webnovel

Terdesak

Aku tau moment ini pasti akan datang. Yah, tepat hari ini moment tersebut benar-benar di hadapan ku. Moment yang ku rasa tidak perlu hadir dalam kehidupan ku, moment di mana mama meminta ku untuk bahagia. Aku heran, sangat heran, apakah definisi kebahagiaan menurut sudut pandang mama hanya memiliki seorang kekasih?.

Kebahagiaan itu kita sendiri yang merasakan nya, ya saat ini aku bahagia tanpa harus memiliki kekasih atau pendamping hidup. Hidup sehat dan berada di keluarga yang hangat sudah cukup bagi ku. Tapi, mengapa mama selalu saja bersikap begitu, secara tidak langsung menekan ku untuk memiliki wanita di sisi ku hingga aku merasa terdesak oleh perbuatannya. Entahlah aku bingung kapan drama ini akan berakhir dan kapan mama akan sadar jika aku sudah bahagia dengan kondisi seperti ini.

_ _ _ _ _ _ _

Ini lah aku, Fadhil Zaedan Akbara. Mama ku, Melinda Zaeka Akbara adalah seorang wanita yang sangat tangguh, saking tangguhnya aku pun tak mampu untuk menghadapinya, terutama masalah hidup. Saat ini usia ku 28 Tahun.

Aku lulusan Business Administration with Honours (BBA Hons.) National University Of Singapore (NUS) program undergraduate dan lulusan Business and Administration (MBA) University Of Oxford program Magister/Postgraduate. Pekerjaan ku sekarang yaitu menjabat sebagai CEO perusahaan keluarga mama ku yaitu Akbara's Group. Sebenarnya aku juga memiliki usaha sendiri dibidang bisnis travel yaitu 'FaMel Travel'. Akan tetapi, karena aku pewaris tunggal di keluarga akhirnya aku harus mendahulukan perusahaan keluarga dan mengamanahkan bisnis ku ke orang kepercayaan ku.

_ _ _ _ _ _ _

"Dan, kamu itu nggak merasa kesepian atau bosen apa?, atau nggak ada rasa iri gitu liat temen-temen kamu sudah berkeluarga?". Ucap Melinda dengan raut wajah sendu.

"Ah mama, selalu saja begini. Zaedan kan udah bilang kalo Zaedan udah bahagia banget dengan kondisi yang seperti ini, sudahlah"..Zaedan malas menanggapi ucapan mamanya secara serius.

"Hmm.., kamu itu kalo dibilangin selalu saja seperti ini. Tidak pernah mengerti padahal sudah dewasa". Melinda pusing melihat respon anaknya.

"Mau bagaimana lagi ma, Zaedan memang benar-benar bahagia, jadi tidak perlu mencari kebahagiaan yang lainnya. Syukuri aja apa yang ada di hadapan kita sekarang, nanti pasti ada masanya kok dapat jodoh bener tidak?". Zaedan melirik mamanya sambil tersenyum dengan sebelah alisnya terangkat.

"Nggak tau lagi ah, yang jelas jodoh memang sudah digariskan Tuhan. Tapi kalo nggak berusaha sama aja bohong". Melinda mendengus, berusaha menyadarkan anaknya itu.

"Oke-oke, sudah ya mari kita lanjutkan makan". Zaedan berusaha mengakhiri perdebatan kecil bersama mamanya.

"Ehmm.., ngomong-ngomong kakek sekarang di mana ma?, kok nggak makan bersama kita?". Padangan Zaedan sedikit melirik ke arah mamanya. Ingin mendapat jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan.

"Kakek sudah makan tadi, entah kenapa katanya ia merasa tadi sudah laper banget, jadi makan duluan". Melinda membalas ringan.

"Oh, sekarang di mana kakek?". Zaedan belum mendapatkan jawaban mengenai keberadaan kakeknya sekarang.

"Palingan di ruang bacanya atau mungkin lagi di kebun belakang". Lagi-lagi ujaran sekedarnya keluar dari mulut Melinda. tampak rasa kesal masih di dalam diri.

"Semenjak beliau tidak mengurusi kantor, beliau sibuk dengan berbagai aktivitas rumah, seperti berkebun atau berolahraga". Melinda berusaha menjelaskan, terlebih melihat wajah sang putra yang masih bingung.

"Baguslah, setidaknya itu bisa membuat kakek lebih merasa sehat". Zaedan menimpali jawaban sang mama.

"Ya sudah ayo selesaikan makanannya". Titah Melinda.

