1 Kenangan

Kenley merebahkan tubuhnya dipadang rumput yang sangat luas itu. Dengan menikmati angin musim dilembah Nylon yang sejuk itu. Dia menatap kearah langit dengan wajah malas. Pemandangan hijau yang sangat Bagus, Lembah Nylon dikenal memiliki rumput yang lembut dan juga ditumbuhi beberapa tanaman bunga langka yang hanya hidup dilembah Nylon.

Lembah Nylon sendiri terletak di wilayah bangsa Hamoursh tepatnya di dekat pegunungan Teilem, dibatasi dengan sungai Seiry, yang terbentang luas disepanjang lembah Nylon. Kala itu langit sedang cerah. Dengan cuaca yang sangat baik,itulah kesempatan Kenley untuk bermalas-malasan hari ini, sebelum akhirnya dia bekerja kembali sebagai seorang perampok di Ortania.

Pemuda itu menutup matanya ketika angin menghembus lembut melewati wajahnya. Dia selalu berfikir bagaimana kalau Dryzell tidak memungut dan mengasuhnya kala itu? Mungkin dirinya akan mati kelaparan dijalanan. Dia selalu bersyukur meski dirinya seperti ini, setidaknya bisa bertahan hidup sampai sejauh ini.

Sejak bayi, ada yang mengatakan kalau Kenley dibuang oleh kedua orangtuanya didepan Gereja Azyrra. Sampai tumbuh dewasa seperti sekarang pun, dia tidak mengenal wajah, bahkan nama kedua orangtuanya.

Kemudian dia diasuh dan dibesarkan hingga anak-anak oleh biarawan dan biarawati disana. Sampai akhirnya , bayi itu diberi nama 'Kenley Rhys'

Sejak saat itu kenley selalu diajarkan bersyukur kepada tuhan, karena tuhan yang memberikan kehidupan. Dia adalah anak yang tumbuh pada umumnya, memang sewajarnya kalau dia suka bermain, bahkan nakal. Tapi orang-orang digereja tidak pernah memarahi anak itu, mereka selalu memberikan Cinta kepadanya layaknya seperti orangtua.

"Kenley.." terdengar seperti ada seseorang yang memanggilnya. "Kenley.. Hei, ayo bangun." suara itu terdengar lagi sampai membangunkannya pada kenangan dua belas tahun yang lalu. Anak laki-laki yang sedang tertidur diatas rumput lembah Nylon itu terbangun dengan suara teman sebayanya yang membangunkannya dengan mengguncang tangan kiri anak itu. Bocah sebelas tahun yang baru saja merasa terlelap tidur sebentar mengucek matanya untuk memastikan siapa yang membangunkannya.

"Kenley, aku sudah hampir selesai membuat perahu rakit! Apa kau mau melihatnya?!" seru teman sebayanya itu dengan rambut albinonya sepunggung.

"Huh? Kalisha. Sudah berapa kali aku bilang. jangan membangunkanku saat aku tidur pulas." ucap anak laki-laki sambil menguap menutup mulutnya.

"Ayolah.. Ini kan masih siang. Lagipula aku sering melihatmu tidur siang disini, apa kau tidak punya rumah?" Tanya gadis kecil itu dengan lugu.

"Rumahku digereja" jawab anak laki-laki itu singkat.

"Kenley, kenapa kau tidak tinggal saja bersamaku, dirumahku. Bukankah ibuku selalu menawari hal itu padamu?" jelas kalisha. Dengan rambut albino panjangnya, gadis kecil itu bak Elfair saat angin menghembus nakal menyapu rambutnya. Dia cantik dan memiliki kulit yang putih, sama seperti kedua orangtuanya.

"Aku selalu merasa tidak enak dengan ibumu. Dia sangat baik padaku, makanya aku malu kalau harus tinggal dirumahmu" jawab kenley sambil merapikan rambutnya dari angin.

"Baiklah, Kau bilang kau hampir selesai membuat perahu rakit? Mana?" sambung kenley mengalihkan topik. "Oh, ayo kau harus ikut aku! Kita pergi ke sungai Seiry" ucap kalisha seraya berdiri. Kenley diam dan hanya mengikuti Kalisha dari belakang sampai akhirnya mereka berdua menghilang diujung lembah bersama sinar matahari yang mulai senja.

