8 Claire McClarity

-Claire Path-

"Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi..." untuk ketiga kalinya suara itu keluar dari handphoneku.

Aku benar-benar ingin meminta maaf kepada mereka... Ayahku, kakekku, nenek dan saudara lainnya yang mencintai ibu.

Dia telah tiada, sudah pergi.

Aku tidak punya pilihan lain lagi selain menyakitinya.

Hiks... Huh... Hiks...

Aku menangis lagi, entah sudah berapa kali aku menangis hari ini. Mengingat kejadian pukul 4 pagi.

Tetap kutahan suara tangisanku dengan menutup rapat-rapat mulutku.

Yang kulakukan sekarang hanya menangis dan merenung sedalam mungkin seharian di dalam kamar. Berharap dan berdoa semoga bisa bertemu mereka dalam keadaan selamat.

"Nona McClarity? Anda tidak apa?" dengan cepat kuusap air mataku dan menatap sumber suara.

"Harry, kenapa?"

Harry nampaknya baru selesai membersihkan pecahan cangkirku, nampak dia masih memegang sapu kecil.

"Tidak, hanya memastikan nona aman... Bukankah nona ingin membersihkan diri? Saya rasa ada masalah dengan saluran air kita, airnya terhenti, saya akan memeriksa saluran airnya dulu"

Aku diam, tak lama dia pergi tanpa menunggu sepatah kata lagi dariku.

Harry orang baik dan setia. Tidak heran kalau dia selalu bersamaku kemana saja untuk merawat atau mendisiplinkanku.

Aku sudah menganggap dia sendiri seperti keluargaku, bahkan sampai saat sekarang dia masih bisa bertahan bersamaku.

Perlahan aku membuka pintu balkon dan mengamati sekitar, dari jauh kota terlihat sangat fantasi, asap berwarna jingga ditambah sinar matahari yang mulai terbenam menambah merahnya langit saat ini.

Di sisi lain mansion bulan menampak kan diri lebih redup dan lebih berwarna. Kota itu sibuk dan ribut, masih terdengar suara raungan, ledakan, letusan senjata bahkan ada beberapa helikopter terbang dari kota melewati atas mansion.

Tak terlalu lama aku menikmati pemandangan langka ini mataku langsung menatap tajam ke arah gudang besar di belakang mansion dan mulai berair lagi.

Huh, Entah kenapa kejadian pukul 4 itu selalu menghantuiku.

***

Pukul 4 pagi...

Dengan senyuman kecil aku menikmati lagu dari saluran kesayanganku, The Roasted Station, stasiun radio yang menyajikan lagu-lagu nasional, perjuangan dan revolusi dari berbagai negara...

Banyak makna khusus dalam lagunya melalui perjuangan saat perang, hidup keluarga, masalah sehari-hari dan lainnya.

Sebenarnya aku lebih menyukai saluran lagu barat, karena terkesan pop dan energik hanya saja saat sedang menulis naskah itu bukan hal yang tepat.

Memang setiap hari aku selalu bangun awal, biasanya lewat tengah malam sedikit mataku langsung terbuka dan melirik kertas dan mesin ketik di atas meja.

Dengan sedikit rasa ngantuk dibalas senyuman dan semangat aku tahan terjaga hingga pagi demi menyelesai kan semua cerita yang aku imajinasi kan.

Tapi pagi ini adalah hal yang tidak biasa, radionya mulai kehilangan sinyal... Static... Hanya suara static yang sangat keras...

"... And... Just... There's little..." lagu yang kudengar benar-benar tidak bisa dinikmati lagi, perlahan antena radio itu kuputar-putar agar mendapatkan frekuensi sinyal yang bagus.

"Kami akan kembali..."

Saat sambungan sudah bagus malahan siarannya sudah selesai. Aku angkat bahu saja dan mengganti siaran lain.

"... Menteri pertahanan meminta persetujuan untuk berkumpul membahas masalah ini... Creekk... Crrrkk..."

