1 Si Fauziah.

Fauziah, bisa dikatakan dia sosok gadis khayalan para kaum lawan jenisnya.

Bagaimana tidak? Menginjak usia SMP seperti sekarang saja, raut kecantikannya sudah bisa membius jutaan pasang mata. Dia cantik, berkulit putih, bibir tipis berwarna merah muda, pipi mulus bersemu merah, mata besar dan bulat berbulu lentik pula.

Jika kita berandai dia persis seperti gadis-gadis manis yang suka menari di TV, asal Korea. Tapi ini versi yang tidak sipitnya. Keluaran Indonesia, bisa jadi nenek moyang Fauziah merupakan keturunan negeri itu, entahlah.

Dia kini tengah duduk di kelas sembari merapikan buku-buku pelajarannya yang berantakan. Bukan tanpa alasan, ini semua ulah perundungan yang dilakukan oleh teman-teman sekelasnya beberapa saat lalu. Sampai Fauziah terisak-isak "Hiks ... Hiks ... kenapa kalian semua jahat padaku? Salah aku apa?" rintihnya. Buku yang berserakan di lantaipun dipunguti satu persatu sembari membungkuk.

Pria remaja seusianya meliriknya sambil tersenyum seringai. Dia juga berdiri dihadapannya dengan kedua tangan memegangi pinggangnya sendiri.

"Sudahlah Zi, gitu aja nangis cengeng bangat sih," Ujarnya ketus. Dia seorang laki-laki remaja berkulit putih, badan sedikit berisi, dia juga lumayan tinggi lebih tinggi dibandingkan Fauziah. Parasnya sedikit menggemaskan.

Fauziah tidak menggubris. Dia lantas berdiri sembari membawa bukunya yg selesai dipungut. Dia juga menyeka air matanya dengan sebelah telapak tangan. Dia sudah berhenti menangis dan bergumam isak.

Niat hati ingin duduk kembali ke kursi tapi malah terjerembab, "Bluk ..." itu pasti sedikit sakit, pantat Fauziah terhenyak kelantai, "Aakh ... Ibu ... hiks ..." dia meringis kembali menangis kesakitan.

"Haha ... haha ..."

Mendengar gelak tawanya pria kecil yang angkuh, membuat Fauziah berhenti menangis. Dia menatap dengan tajam. Wajah cantik itu seketika berubah membengis. Pastinya kali ini dia melakukan pembalasannya. Apalagi ruang kelas terasa sepi. Hanya ada pria itu saja dengan dirinya. Sementara para teman-teman yang sudah membantu pria itu merundungnya beberapa saat lalu, telah kabur entah kemana. Barangkali mereka makan di kantin.

"Kamu sengaja? Anjing ... kamu brengsek, sialan, kambing kampung, kamu sangat menjijikkan!" bentaknya lewat suara yang lantang.

Bukan itu saja, Fauziah mulai beringas maju. Dia memainkan sepuluh jemari mungilnya untuk mengacak-acak habis hingga menjambak rambut pria itu. Dia terus saja beringas, membrutal tanpa pria itu melakukan perlawanan terhadapnya. Pria itu seakan memberikan ruang bagi Fauziah untuk meluapkan emosi dan amarahnya. Dalam kondisi kepala yang dikuasai oleh kedua telapak tangan halus itu, sang pria bahkan tersenyum seringai dan dia menggemaskan.

"Brengsek, apa maumu padaku? Hah? Kalau berani satu lawan satu, kau kira aku takut denganmu hah? Kambing busuk!" demikian cacian demi caciannya sampai rasanya kedua tangan halus itu lelah.

Sigap, aura kejantanan anak laki-laki itupun seketika bangkit, dia menangkap kedua tangannya Fauziah lalu menariknya kedalam dada, hingga Fauziah tak mampu menggerakkan tubuhnya lagi.

Namun kendatipun demikian Fauziah tentu saja melakukan perlawanan dengan meronta-ronta keras lewat suaranya "Lepaskan aku ... lepaskan ... Al jahat!"

"Zi ... lihat ... lihat kedepan kelas sekarang lihat, ini tidak seperti yang kamu kira!" bentak pria itu. Namun Fauziah masih kukuh dengan meronta tanpa mau melirikkan matanya ke depan. Yang dia tau bagaimana caranya lolos dari dekapan dan lilitan tangan kuat ini.

"Tidak ... aku tidak percaya kamu ... kamu jahat ... kamu seperti keledai ... ayam sayur!" Fauziah kembali berteriak keras, sepertinya semua binatang hinggap terbawa tanpa sebab atas nama pria itu. Fauziah lalu nekad menggigit keras sampai berdarah tangan pembekapnya, untuk menyelamatkan diri cara apapun tentu halal dilakukan. Bukan?!

"Aak ... Zi?" si pria terpekik. Dia meringis merasakan perih ditangannya. Fauziah tersenyum seringai. Belitan tangan itu terlepas.

Tak berselang lama, ketika Fauziah ingin menyembulkan tawa kemenangannya, dari arah pintu kelas. Segerombolan remaja putra dan putri seusianya membawa kue dengan sebatang lilin yang menyala mereka bersorak "Happy birthday Fauziah!" Lalu melangkah bergerombol menuju Fauziah.

