3 Investigasi

-Author Path-

Dengan rasa letih yang sangat merasuki tubuhnya, Michella berjalan sempoyongan saat menuju kota.

Embun pagi diterjangnya begitu saja karena rasa panas pada lukanya terasa seperti selimut bagi tubuhnya.

"Darahnya masih mengalir, aku bisa kekurangan darah begini... Kira-kira minta bantuan orang tidak apa juga"

Michella memutuskan mampir sebentar ke rumah orang di dekat sana untuk meminta bantuan.

Tok! Tok! Tok!

Ketukan pertama namun tidak ada jawaban.

Tok! Tok! Tok!

"Permisi apakah ada orang di sini? Aku... Eh saya butuh bantuan segera"

Masih tidak ada jawaban, hal itu membuat Michella makin putus asa dan merenung saja di teras rumah itu.

Aaah... Huh... Huh...

Terdengar seperti suara nafas yang sangat berat dari dalam rumah, parau dan sekarat.

Michella segera menjauh dari rumah itu dan mengeker pistolnya ke arah pintu.

Sepi.

"Ah, aku terlalu tegang... Aku butuh tiduran"

Dalam situasi seperti ini yang penting dan harus di perhatikan adalah kesehatan diri. Terlalu memaksakan diri bisa berbahaya.

Michella memilih lari saja daripada memeriksa keadaan rumah itu hingga kehendak hati nuraninya berubah ketika melihat sekelas ke jendela samping rumah.

"Apa ada seseorang? Masih normalkah? Ya, mungkin..."

Perlahan ia mendekati jendela samping rumah tadi yang merupakan jendela kaca dengan tralis.

kosong.

"Ah, aku yakin sepertinya ada orang di sini"

Rasa penasarannya membuatnya semakin mendekat, hingga dia menempelkan wajah dan tangannya ke kaca jendela agar bisa melihat jelas.

Sebuah kamar tidur, kamar tidur mungil yang nyaman penuh boneka dan lampu kerlap-kerlip serta kertas gambaran berserakan dimana-mana jelas sekali rincian dari kamar anak-anak.

Grauu!

"Aah! Mati bedebah!"

Dor! Dor! Dor! Dor!

Tak menyangka kalau di dalam kamar nyaman itu ada makhluk mutasi seperti dua orang sebelumnya yang dia bunuh.

Rupanya seperti wanita dewasa namun wajahnya berbeda dari dua orang di jalan setapak menuju hutan tadi.

Apa memang wanita dan pria berbeda mutasinya?

Michella semakin bingung dengan apa yang dihadapinya, yang fiksi jadi nyata benar-benar nyata seperti yang ada di kamera pria aneh tadi.

"Apa kamera ini benar-benar sebuah bukti? Tapi bukti apa?"

Hiks... Huh...

Michella menoleh cepat ke dalam kamar, ada suara orang menangis...

Di dalam lemari pakaian ada sesuatu yang bersembunyi, Michella kembali mengeker senjatanya ke arah lemari namun dia membatalkan menembak karena suara tangisan itu adalah suara tangisan orang normal.

Lagipula ia tidak pernah mendengar monster itu menangis.

Mata seseorang yang berada di lemari itu bertemu dengan tatapan Michella memberikan makna penuh ketakutan dan kebingungan.

"Kau-K-Kau yang di dalam... Baik-baik saja?"

Lemari itu malah ditutup rapat, aneh.

Michella tanpa rasa takut lagi menuju teras dan menendang pintu itu.

Buk! Buk! Buk!

"Huh... Heh kenapa tidak terbuka? Perasaan orang-orang di film mudah saja menendang pintu langsung terbuka" dengan kesal Michella menendang lagi pintu itu terakhir kalinya namun malah bergetar sebentar dan tidak terbuka.

"Ah, aku harus masuk lewat mana? Pintu ini terkunci! Gagangnya memang mau diputar tapi terkunci!"