Masa-masa itu terlalu cepat berlalu dan sampai akhirnya anak laki-laki itu tumbuh hingga saat ini. Tapi, setelah Kalisha membuatkan Kenley perahu rakit mainan, Kalisha sudah jarang sekali datang menemuinya dilembah Nylon. Padahal sebelum itu, biasanya gadis kecil itu selalu datang menemui Kenley sambil membawakannya makanan terkadang atau hanya sekedar bermain bersamanya. Dia mengingat, sepertinya peristiwa itu adalah terakhir kalinya kenley bersama kalisha. Mungkin gadis kecil itu sudah pindah kota, tumbuh dikota lain dan menjadi gadis remaja yanng cantik saat ini.

Hari mulai sore. Langit pun berubah menjadi warna jingga yang Indah dengan matahari yang nyaris terbenam. Pria yang sudah menginjak usia Dua puluh tiga tahun itu terbangun setelah pohon diatasnya menggugurkan daun keringnya ketanah dan terhempas oleh angin senja. "Apa aku tertidur disini ?" ucapnya pelan.

Matanya terbelalak setelah dia mengingat suatu hal. Bahwa Dryzell menyuruhnya pulang ke guild sebelum matahari terbenam. Kalau sampai larut dan pulang terlambat, dia tidak bisa membayangkan pria itu pasti akan menghajarnya. Dia pun beranjak dari tempatnya menuju ortania. Kota kecil Ortania ,memang tidak terlalu jauh dari lembah Nylon. Membutuhkan waktu kurang lebih satu jam berjalan untuk bisa sampai.

Setelah berhasil mempercepat langkahnya, kenley pun sampai dikota kecil itu. Lampu-lampu lentera sudah terpajang rapih disetiap bangunan kecil di kota itu,menandakan kalau malam sudah datang.Warga dikota Ortania, memanfaatkan lentera yang berbahan bakar minyak untuk membuat lampu sebagai alat penerang mereka.

Kenley pun segera menuju guildnya yang berada di persimpangan jalan yang ia pijak, yang lumayan berdekatan dengan tukang rempah-rempah dan buah-buahan. Dia akhirnya tiba dipintu guild dan mengatur nafasnya. Berharap tidak ada sosok manusia yang menyeramkan dibalik pintu itu.

Akhirnya dia memberanikan diri dan tepat dugaannya. Sosok pria berbadan besar dengan tatapan menakutkan sudah menantinya pulang dari tadi. Dengan tatapan khasnya, dia menatap anak itu. Meskipun dia pulang terlambat,dia memang sedang libur hari ini, jadi wajar. Tapi yang namanya aturan diguild, tetap tidak boleh dilanggar.

"Kuharap kau tidak tuli dengan apa yang aku katakan padamu,kan?" tanya Dryzell. Kenley tidak berani menatapnya. Bahkan untuk menjawab pun,dia harus menganggukan kepalanya sebagai respon.

"Lalu kenapa kau pulang terlambat ?!" kata Dyzell sedikit menaikan nada bicaranya. Itu yang membuat Orang-orang di guild menoleh kearahnya. "M..maaf. tadi aku ketiduran dilembah Nylon. Sebab ini adalah hari liburku, jadi a..aku pikir ini adalah waktuku untuk bermalas-malasan" jelas kenley dengan wajah yang masih tertunduk. Tiba-tiba seseorang mendatangi mereka .

"Kupikir kau harus memaafkan kesalahan anak itu" usul sorang pria yang sekaligus orang asuhan pertama Dryzell. Dalam istilah lain, dia adalah senior di guild ini. Dryzell tidak menjawab apapun, melainkan dia pergi keluar meninggalkan kenley yang masih tertunduk takut dengannya. Setelah itu, kenley memberanikan diri mengangkat kepalanya memandang sosok kakak dihadapannya.