"Hmm.., iya ma". Zaedan menjawab sekenanya.

_ _ _ _ _ _ _

"Selamat siang kek". Zaedan menghampiri kakeknya.

"Hai, mengapa kau bisa ada di sini?". Tanya sang kakek.

"Hah, kok kenapa, ini kan rumah kita tentu Zaedan bakalan pulang ke rumah. Apa kakek tidak suka dengan kehadiran Zaedan gara-gara masalah waktu itu?". Selidik Zaedan.

"Hmm.., bukan seperti itu Zaedan. Kakek heran saja, tiba-tiba kamu ada di rumah. Biasanya kamu lebih memilih pulang ke apartemen mu, dan lebih herannya lagi kamu di sini saat siang hari". Balas sang kakek. "dan untuk masalah yang waktu itu, kakek tidak terlalu mempersalahkannya. Akan tetapi, kakek tetap ingin kamu mempertimbangkannya". Kakek menambahkan jawaban.

"Ingat Dan, kamu jangan egois. Meski kamu bahagia tanpa seorang pendamping, tapi kakek dan mama mu merasa ada yang kurang di keluarga ini. Rumah serasa sepi seperti hamparan padang pasir". Kakek mengingatkan cucunya.

"Aduh, nggak mama nggak kakek sama saja bahasanya, tidak kah kita membahas hal lain saja". Zaedan tampak jengah dengan apa yang dihadapi saat ini.

"Terserah mu lah, kakek pusing melihat tingkah dan keras kepala mu itu". Ucap kakek dengan tatapan tajam ke arah cucunya.

"Hmm.., maaf kek". Zaedan menunduk lesu.

"Jadi, mengapa kau bisa di sini siang hari". Kini sang kakek mengalihkan pembicaraan.

"Semalam mama menelpon dan bilang kalo kakek pengen makan siang bersama ku. Karena aku sering menolak jadi akhirnya ku paksakan bisa lunch bersama kalian, eh ternyata kakek makan duluu". Zaedan dengan ekspresi merajuk.

"Hahahaha". Tercipta tawa keras dari pria tua itu.

"Kau ini, mengapa ekspresi mu seperti itu. Menjijikkan, ingat kau itu sudah dewasa.. Seandainya kau ku berikan istri mungkin ANAK MU SUDAH 10". Kakek menekan jumlah anak, agar cucunya tersadar akan tingkah lakunya.

'Heh.., mengapa arah pembicaraannya menjadi tidak nyambung'. Batin Zaedan.

"Mengapa kau menatap kakek mu seperti itu?,

apakah itu pembelajaran yang kau dapatkan selama ini?. Tidak sopan dengan orang yang lebih tua? beraninya kau menatap ku seperti ingin memakan ku". Ucap kakek melihat tatapan dari Zaedan.

"Bukan begitu kek, kenapa arah pembicaraannya kakek menjadi melebar kemana-mana". Kini Zaedan merubah ekspresi dan tatapan.

"Siapa suruh ekspresi seperti anak kecil, kakek mu ini hanya ingin mengingatkan bahwa kau tak pantas bertingkah seperti itu lagi, pria dewasa". Ucap kakek sambil menatap sinis ke arah lain.

"Tapi kan dalam keluarga ini aku yang paling muda". Kekeh Zaedan, tak suka kakeknya berbicara mengenai anak.

'Huhh.., dasar tidak tau diri'. Batin kakek.

"Makanya cari lah istri dan produksi anak yang banyak. Agar kau tau dengan usia mu saat ini posisi yang seperti apa yang cocok pada mu". Sindir Tuan besar keluarga Akbara.

"Haitsh.., ujung-ujungnya pasti masalah ini". Zaedan sudah malas mendengarkan semua perkataan kakeknya.

"Ya sudahlah kek, Zaedan mau ke kantor lagi soalnya mau siap-siap ketemu klien jam setengah 3 sore". Zaedan cepat-cepat pamit agar terhindar dari obrolan yang dapat membuat ia semakin pusing.

"Hehh.., selalu saja mengelak seperti ini". Kakek sudah tau pola tingkah laku cucunya dalam menghindari masalah.

"Ya sudah pergi kerja sana, jangan buat perusahaan keluarga bangkrut". Ucap kakek.

"Iya-iya". Zaedan sudah sangat malas meladeni kakeknya.

Setelah mencium punggung tangan kakek, Zaedan kembali ke kantor.

***

Next chapter