4 Azura Aubrey Elvern.

"TIDAK IBUUUU.. HENTIKAN..."

PRAANNKKK....

Suara pisau yang terlempar beradu dengan lantai. Azura Aubrey memeluk tubuh ibunya erat yang masih berteriak histeris dengan air mata yang terus mengalir membasahi wajah pucatnya.

"Jangan lakukan itu lagi, Aku mohon ibu, jangan lagi," Ucap Azura Aubrey yang masih memeluk tubuh ibunya erat, membiarkan tubuh lemah itu menangis di dalam pelukannya. Hingga selang beberapa menit, ia dapat merasakan tubuh ibunya melemah dengan nafas yang mulai teratur.

Dengan lembut ia mengusap punggung ibunya, dan langsung memapah tubuh lemah itu untuk di rebahkan ke atas tempat tidur, menyelimutinya sebelum mengecup lembut dahi ibunya.

Perlahan Azura Aubrey melangkahkan kakinya meninggalkan kamar ibunya yang sudah tertidur dan berjalan menuju ruang tengah yang nampak sangat berantakan. Matanya tertuju pada sebuah pisau yang tadi di lemparkannya ke lantai saat ia berhasil merebut pisau itu dari tangan ibunya yang kembali untuk mencoba melukai dirinya sendiri. Ini bukan kali pertama ibunya melakukannya, bahkan sudah berulang kali ibunya melakukan percobaan bunuh diri sejak mereka pindah di kota ini.

Dengan air mata yang terus menitik dari sudut matanya, Azura Aubrey memunguti pisau tersebut dan menaruhnya ke dalam laci untuk kemudian di kuncinya, dan mulai membersihkan barang barang yang berserakan di atas lantai.

Sejak ibunya di vonis menderita polt traumatis stres di Soulder atau biasa di sebut dengan PTSD, Ibunya sudah tidak pernah lagi berkomunikasi dengan siapapun termasuk dirinya, tatapan mata wanita itu selalu di selimuti oleh kesedihan yang terlihat sangat mendalam, meskipun wanita itu sudah tidak pernah berbicara lagi sejak saat itu, namun Azura Aubrey bisa mengetahui suasana hati ibunya yang kadang merasakan sedih, ataupun takut hanya dengan melihat tatapan mata ibunya.

Dan sejak saat itu pula Azura Aubrey mulai menghabiskan waktunya dengan terus bekerja paru waktu, untuk membiayai kebutuhannya juga pengobatan sang Ibu. Ia harus terus bekerja keras demi bertahan hidup di kota yang sangat asing baginya. Di mana ia tidak memiliki keluarga satupun di kota ini. Meskipun itu bukan hal yang menyedihkan bagi kehidupan Azura Aubrey yang memang sejak  lahir hanya mempunyai seorang Ibu dan Bibi.

Sedang Ayah Azura Aubrey sendiri sudah lama meninggal dunia yang di sebabkan sebuah kecelakaan mobil saat Azura Aubrey masih dalam kandungan, dan hal itu yang di katakan Bibinya saat Azura Aubrey pernah sekali menanyakan keberadaan sang Ayah, hingga Azura Aubrey berpendapat bahwa penyakit sang Ibu saat ini  di sebabkan karena itu. Hingga sampai Azura Aubrey tumbuh dewasa ia tidak pernah lagi menanyakan tentang sang Ayah, bagaimana rupa dan karakter sang Ayah, sebab jika dengan tidak sengaja ibunya mendengar hal itu, ibunya akan mulai menangis dan tidak jarang akan mulai menyakiti diri sendiri. Sebab yang Azura Aubrey tau ibunya sudah menderita sakit sejak Azura Aubrey masih di dalam kandungan.

"Maaf Bu, Zura pulang terlambat malam ini," Ucap gadis itu dengan lembut memeluk tubuh ibunya dari belakang, saat ia masuk kekamar dan mendapati ibunya di sana.

Dengan cepat ia meraih sebuah syal yang tersampir di sandaran sofa untuk dililitkan di leher ibunya yang masih terdiam di hadapan jendela ruang kamarnya, sebab malam ini udara cukup dingin.

"Saatnya makan malam, aku sudah memasak masakan kesukaan ibu." Lanjut Azura Aubrey menutup tirai jendela tersebut dan meraih tubuh ibunya agar beranjak dari duduknya dan menuntunnya menuju ke arah meja makan, yang di sana sudah tertata dengan rapi menu makanan kesukaan ibunya.