"Horald? terimakasih telah membantuku" ucap kenley merasa lega. "Tidak masalah. Dryzell sifatnya memang seperti itu.Kau tahu sendiri kan? Dia memang terlihat menyeramkan. Tapi terkadang pak tua itu baik." ucap Horald pria berambut blonde yang sangat dekat dengan sosok Kenley. Meski begitu, terkadang perkataan Horald itu ada benarnya. Dryzell seperti ayah kandung mereka sendiri .

"Baiklah terimakasih atas barusan. Aku mau ke kamarku" ucap kenley melepaskan rangkulan Horald dan bergegas menuju lantai atas. Tepat dimana kamarnya berada. Dia menaiki beberapa anak tangga yang terbuat dari kayu dengan penyangga yang terbuat dari batang bambu yang kuat.

Kenley satu kamar dengan Edgar. Keduanya sudah saling akrab sejak kecil diguild ini, Meskipun Kenley adalah orang yang lebih dulu dipungut oleh Dryzell sebelum Edgar.

Begitu Kenley memasuki kamarnya, dia tak sengaja melihat sosok Edgar duduk menghadap meja sambil membaca sesuatu dengan diterangi lampu minyak yang hangat. Tapi Kenley tidak memperdulikannya dan memfokuskan niatnya untuk merebahkan tubuhnya dikasurnya yang terbuat dari tumpukan jerami, yang hangat namun terasa nyaman.

"Darimana saja kau?" tanya Edgar yang memang menyadari kedatangan rekannya, tanpa memalingkan wajahnya dari buku yang dibaca. Kenley menoleh malas . "Kau seharian disini ?" kenley malah balik bertanya. "Sepertinya begitu" jawab Edgar. Dia menutup bukunya kemudian berdiri.

"Ayolah. Kau harus berhenti dulu untuk membaca. Kau tahu kan kalau hari ini kita libur? Kau malah membuang waktu luangmu" kata kenley yang kemudian menyandarkan tubuhnya didinding.

"Ya bagiku ini adalah waktu yang berharga" ucap edgar sambil beranjak keluar dari kamar. "Terserah" jawab kenley singkat.

Seketika suasana menjadi hening. Hanya terdengar suara samar-samar dilantai bawah, Tempat orang-orang guild ngumpul setiap hari. Guild ini sudah seperti rumah baginya. Sejak dia melarikan diri dari gereja, nasibnya semakin buruk. Dia kabur dari gereja dengan alasan ingin mencari kedua orangtuanya.

Dengan guild ini kenley tahu kemana ia harus pulang dan bersandar. Ia tahu kemana harus mencari solusi. Setidaknya ia tahu apa itu keluarga. Dan baginya, guild perampok ini, Adalah rumah baginya. Tiba-tiba tangannya memegang dada bidangnya, menyentuh sebuah kalung berbentuk salib yang sepertinya sudah lama berada dilehernya. Dia memperhatikan benda perak itu memantulkan cahaya kecil yang dihasilkan dari lentera minyak dikamarnya.

Sudah jelas, dari salah seorang biarawati lah yang memberinya kalung salib perak itu. Dia berharap suatu hari jika kenley tumbuh dewasa, dia tidak akan lupa oleh orang-orang digereja tempat ia tinggal dulu atau bahkan kepada dirinya. Pikiran Kenley terhenti begitu seseorang membuka pintu kamarnya.

"Kenley, Horald menyuruhmu makan malam, orang-orang telah menunggumu diruang makan." ucap liza. Liza adalah seorang perampok wanita yang bakatnya tidak diragukan lagi. Dia gadis yang berani mengambil resiko. Dia cantik dan pandai memasak. Tak heran jika orang-orang diguild ini mengaguminya. Hampir sama seperti sifat Dryzell, gadis ini juga terlihat agak acuh tak acuh. Tapi perhatiannya, melebihi sifat acuhnya itu.

"Baiklah nanti aku menyusul. Kau duluan saja." ucap Kenley sambil memperhatikan kalung salib yang baginya adalah kenangan. Liza yang penasaran menghampirinya. "Apa itu?" tanya gadis itu sambil menyelipkan rambut cokelatnya dibelakang daun telinga. "Ini hanya sebuah kalung salib perak" ucap kenley. "Apa itu pemberian dari orang-orang digereja?" tanyanya lagi. "Ya kau benar, aku mendapatkan ini saat Aku berumur lima tahun" jelasnya. "Kau beruntung mempunyai kenangan masa kecil yang manis walau kau tidak tau siapa orang tua mu" ucap liza merasa iri.