"Oh ayolah!" radio ini sangat cerewet, sinyalnya hilang lagi.

"... Untuk membahas masalah ini yang ditelah dipastikan sebagai... Crrrkk... Crrrk... Berharap bisa melakukan evakuasi dengan aman..."

Berita apa ini? Evakuasi apa? Mansion ini tenang namun aku bisa merasakan getaran sedikit dari dalam tanah.

"Harry!? Kamu masih bangun?" aku mulai waspada dan segera keluar kamar mencari Harry, yang di mansion hanya kami berlima saat ini, Modja tukang bersih-bersih, Delon penjaga gerbang depan, Harry asistenku, ibuku dan aku sendiri.

Bahaya kalau terjadi gempa bumi.

"Harry? Ha-" aku berhenti memanggil Harry, untuk apa aku jauh-jauh memanggil Harry sedangkan ada kamar ibuku di samping kamarku.

Aku segera menuju kamar ibu, tentunya aku ketuk dulu pintunya sebelum masuk.

"Ibu? Ibu di dalam?" tak ada jawaban namun kupastikan itu berarti ya.

Lagipula jika dia masih tidur aku tidak bisa mengganggunya dan meninggalkannya segera.

Ceklek, Ck!

Kuputar gagang pintu dan kudorong sedikit pintu itu, kamarnya gelap.

Aku menekan tombol lampu dan ibu tidak ada di kamarnya, lampu toiletnya menyala, mungkin di sana.

Aku sabar menunggu hingga ibu keluar namun dia tidak keluar juga, ada apa dengannya? Tidak mungkin buang air besar selama itu, kira-kira dua puluhan menit lebih aku menunggunya.

Tak lama ada suara seseorang merintih di dalam toilet.

"Ibu?" aku khawatir kalau ibu menderita penyakit selama ini yang belum aku ketahui, dan dia hanya bisa menahan dirinya di toilet untuk menutupi rasa cemas orang lain.

"Ibu? Ada apa di dalam!?"

Kugedor-gedor pintu sambil memutar-mutar gagangnya namun terkunci.

Huuugh... Ouurrgh...

Terdengar suara seperti orang muntah di dalam sana, apa yang terjadi dengan ibuku?

"Ibu buka pintunya atau kupanggil Delon untuk mendobrak masuk"

Tak direspon juga, segera aku berlari menuju gerbang depan mencari Delon si penjaga.

Nampak dia sedang duduk santai di posnya.

"Delon," dia terkejut dan langsung berdiri.

"Eh, ya ada apa nona?"

Aku menceritakan semua yang terjadi padanya dan segera kami berdua berlari menuju kamar ibu.

Pintu toiletnya masih terkunci namun dari dalam ada suara yang tidak nyaman, seperti peralatan mandi jatuh dan benturan di dinding.

"Nyonya! Kami akan mendobrak pintunya, bertahanlah"

Delon segera menendang pintu toilet dua kali dan langsung terbuka, betapa terkejutnya kami saat melihat ibu sempoyongan di lantai bersimbah muntahan darah.

Aku hendak membantunya namun seketika dia melompat ke arahku dan menggigit bahuku, gigitannya keras, giginya mengunyah namun tidak sempat mengoyak dagingku Delon segera menendang kepala ibuku sampai terlempar ke belakang.

Aku tidak bisa mendorongnya, ibu terasa sangat kuat tidak seperti biasanya lima kali terasa lebih kuat.

Aku terdiam, syok menatap ibuku yang agresif dan aneh.

"Mundur nona!" segera Delon mendorongku sebelum ibu menerjangku untuk kedua kalinya.

Delon berusaha menahan tangan ibu yang liar hendak mencakarnya namun dia terlalu panik hingga ibuku menggigit kepalanya dilanjutkan dengan cakaran bertubi-tubi ke lengan Delon, kuku ibu benar-benar bertambah panjang dan tebal. Tidak seperti kuku manusia biasa.