Dengan telaten gadis itu menyuapi ibunya, sambil sesekali mengusap lembut sudut bibir ibunya yang terkena sisa makanan. dengan menggunakan tisu.

"Saatnya ibu minum obat, Zura dapat gaji pertama hari ini, jadi sudah bisa membeli obat buat Ibu lagi." Lanjut gadis itu sambil meraih sebuah gelas dan beberapa pil untuk di minum ibunya. "Hari ini Aku mengalami peristiwa yang sangat menarik sekaligus menakutkan, tadi aku menyelematkan seseorang. Semoga pria itu baik-baik saja, sebab tadi Aku lihat ada luka yang cukup serius di lengannya."

Cerita Azura Aubrey yang tiap hari ia lakukan di saat ia sedang bersama ibunya. Ia akan bercerita apa saja yang sudah di alaminya. Meskipun tidak pernah mendapat respon dari ibunya yang selalu diam. Dan berakhir tertidur di pangkuan sang ibu.

* * * * *

KEDIAMAN ALPHA SHAQILLE ELVERN.

"Bagaimana?" Tanya Alpha Shaqille perlahan.

"Orang kita sudah menangkap pelaku pengendara mobil itu Tuan, dan seperti dugaan Anda, dia orang suruhan Tuan Acheron." Jawab Azio Devian.

"Tsk, jadi dia mulai bertindak licik lagi rupanya?" Balas Alpha Shaqille dengan senyum smirknya seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa sambil menyilangkan kakinya.

"Apa yang harus kita lakukan selanjutnya Tuan?"

"Biarkan saja orang itu membusuk di penjara." Jawab Alpha Shaqille santai.

"Baik Tuan," Balas Azio Devian mengangguk.

"Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang gadis yang menolongku kemarin?" Tanya Alpha Shaqille kembali membuka matanya dan menatap Azio Devian.

"Iya Tuan Muda," Jawab Azio Devian sambil meletakan sebuah map di atas meja kerja yang langsung di raih oleh Alpha Shaqille untuk kemudian di bacanya. Nampak terlihat ia mengernyitkan kening saat sedang membaca beberapa informasi dari gadis yang sempat mencuri perhatiannya itu.

'Ternyata kau mempunyai kehidupan yang cukup menyedihkan Nona.'

Batin Alpha Shaqille menarik nafas dalam saat hatinya tiba-tiba merasa iba pada gadis yang telah menyelamatkannya kemarin.

"Gadis ini berasal dari Negara Thailand?" Tanya Alpha Shaqille perlahan.

"Iya Tuan, dan sudah satu tahun gadis itu dan Ibunya pindah ke Verona." Balas Azio Devian.

"Apa kau tidak mendapatkan data Ayahnya?"

"Tidak Tuan, sampai sejauh ini, hanya itu saja informasi yang saya dapatkan." Jawab Azio Devian yang di sertai anggukkan oleh Alpha Shaqille yang entah mengapa mulai tertarik untuk menyelidiki seseorang yang baru di lihatnya, terlebih lagi ia seorang gadis. Bahkan Alpha Shaqille tidak pernah peduli dengan siapapun di sekitarnya. Tapi kali ini, ia nampak terlihat begitu serius.

"Anda nampak sedang memikirkan sesuatu Tuan muda." Ucap Azio Devian saat mendapati Alpha Shaqille yang tengah melamun.

"Aku hanya berfikir, jika saja kemarin gadis itu tidak berada di sana mungkin aku sudah celaka. Apakah itu suatu kebetulan?" Tanya Alpha Shaqille sambil mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuknya.

"Tentu saja Tuan, dan sepertinya anda berutang ucapan terimakasih pada gadis itu, sebab kemarin anda sepertinya lupa mengucapkannya." Balas Azio Devian.

"Mungkin lain waktu, aku pasti akan menemui gadis itu." Jawab Alpha Shaqille mengalihkan pandangannya keluar jendela.

"Iya Tuan, sebenarnya saya sedikit penasaran, sebab tidak biasanya anda tertarik dengan hal-hal seperti ini." Balas Azio Devian sedikit penasaran.

"Aku hanya merasa ada yang berbeda dari gadis itu. Tiba-tiba perasaanku mengatakan ingin melindunginya." Balas Alpha Shaqille yang membuat Azio Devian hanya bisa melongo mendengar ucapannya. Sebab pria seperti Alpha Shaqille adalah sosok pria yang tidak semudah itu merasa kasian atau iba kepada orang lain. "Ada apa?" Tanya Alpha Shaqille lagi saat melihat ekspresi asistennya yang nampak syok dan kebingungan.

