1 Kisah Aya dan Ara

"Duhhh gimana ini, gimana ini??" Gumam Aya bingung sambil memegang kepalanya dan menggigit ujung selimutnya yang menutupi sebagian kakinya. Dengan tak sadar, ia memukul-mukul pelan kepalanya dengan kedua tangannya.

Dilihatnya jam dinding yang tepat berada di dinding atas pintu kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.17 malam. Namun ia masih belum bisa memejamkan matanya karena mengingat yang terjadi hari ini.

Dengan rasa gundah dan hendak menangis, Aya memikirkan cara bagaimana agar pernikahannya dengan Ara tidak segera dilangsungkan. Dengan segenap kekuatan otaknya, Aya memikirkan berbagai macam cara, tapi tidak ada satupun yang bisa dipikirkannya dengan benar.

Aya mengetuk-ngetukkan jari-jari tangan kirinya di atas layar ponsel miliknya, menggigit bibir bawahnya, dan sesekali mengeluarkan suara keluhan dan nafas putus asa.

"Aduh..." keluh Aya. Aya menarik nafas panjang dan "huhhhh....." mengeluarkannya dengan kasar.

Setelah 10 menit berlalu, Aya bolak balik membuka ponsel miliknya, mengutak-atik kontak telepon yang ada, namun bingung hendak melakukan apa dengan ponsel tersebut.

Berulang kali ia melihat kontak Ara dan hendak menelepon Ara, namun ujung-ujungnya selalu diurungkannya.

Awalnya ia berpikir, kalau ia menelepon Ara dan membicarakan masalah ini, hal ini pasti berhasil, Ara akan menyetujuinya. Ara akan menunda atau mungkin bisa membatalkan pernikahan mereka.

Tetapi saat ia hendak memencet nomor telepon Ara, datang lagi pikirannya yang mengatakan kalau ini mustahil berhasil. Ara pasti tidak akan setuju.

"Hhhhhhhh.....bagaimana ini????" Rutuk Aya sambil membenamkan wajahnya ke bantal. Setiap ia hendak meneteskan air mata, selalu saja ia berusaha menahannya. Sampai akhirnya ia merasakan sesak di dadanya.

Sampai saat ini, Aya masih belum mau menikah dengan Ara, karena selama ini ia tidak pernah mencintai Ara. Ia bertunangan dengan Ara karena tuntutan kedua orang tua mereka.

Orang tua Aya yang memiliki hutang budi dengan orang tua Ara, harus menjodohkan anaknya, Aya dengan Ara atas permintaan dari kedua orang tua Ara.

Selain itu, perjodohan ini juga dilakukan karena Ara sendiri yang menginginkannya, sehingga ia meminta kepada kedua orang tuanya untuk bisa dijodohkan dengan Aya, karena Ara sudah lama menyukai Aya.

Mereka sudah kenal lama, sejak mereka masih kecil karena kedua orang tua mereka sudah berteman sejak di sekolah menengah atas. Sehingga menikahkan kedua anak mereka merupakan suatu hal yang telah diidam-idamkan oleh mereka. Terlepas dari masalah hutang budi kedua orang tua Aya. Sayangnya hanya yang laki-laki saja yang memiliki perasaan cinta, sedangkan yang perempuan tidak memiliki perasaan apapun.

Detik demi detik dan menit-menit berlalu, tetapi Aya masih saja merasa gundah karena ia sudah kehabisan akal memikirkan segala cara yang tak kunjung didapatinya.

Diliriknya lagi jam dinding. Saat ini jam telah menunjukkan pukul 11.41 malam, dan setelah lama berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk menelepon sahabatnya, Isma.

Setelah terdengar empat kali suara dering nada telepon, akhirnya teleponnya dijawab.

"Hallo. Kenapa Ay?" Terdengar suara Isma mengantuk di ujung telepon.

Isma merupakan salah satu sahabat terbaik Aya. Ia mengetahui semua kisah tentang Aya dan Ara hingga akhirnya Aya dilamar oleh Ara dan kedua orang tuanya pada siang hari tadi. Isma sudah bisa menebak apa yang hendak dibicarakan oleh Aya kepadanya.

"Sorry ya ganggu Is? Aku belum bisa tidur nih. Aku bingung Is. Aku masih belum bisa terima Is tentang kejadian siang tadi." Cerocos Aya. Suara isak tangis Aya terdengar oleh Isma.

"Aku gak nyangka secepat ini dilamar oleh Ara." Lanjut Aya sambil mengelap air matanya yang telah menetes ke pipinya.

"Sabar Ay.." Jawab Isma berusaha menenangkan Aya. Isma bingung hendak mengatakan apa untuk menenangkan Aya.

"Aku belum mau Is.." Akhirnya tangis Aya pecah. Isma yang mendengarkan, langsung menjawab lagi "sabar Ay, sabar. Nanti akhirnya kamu juga pasti akan menikah dengan dia. Cepat atau lambat. Kamu harus bisa membuka hati untuk dia." Jelas Isma yang tahu keluhan Aya tentang apa dan tentang siapa.

Sambil menahan tangis, "tapikan harusnya dia tahu. Harusnya dia bisa mengerti. Bukan langsung-langsung begini!!" Keluh Aya dengan suara yang mulai meninggi karena marah. Air matanya terus saja membasahi pipi mulusnya.