"Maksudmu?" tanya kenley menatap ekspresi wajah liza yang tiba-tiba tidak seperti biasanya ia lihat setiap hari.Liza melamun sesaat sampai kenley membuyarkan lamunannya. "Liza? Kau tidak apa?" tanya kenley menyentuh pundak kecil liza. Gadis berambut cokelat itu pun memalingkan wajahnya asal.

"Baiklah, sudah ku bilang apa tadi?!" ucapnya sambil melipat tangannya dibawah dada. Menatap wajah kenley yang masih kebingungan. "Sudah kubilang nanti aku nyusul." kata Kenley seraya memasukan kembali kalung salibnya kedalam baju nya. Liza melangkahkan kaki nya keluar dari kamar kenley lalu menutup pintu kayu itu. Sedangkan Edgar, sudah berada dibawah. Diruang makan sejak tadi.

Tak lama pun, kenley sampai di ruang makan yang kecil dan terasa hangat itu. Sebab, semua orang telah berkumpul disitu. Dia merasa beruntung, selalu merasa beruntung.

"Itu dia sudah datang! Bocah tengik kesayangan guild. Hahaha!" kata Fyon seraya memegang segelas sakenya sambil menepuk meja makan.

"Cepat makan bocah! Sebelum sup daging rusa ini ludes dimakan bocah ini. Hahaha" sambung Juildith mengacak-acak rambut pirang Fyerith. Bocah itu memang suka sekali makan, apalagi masakan yang dibuat oleh liza diguild. Kebetulan gadis itu membuat sup daging rusa yang lezat. Yang menjadi kesukaan Fyerith. Kenley tersenyum kecut. Melihat suasana ruang makan guild yang setiap hari ia lihat memang seperti ini.

"Apanya yang menungguku, hah?" ucap Kenley pelan pada Liza. Gadis itu duduk dikursi dekat Fyon sambil tersenyum miring. Kemudian Kenley bergegas untuk duduk diantara Liza dan Edgar.

****

Setelah selesai makan malam, pria itu kembali masuk kekamarnya, ia membuka jendela tempat ia menumpahkan semuanya emosinya. Membiarkan angin malam memenuhi kamarnya. Membayangkan bagaimana lelahnya hari esok yang akan segera ia jalani seperti biasa. Ia ingin sekali berkunjung kegereja. Tapi ia takut orang-orang digereja tidak mengenalnya lagi.

"Kenley, kau bodoh ya! Kau benar-benar bodoh!" Ucapnya berdecik pelan memaki dirinya sendiri. "Kau kenapa?" tanya Edgar teman satu kamarnya yang tiba-tiba mengejutkannya. Kenley terkejut dan menoleh kearah pria itu.

"Edgar?! dasar sialan" ucap kenley kembali menghadapkan pandangan nya keluar jendela. Memperhatikan beberapa remang yang dihasilkan dari lampu-lampu minyak yang tergantung disetiap bangunan.

"Lagi pula kenapa sih, setiap malam selalu saja melamum didepan jendela?! Kau tau sendiri kan? Udara disini saat malam dingin sekali." jelas pria berkulit putih itu, sambil duduk disamping kenley.

"Ya aku tau." balasnya singkat. "Ada apa denganmu? Kau bisa menceritakan semuanya padaku." kata edgar sambil memegang pundak kenley.

"Aku tidak apa-apa, jangan khawatir." ucap Kenley berbohong. Pandangannya tetap saja tidak bisa dipalingkan dari pemandangan diluar jendela yang memang tampak dingin karena angin selalu menghembus kapan saja. Memasuki celah disetiap rumah yang terbuat dari rotan dan jerami itu. Sesekali dia menatap bulan yang memantulkan cahaya biru yang Indah.