"Pergi nona, panggil bantuan" aku menyetujui apa yang Delon minta, segera aku berlari menuju kamar Harry, kosong.

"Harry! Harry? Dimana kamu?"

"Nona" aku menoleh ke belakang, itu suara Harry.

"Harry!?" betapa mengerikannya Harry saat aku melihatnya, penuh darah dan memegang kapak dengan sedikit cincangan daging segar tersisa.

"Aaahhh!!!" aku mendorongnya hendak kembali bersama Delon namun dia segera menahanku.

"Apa yang kau lakukan hingga seburuk ini, Harry?"

Harry menghela nafas panjang bersiap memberitahukan semua yang dia alami.

"Modja! Entah apa yang terjadi padanya, aku bangun sekitar jam setengah empat hanya ingin minum air tapi karena sebuah getaran dari bawah tanah, Ah! basement aku ingin mengeceknya saat itu"

"Jadi kamu merasakan juga getaran itu? Aku juga merasakan getarannya"

Harry terlihat frustasi dan ketakutan.

"Modja, wajahnya seperti iblis, benar-benar menakutkan... Dia meraung-raung di dalam kamarnya dan aku, aku hanya sekadar mengecek namun tiba-tiba dia langsung menerjangku saat aku baru memasuki kamarnya dia berusaha memakanku! Aku langsung kabur menuju dapur dia terus mengejarku hingga terpaksa aku mengambil kapak dan membunuhnya. Maafkan aku nona"

Aku benar-benar bingung, ibuku juga mengalaminya, sikap agresif itu.

"Harry kita harus membantu Delon! Ibuku juga bersikap seperti Modja"

"A-apa!? Nyonya juga?" segera kami menuju lantai dua, tepatnya kamar ibu.

Semoga Delon masih bisa bertahan.

"Delon!?"

Aku tak bisa menahan tangis saat melihat ibuku memakan habis isi perut Delon.

"Sial! Delon! Akh, Dia menatap kita!" Harry segera waspada saat ibuku mulai berlagak aneh lagi.

"Nyonya? Anda harus tenang, tidak perlu menyerang satu sama lain, tenang"

Seketika ibu menyerang Harry dan menjatuhkannya, sial! Dia berusaha menghabisi Harry juga.

Kapak yang Harry pegang terlempar keluar kamar dan apa yang harus kulakukan? Apa!?

Aku tidak bisa membiarkan ibu menghabisi Harry namun jika aku melukai ibu dengan kapak itu...

"Nona lari! Pergi dari sini!" bukankah itu yang Delon katakan sebelum dia tewas, aku meninggalkannya padahal aku bisa membantunya melepaskan diri dari ibu.

Aku tidak akan pergi kali ini!

Segera kuambil kapak tadi dan kuayunkan tepat mengenai pinggang ibu... Tak peduli seberapa sakit perasaanku saat menyakiti ibuku sendiri.

"Nona... Awas!" Ibu melompat ke arahku namun segera ku tendang dia sebelum sempat membuatku terjatuh lagi dengan sisa tenaga yang kumiliki kuayunkan lagi kapak itu tepat membelah kepalanya.

"Astaga! Huh... I-ibu? Tidak! Tidak! Tidaaaak!!!" setelah itu yang kurasakan hanyalah penglihatan buram, daya tahan yang menurun dan suhu yang dingin. Aku pingsan tepat setelah membunuh ibuku sendiri.

Yang ku ketahui setelah aku sadar adalah Harry dan aku yang tersisa di mansion ini, semua mayat mereka sudah Harry kremasi di dalam gudang, besoknya dia berencana mengubur mereka.

Yah, aku harus kuat! Aku bukan anak remaja lagi, aku sudah dewasa!

Aku tidak perlu mengingat kejadian ini anggap saja hanya imajinasi dari naskahku.

avataravatar
Next chapter