Michella menggedor-gedor pintu itu lebih kencang karena emosi, memang itulah sifat aslinya... Jika sudah marah, mengutama kan kekuatan daripada akal.

"Huh, tenang Michel... Kamu tidak baik seperti ini, ini bukan dirimu" Michella kembali tenang dan menginvestigasi sekitar rumah untuk menemukan jalan masuk.

Beruntung pintu belakang rumah itu terbuka namun ada yang aneh dari pintu yang terbuka begitu saja, pasti ada sesuatu yang menunggunya di dalam sana.

***

Lenganku yang terluka semakin sakit, aku butuh sesuatu untuk menghentikan pendarahannya.

Beberapa baju yang kupakai untuk menutupi lukaku tadi sudah lepek semua. Bisa infeksi jika begini terus.

Aku segera memasuki rumah itu kalau ada monster itu lagi pistol ini akan beraksi.

Sepertinya rumah ini sudah aman, kalau begitu sebelum menuju kamar tidur tadi aku perlu mengambil beberapa obat-obatan kalau ada.

Tepat di dapur jika memasuki pintu belakang tadi, lumayan besar namun berantakan dan banyak bercak darah di sekitar.

Semua hal ini memberitahuku bahwa bukan hanya aku yang diserang oleh monster itu namun masih ada yang lainnya diluar sana.

Sepatu yang kugunakan tidak terlalu mendukung dalam situasi seperti ini karena sedikit ribut meskipun sudah berjinjit.

Kopi! Untung ada kopi di sini, kopi bisa menghentikan pendarahan.

Segera kulepas kain penuh darah itu dan menabur kopi bubuk di luka bekas gigitan pria beringas tadi.

"Ah lega... Sekarang dimana kamar tidur tadi?"

Aku lanjut menginvestigasi rumah mencari letak kamar tidur tadi yang pasti ada dibagian ujung rumah.

Pasti itu kamarnya, dengan pintu putih dan ada hiasa warna-warni di pintunya. Bergemerincing.

"Halo, aku tahu kamu takut tapi bisakah kita berdua bicara?"

Aku menarik pelan lemari namun orang itu menahan dari di dalam.

"Aku bukan orang jahat... Aku bisa juga bertahan di saat seperti ini"

"Kamu bohong! Kamu barusan membunuh ibuku!"

Aku terperanjat, ada anak kecil di dalam lemari itu dan dia bilang aku membunuh ibunya...

Apakah yang di jendela tadi, ibunya?

Aku segera menoleh ke mayat monster yang aku tembak dari luar tadi.

"Dia bukan ibumu yang dulu lagi... Dia berbeda" aku berusaha bersahabat.

"Pergi! Jangan bunuh aku... Sudah cukup ayahku dan ibuku meninggal! Kau membunuh orang tuaku!"

"Hei! Aku hanya membunuh wanita itu yang-yang... eh huuuh ibumu... Tapi aku tidak membunuh ayahmu!"

Anak itu terisak di dalam lemari, aku tak sanggup memaksanya namun aku juga tak bisa meninggalkannya sendiri karena itu terlalu berbahaya.

"Uh, tadi pagi kira-kira jam empat pagi orang-orang dewasa sepertimu menyerang satu sama lain dan saling menggigit termasuk ayah dan ibuku, awalnya ayahku pulang memancing dengan tergesa-gesa dan penuh luka lalu ibu merawatnya... Namun ayah berubah menjadi orang aneh yang agresif dan langsung menggigit ibu lalu ibu menyuruhku sembunyi di kamar hingga sekian lama sampai sekarang aku tidak tahu apa yang terjadi diluar sana, aku sama sekali tidak punya nyali menemui ibuku lagi karena tingkahnya seperti ayah ketika memasuki kamarku hingga kamu datang dan menembak ibuku dengan kameramu itu"

Aku sedikit bingung, dia bilang aku datang dan menembak ibunya dengan apa?

Kamera?

Yang benar?

.

.

.

avataravatar
Next chapter