ACM (Area Coordinator Manager), dan bahkan H.O (Head Office) sekalipun. Ia mafhum, tugas anak buahnya di lapangan jauh lebih berat daripada dirinya yang hanya duduk hampir 8 jam di dalam ruangan ber-AC, menatap layar komputer dan terkadang memantau hasil laporan dari ponselnya untuk menganalisis para nasabah yang hilir-mudik mengajukan utang-piutang. Baik dalam bentuk uang, kendaraan, maupun elektronik.

Kenzie juga pernah menjadi bawahan seperti mereka. Maka dari itu, ia lebih paham dengan kondisi di lapangan daripada orang-orang yang sudah memiliki jabatan di atasnya yang hanya bisa mencerca tanpa melihat kondisi di lapangan bagaimana. Seperti kacang lupa kulit, mereka lupa dengan keadaannya dulu ketika masih di lapangan. Hanya bisa mengomel dan wajib target!

Cara kerja Kenzie lebih manusiawi. Ia lebih mementingkan kebersamaan. Entah itu jabatan paling bawah sampai paling tinggi, ia tetap memanusiakan manusia. Selama beberapa bulan terakhir, memang cabang mereka sedang banyak masalah. Tiga bulan berturut-turut tidak mencapai target. Orderan menurun, NBO (New Booking Order) tidak terbayarkan tepat waktu dan banyak problem internal lainnya dalam perusahaan ini.

Di saat para petinggi perusahaan sedang kalang kabut dan panik menghadapi situasi yang akan membuat nama cabangnya buruk, Kenzie dengan santai menanggapi semuanya. Ini hanya soal waktu. Alam belum memihak kita, pikirnya. Namun kalau boleh jujur, Kenzie juga sebenarnya lebih panik dari mereka. Hanya saja ia memilih diam memikirkan dan mencari solusi untuk memecahkan masalah. Tidak terlalu berlebihan menanggapi seperti apa cabangnya di kemudian hari. Bukankah manusia akan lebih jernih pikirannya jika mereka lebih tenang sedikit dalam menghadapi masalah?

Selama 6 tahun bekerja di bidang pembiayaan, Kenzie belajar banyak hal. Bahwa, manusia bastard itu tidak hanya di kalangan pejabat negara saja, tetapi juga kelas bawah dan swasta masih banyak berkeliaran di setiap sudut kota. Memang, manusia tidak pernah luput dengan yang namanya uang. Hanya hati dan pikiran jernih yang tidak dapat dibutakan. Pantas saja negeri ini masih berkembang, orang-orangnya masih kerdil dalam pemikiran, apalagi soal uang. Tidak mengapa, itu semua sudah anugerah dari Tuhan. Inilah keunikan manusia di negeri ini.

-oOo-

Dua jam kian berlalu cepat. Jarum pendek menunjuk pukul 5 tepat. Pertemuan rahasia Kenzie dengan koleganya telah berjalan dengan lancar. Mereka setuju dengan usulan Kenzie—meski terbilang ngawur dan tidak sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) perusahaan. Kenzie tidak terlalu mempedulikan aturan-aturan yang mengikatnya. Selagi itu tidak merugikan pihak perusahaan maupun nasabahnya, tidak masalah baginya. Karena selama ini juga masih banyak kecurangan dari pegawai lain yang di bilang 'transparan' tetapi sudah diketahui secara terang-terangan dan tetap saja mereka aman.

Itulah mengapa Kenzie tidak terlalu mempedulikan aturan yang menurutnya terlalu "lebay". Karena ia tahu, petinggi perusahaan suka membuat aturan, tetapi terkadang mereka sendiri yang melanggar aturan. Menggelikan bukan? Jabatan terkadang suka meninabobokkan keadaan. Biarlah mereka melahap api dunianya sendiri. Toh, nantinya juga hidup mereka akan ditanggung sendiri.

Telepon Kenzie berdering kesekian kalinya dari seseorang sejak beberapa menit yang lalu. Tertera nama, Erman Chris–Branch Manager–tempat Kenzie bekerja. Ia abaikan saja ponselnya menari di atas meja kafe. Salah satu kolega yang sudah akrab dengan Kenzie menilik panggilan itu. "Bardak lagi cari kamu, tuh," ujarnya menyeringai. Nama sebutan yang sudah populer di kalangan anak buah Kenzie menyebut nama manajernya dengan sebutan, 'Bardak'.

"Dari mana Pak Ufo tahu nama panggilan itu?" tanya Kenzie penuh selidik.

"Saya sudah dengar banyak dari anak buahmu. Buruan angkat, sebelum ancaman datang."

Kenzie terkekeh. "Tidak perlu, sebentar lagi saya juga akan menemui beliau."

Memang Kenzie dikenal paling supel di antara pemimpin di cabang itu. Terlebih keramahannya membuat banyak orang baru mudah untuk mengakrabi layaknya kawan sebaya. Banyak nasabah lamanya dulu–saat Kenzie masih menjadi pegawai lapangan–kini kembali lagi ketika ia memegang kendali di kursi kepala divisi kredit. Kejujuran yang dipegang sejak awal sampai sekarang masih tetap menjadi prinsip utamanya.

Kenzie dan Erman selalu berbeda pendapat. Namun apalah daya, Kenzie adalah salah satu bawahan Erman. Mau tak mau ia harus tunduk dengannya. "Kau ini anak buahku. Hanya keset di sini. Jadi, apa pun keputusanku sudah mutlak!" kata manajernya setiap kali kalah beradu argumentasi. Erman memang hebat dalam bersilat lidah, tetapi tidak saat menghadapi Kenzie. Ia selalu gaguk dalam menjawab—ketika Kenzie mematahkan setiap pendapatnya yang tidak masuk akal.

Sebenarnya, banyak pegawai lain yang tidak setuju dengan keputusan Erman, tetapi mereka takut untuk mengutarakan. Takut diberi SP (Surat Peringatan), takut jadi bulan-bulanan kemarahan Erman, takut tidak dinaikkan jabatan, dan lain sebagainya.

Bagi Kenzie itu sangatlah basi.

"Kita ini sama-sama manusia dan karyawan di sini. Kita duduk sama rendah. Berdiri sama tinggi. Jangan pernah takut jika memang ada yang tidak beres," ujar Kenzie yang selalu menyemangati rekan-rekan kerjanya saat menghadapi pemimpin yang salah.

-oOo-

Setelah pertemuan singkat itu, Kenzie segera bergegas ke kantor guna mengikuti meeting dadakan. Pertemuan diadakan di lantai 3 ruangan khusus atasan. Tema yang akan dibahas menurut chat dari grup yang Kenzie baca adalah, "Achievement of This Month". Sudah hal yang lumrah setiap pertengahan bulan seperti ini membahas tentang pencapaian target bulanan.

Kenzie memasuki kantor dan menyapa beberapa karyawan yang tidak kunjung pulang. Padahal seharusnya mereka sudah pulang 2 jam yang lalu. Sepertinya takut pulang karena ada Bapak BM di atas. Apa hubungannya? Ya, itulah tipikal pegawai di sini. Apabila ada atasan sedang berkunjung, mereka lebih suka berlama-lama di kantor. Ada 2 kemungkinan. Pertama, cari muka; agar terlihat totalitas saat bekerja. Kedua, karena takut jika mereka pulang lebih dulu, maka sebutan tidak profesional akan dilabelkan pada mereka.

avataravatar
Next chapter