Mereka saling berbicara di telepon. Isma berusaha memberikan kata-kata terbaiknya agar Aya bisa menjadi lebih tenang.

Setelah puas mencurahkan isi hatinya kepada Isma, Aya menyudahi telepon tersebut dan mencoba untuk memejamkan mata, beristirahat malam. Karena ia sudah merasa lelah dengan banyak pikiran yang mengganggunya.

Ia lalu membetulkan posisi bantalnya dan menarik selimutnya hingga sampai ke dadanya. Ia berusaha untuk tidur dan memejamkan matanya. Lama setelah Aya berusaha memejamkan matanya, barulah ia bisa tertidur.

▪︎▪︎▪︎

Sebulan kemudian ....

Senin, 2 September, di kediaman rumah bapak Toni, terlihat banyak orang berlalu lalang, baik di dalam rumah maupun di halaman rumah. Semua terlihat sibuk. Banyak pula orang yang menggunakan pakaian yang seragam dan semua nampak rapi.

Di halaman rumah itu juga terpasang tenda dan berjejer kursi-kursi dengan rapinya.

Ada beberapa meja panjang dan meja bulat dengan taplak meja yang berhias serta ditata beberapa pot bunga kecil. Suasana rumah tampak meriah dan indah.

"Itu tolong taruh di dekat meja minum ya?" Suara ibu Ira yang sedang menyuruh asisten rumah tangganya untuk meletakkan makanan ringan yang nantinya akan disajikan untuk para tamu undangan.

Sang asisten menyahut dengan anggukan dan segera meletakkan piring-piring berhias yang berisikan macam-macam kue manis dan asin yang berbentuk kecil di atas meja tepat di samping tempat minuman dingin.

Tidak lupa juga asisten tersebut merapikan gelas-gelas dan tisu yang berada di meja tersebut agar memudahkan para tamu undangan untuk mengambil air minum dan kue ringan tersebut.

Tak lama waktu berselang, datanglah serombongan orang yang menggunakan bis dan mobil-mobil pribadi yang menuju ke rumah bapak Toni.

Ternyata rombongan calon pengantin pria beserta anggota keluarga besarnya telah tiba di depan halaman tersebut.

Segeralah pak Toni mengerahkan seluruh anggota keluarganya untuk bersiap-siap dan menyambut tamu mereka dengan penuh suka cita.

▪︎▪︎▪︎

Aya yang sedang dirias oleh perias pengantin, mendengar sepupunya Arzu datang dan mengatakan "Ay, calonmu sudah datang tuh." Katanya memberitahukan Aya tentang kehadiran Ara berserta keluarganya sambil tersenyum bahagia.

Hati Aya semakin gundah dan jantungnya berpacu semakin kencang. Ia merasa sangat gugup sekali.

Aya terus meremas tangannya di ujung baju pengantinnya. Aya hanya tersenyum melihat Arzu yang memandanginya dan dibalas senyuman pula oleh Arzu.

Aya terlihat sangat cantik mengenakan baju kebaya berwarna putih dengan bawahan seperti jarik batik yang berwarna putih bercampur hitam.

Rambutnya disanggul menggunakan rambut aslinya, karena Aya memiliki rambut yang panjang dan hitam lebat. Dandanan wajahnya pun yang digunakannya sangat natural sehingga semakin menambah kecantikan alami yang dimilikinya.

Tak lama setelah selesai dirias, Aya disiapkan untuk keluar dan duduk bersanding dengan calon mempelai pria. Sebelum keluar, Aya berusaha untuk menahan tangisannya. Ia berusaha terlihat bahagia.

Ia mengerjap-ngerjapkan kedua matanya agar air matanya tidak tumpah ke wajahnya. Ia sekuat tenaga membuat bibirnya melengkung agar terlihat tersenyum.

▪︎▪︎▪︎

Keluarga rombongan yang membawa barang-barang yang akan diberikan kepada calon mempelai wanita, masuk ke dalam rumah pak Toni yang diikuti oleh calon mempelai pria, Ara.

Ara berjalan dengan digandeng oleh kedua orang tuanya. Pagi yang cerah ini akan dilangsungkan pernikahan antara anak pak Toni dan pak Agus.

Suasana rumah pak Toni semakin ramai dengan berlalu lalangnya para tamu yang hadir.

Terlihat ibunya Aya sedang mengobrol dengan ibunya Ara. Namun tak berselang lama, ia permisi pamit untuk melihat, apakah calon pengantin perempuan sudah siap didandani.

Belum sempat Aya keluar kamar, ibunya datang dan langsung memeluknya. Setelah cukup lama ibunya memberikan pelukan, ia lalu menatap Aya dan berkata "terima kasih ya sayang? Maafkan kami kalau terlalu memaksakan kehendak kami. Tapi kami tahu, semua ini yang terbaik buat kamu sayang." Kata ibunya sambil membelai lembut pipi Aya dan mencium keningnya.

Aya hanya mengangguk, tidak dapat berkata-kata. Ia tidak tega untuk menolak permintaan kedua orang tuanya.

Lalu ia digandeng oleh ibunya keluar kamar menuju ke tempat calon pria duduk menunggu. Dan duduklah mereka berdua bergandengan.

avataravatar
Next chapter