Gadis itu terperangah, kedua matanya yang bulat semakin tercalang sempurna, "Hah! kok jadi begini?" pikirnya. Dia membawa pandangan tertegun itu menuju pria remaja yang tangannya tergigit sampai berdarah, lalu menyingir aneh sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal "Yah salah sendiri kenapa ngerjainnya sampai segitunya? Kan aku kaget," gumam batinnya.

Memang bukan salah Fauziah, pria itu pun tidak mempermasalahkan. Dia justru tersenyum padanya dengan kerlingan mata yang nakal lalu mengedipkan satu matanya. Meskipun kondisi rambutnya yang semula rapi mungkin saja minyak rambut yang dia gunakan sangat mahal, tapi Fauziah mengacaukan itu semua. Tapi sungguh dia tetap manis dan tampan, meskipun dalam kondisi begini.

Fauziah termangu dalam ketermanguan itu segerombolan temannya menyoraki "Tiup lilinnya?"

Suasana kepala dan hati serta pandangan suda kacau meskipun begitu Fauziah meniup lilin kecil di hadapannya satu persatu. Matanya tak lepas dari curi pandang terhadap pria yang telah tersakiti sampai meninggalkan jejak luka.

Fauziah tetap diam saja. Tidak tau harus berucap apa, meski lilinnya telah padam. Para remaja itu melirik jenaka setiap sudut kelas yang lumayan berantakan. Buku-buku berserakan dimana-mana, kursi meja terlempar berhamburan, laksana kapal pecah di tengah lautan. Sedikit miris dan juga mengkhawatirkan.

Tapi tidak membuat getir mereka, mata mereka malah berbinar-binar seperti melihat kembang api pada perayaan tahun baru.

"Wah, pemandangan yg indah!" sahut salah satu dari mereka.

"Kalau ada lomba menghidupkan macan betina yang mati, Al Wijaya pemenangnya, haha ... " sambung yang lain, semua tertawa terbahak-bahak. Fauziah terkekeh canggung.

Diantara mereka ada yang salah fokus tanpa sengaja melirik tangan pria itu, bekas gigitan Fauziah lalu bersorak lantang, "Widih ... macannya mengggit Al, mashaallah!"

Baik Al dan Fauziah tersipu senyap. Mereka bersorak sesuka hatinya. Menggoda keduanya. Semakin membuat satu ruangan kelas hancur. Kursi yang berantakan bukan malah diperbaiki namun malah semakin dibuat naik keatas meja. Kue yang semula indah berwarna merah muda, malah dilempar, dicocol dengan jari dan dijadikan sebagai alat untuk main perang lukis wajah. Benar-benar para bocah nakal.

Anggap saja ini dosa Fauziah karna sebentar lagi mereka semua akan mendapatkan hukuman dijemur dibawah tiang bendera.

**

Fauziah dewasa sungguh anggun, tersenyum pahit kala mengingat masa itu, mata indahnya tampak berkaca kaca.

Setiap manusia memiliki kenangan tersendiri tentang hidupnya. Tidak terkecuali Fauziah.

Bukan masalah kenangan masa sekolah semata dan perasaan menginjak remaja itu seperti apa, tapi ini lebih mendalam dari itu.

Sudut terbaik yang ketika teringat membuat kedua mata mengembun, itu bukan sesuatu hal yang biasa. Ada cerita kenapa sampai membuat kedua mata berair ketika mengenangnya.

Dan itu terjadi pada diri Fauziah. Kenangan sepenggal saja. Yang seharusnya dia tertawa tapi justru malah seperti berduka. Jika itu air mata bahagia seharusnya dia minimal tersenyum. Tidak justru air mata menitik semakin melanglang kosong kedua netra indah itu.

Apa itu kenangan? "Sedetik berlalu saja itu akan menjadi sebuah kenangan, yah itulah kenangan. Ada memang untuk dikenang ..." demikian perkataan Fauziah. Gadis manis yang dulu terkenal ganas kini menjadi sosok wanita yang anggun dan cantik.

"Kenangan tidak sama dengan mimpi, tapi apakah salah jika aku memimpikan kenangan itu kembali? Kenangan tidak mungkin diulang bukan? Tapi aku pengen mengulanginya! Seperti mimpi aku ingin semua menjadi kenyataan. Apakah aku telah salah menganggap mimpi adalah kenyataan dan itu menjadi sebuah kenangan? Dan ketika aku tidur kemana aku? Aku tidak kenal aku didalamnya, aku lain disana. Tapi aku berada pada suatu tempat tanpa memerlukan kendaraan untuk kesana tapi aku ada disana hanya dengan cukup memejamkan mata saja!"

"Fauziah ...."

Terdengar teriakan cukup keras dan suara itu sangat lantang terdengar. Fauziah terkerinjat kaget. Langsung menyeka air mata. Menutup buku yang semula telah ditulisnya dengan judul "Apakah aku yang ada dalam mimpi itu?"

avataravatar
Next chapter