"Kau yakin?" tanya Edgar. Kenley mengangguk mantap. Ia hanya tidak ingin semua orang diguild, terutama teman satu kamarnya itu tahu semua masalah yang ia hadapi. Apalagi keingin tahuan nya kenley tentang orang tuanya, masih ia simpan sampai sekarang. Ia hanya ingin menyimpannya sendirian. Walaupun Edgar, Liza atau siapapun berusaha mendesaknya untuk bercerita, namun kenley tetap berkata bahwa dirinya baik-baik saja.

"Edgar?" panggil kenley tanpa membalikan badannya. "Ya?" pria itu sepertinya sudah bersiap untuk tidur dikasurnya. "Apa kau tahu siapa orangtuamu?" tanya kenley kemudian membalikan badannya, memunggungi jendela yang masih terbuka.

"Ya, Dryzell adalah orangtuaku, orangtua kita." jawabnya singkat. Belum satu menit, Edgar sudah membalikan badannya dan terlelap.

"B..bukan itu maksudku." kata Kenley. "Edgar?" panggilnya pelan. Tapi yang dipanggil sudah terlelap. "Sial!" kenley mengepalkan kedua tangannya gemas. Dia menghembuskan nafas. Menutup jendela dan segera tidur.

Saat tengah malam tiba, kenley terbangun karena sepertinya ada sesuatu yang terdengar dari arah jendela. Pria itu mengucek matanya, sesekali melihat kearah edgar yang tidurnya lebih nyenyak daripada dirinya. Dia perlahan berjalan kearah jendela, kemudian membuka jendela, udara tengah malam yang masuk kekamarnya begitu dingin, itu sangat terasa, karena dia hanya mengenakan kaus dalam berbahan tipis.

Setelah dia mengumpulkan penglihatannya yang kabur tadi, akhirnya tampak jelas. Diluar sana seperti ada seseorang yang melambaikan tangan kearahnya. Kenley masih belum mempercayai itu, karena kepalanya sedikit pusing untuk menangkap sosok siapa yang menatap kearahnya. Apalagi ditambah penerangan yang minim dikota, membuat dia harus benar-benar fokus agar bisa terlihat jelas siapa dia.

Mata kenley membulat sempurna setelah menangkap sosok yang sejak tadi mengganggu tidurnya itu. "Eldred?!" ucapnya pelan. Dia terkejut, karena ada bangsa Elfair diwilayah Hamoursh. Kenley mengenal sosok itu.

Dia memikirkan cara agar bisa keluar dari guild ini, karena dia sudah tahu betul, sosok apa yang menunggunya diruang tengah sana. Sepertinya Dryzell belum tidur. Dia harus memikirkan cara terbaik untuk bisa keluar. Tapi suatu ide muncul dikepalanya. Ia mengangkat kakinya keluar jendela dan secepatnya melompat kebawah. Menghampiri sosok Elfair disana.

"Eldred? Kau kah itu? Sedang apa kau disini?." Tanya kenley pelan.

Sosok Elfair itu mengenakan jubah kelabunya, menutup telinga Elf-nya dengan tudung supaya tidak ketahuan bangsa manusia. Walau dikota kecil itu sudah sepi, tapi rasanya tetap saja.

"Aku mencarimu selama tiga bulan ini." ucap peri itu. Matanya yang biru seakan berpadu dengan cahaya bulan yang kian menerangi bumi. Angin menghembus sepoi-sepoi meniup tudung yang ada dikepalanya seakan memaksa memperlihatkan rambut putih albinonya.

"Untuk apa kau mencariku? Padahal kita bisa bertemu di sungai Seiry jika kita memiliki rencana akan bertemu." Ucap kenley memberi penjelasan.

Sebelumnya, mereka memang sudah saling kenal sejak kecil, tidak. Sejak Kenley kecil. Saat itu dia berusia tujuh tahun. Saat itu, Eldred berusaha menolong kenley, karena dia tersesat dihutan Larnia, hutan itu berada di kekuasaan wilayah bangsa Elfair.

Eldred berusia Seratus tahun lebih tua dari Kenley. Wajar saja, karena dia peri yang hidupnya abadi. Wajahnya yang seakan menolak untuk menua. Bahkan sampai Kenley berusia Dua puluh tiga tahun sekarang ini, Eldred sama sekali tidak menunjukan perubahan pada wajah tampannya itu. Mereka terlihat seperti seumuran.

"Aku mendapat misi penting" kata Eldred. Tudung yang ia kenakan tersapu oleh angin malam. Sehingga tampaklah jelas rupa dari seorang elfair itu. Mata biru yang bersinar, Rambut putih albino yang diriab sampai ke pinggangnya, Seakan dia terlihat sangat sempurna. Kali ini dia tidak peduli dan tidak memakai kembali tudung itu. "Misi?!!"

_Cletak_

Terdengar seperti seseorang membuka pintu guild. Kenley buru-buru menarik tangan Eldred untuk segera bersembunyi. Kalau sampai ada manusia yang tahu, Eldred bisa terbunuh.

"Eldred, tolong dengarkan aku." kata kenley sebelum melanjutkan. Dia memperhatikan sekitar, masih takut jika seseorang, Apalagi Dryzell menemukannya diluar gulid.

"Aku akan menemuimu di sungai Seiry pagi-pagi. Kau bisa pergi kesana terlebih dahulu. Aku akan menyusul." Sambungnya.

"Jika kau terlihat berkeliaran disini, manusia akan menangkapmu karena kau memasuki wilayah manusia tanpa izin." Jelas Kenley penuh perhitungan.

Eldred mengiyakan perkataan Kenley. Perkataan anak itu ada benarnya. Dia pun menutupkan kembali kepalanya dengan tudung jubah kelabunya.

"Baiklah, kau jangan terlambat." Ucap Eldred sembali bergegas pergi. Kenley mengangguk, memperhatikan Eldred berjalan memunggunginya, sampai akhirnya menjauh ditelan gelapnya malam. Dia berharap kalau Elfair itu baik-baik saja sampai tiba disungai Seiry sana.

Sungai Seiry, adalah sebuah perbatasan antara wilayah Elfair dan wilayah Hamoursh. Setelah sosok peri itu menghilang, kenley bergegas kedalam guild untuk kembali kekamarnya. Tak disangka, ada seseorang yang berhasil menguping pembicaraannya dengan elfair tersebut. Itu Liza. Kenley terbelalak.

"Apa tadi itu adalah Elfair?" tanya Liza yang membuat kenley cemas. Bagaimana jika dia memberitahu orang-orang diguild?

"B..Bukan" jawabnya singkat. "Tidak apa, aku melihatnya dengan jelas kok, kau berteman dengan Elfair, sedangkan disini sudah jelas sekali bahwa bangsa peri tidak diizinkan untuk masuk kedaerah manusia" ucap gadis itu merangkul bahu kenley, seakan membuat pria berambut hitam pekat itu terpojok. Liza berharap pria itu tidak menyembunyikan sesuatu pada rekan satu guildnya.

"Kumohon kau tidak memberitahu orang-orang." ucap kenley dengan mata berbinar-binar. Kali ini dia tertangkap basah, mencoba menyembunyikan sesuatu, namun Liza berhasil membuatnya berkata jujur.

"Sebelum matahari terbit aku akan pergi untuk bertemu peri itu disungai seiry. Sepertinya ada suatu hal penting yang ingin dia katakan." jelas kenley. "Aku boleh ikut?" tanya liza. "Apa?"

"Aku hanya merasa bosan karena setiap hari harus melakukan pekerjaan guild." Gadis itu menatap kearah guild tua yang sudah berdiri sejak lama sekali.

"T..Tapi, bagaimana kalau Dryzell membuntuti kita nanti?!".

"Tidak apa, aku bisa mengurusnya. Dan aku sangat yakin, dia tidak akan curiga dengan kepergian kita dari guild. Kita berikan dia rusa yang kita Buru, dia akan percaya."

"Kalau begitu aku akan bergegas kembali untuk tidur supaya besok tidak terlambat." Kenley bergegas membuka pintu guild. Ternyata, Dryzell sudah tertidur diatas meja dengan beberapa cangkir sake didepannya. Sepertinya dia mabuk, sampai akhirnya mengantuk dan tidur.Buru-buru dia melangkah keatas melewati beberapa anak tangga menuju kamarnya.

****

avataravatar
Next chapter