"Tidak apa-apa Tuan, hanya saja..."

"Aku ingin beristirahat." Balas Alpha Shaqille seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa panjang ruang kerjanya sambil memejam.

"Kenapa anda tidak beristirahat di kamar saja?" Tanya Azio Devian perlahan.

"Tidak perlu. Aku lebih nyaman di sini." Balas Alpha Shaqille yang masih memejam, bahkan semakin menyamankan dirinya di atas sofa.

Hari ini Alpha Shaqille tidak masuk kerja di sebabkan cidera yang lumayan parah di sikutnya dan ia di haruskan oleh Dokter pribadinya untuk beristirahat di Mansion dalam beberapa hari.

Sedang di lantai dua tepat di dalam kamar Aranka Demetria, nampak sosok Aranka Demetria yang masih meringkuk di atas tempat tidurnya dengan tubuh yang masih di tutupi selimut.

"Nyonya.. Apa anda tidak makan lagi?" Tanya Brenda Marlleta perlahan.

"Tidak Bibi Brenda, saya tidak lapar." Jawab Aranka Demetria dengan suara seraknya.

"Tapi sejak kemarin Anda tidak menyentuh makan sedikitpun." Balas Brenda Marlleta khawatir.

"Saya hanya tidak berselera Bibi Brenda."

"Ada apa Nyonya? Apa anda baik-baik saja?"

"Saya baik-baik saja." Balas Aranka Demetria tersenyum, berusaha menyembunyikan luka di hatinya, rasa sakit yang seolah membuatnya ingin menjerit sekeras mungkin. Kenyataan bahwa dia hanyalah sebuah umpan yang digunakan Ayah kandungnya sendiri demi merebut harta suaminya sungguh membuatnya benar-benar sakit dan hancur.

Sedang Brenda Marlleta hanya bisa menarik nafas dalam saat melihat kondisi Aranka Demetria, mata sembab dengan wajah yang terlihat sangat pucat itu cukup menggambarkan bahwa Nyonya besarnya sama sekali tidak dalam keadaan baik.

"Nyonya, sebenarnya apa yang terjadi? Sejak kedatangan Ayah Anda kemarin, suasana hati Anda langsung berubah, apa ada masalah serius?" Tanya Brenda Marlleta penasaran sekaligus khawatir.

"Tidak apa-apa Bi,

'Aku hanya sedang memikirkan, akan sebesar apa lagi kebencian Alpha terhadapku jika ia mengetahui hal ini, apa yang harus aku lakukan sekarang.' Batin Aranka Demetria semakin membuatnya ketakutan.

"Bagaimana keadaan Tuan Alpha?" Tanya Aranka Demetria beranjak bangkit dari tidurnya lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidurnya.

"Tuan besar baik-baik saja Nyonya, Dokter Drich baru saja pulang setelah mengecek keadaannya, Nyonya tidak perlu khawatir" Jawab Brenda Marlleta.

"Apa luka Tuan muda parah?" Tanya Aranka Demetria yang memang belum melihat kondisi suaminya sejak kemarin. Selain Alpha Shaqille yang tidak membiarkan siapapun untuk masuk ke dalam kamarnya, Alpha Shaqille juga tidak memperbolehkan siapapun untuk mendekatinya selain Asistennya Azio Devian Astley dan sahabatnya Dokter Aldrich Alexe Fenelon, meskipun hanya untuk melihat keadaannya saja.

Perlahan Aranka Demetria beranjak dari tempat tidurnya sambil merapikan rambutnya yang nampak sedikit berantakan. Dan terus melangkah keluar kamar yang di ikuti oleh Brenda Marlleta yang memilih untuk diam, tanpa pertanyaan sedikitpun, sampai Aranka Demetria berhenti tepat di depan kulkas dan mulai mengeluarkan beberapa bahan masakan.

"Apa yang akan Anda lakukan?" Tanya Brenda Marlleta saat melihat Aranka Demetria meraih apronnya untuk di pakainya.

"Saya akan membuatkan Tuan muda Samgyetang, ini bagus untuk memulihkan kesehatannya." Jawab Aranka Demetria.

"Tapi Nyonya."

"Bibi Brenda.. Biarkan aku memasaknya."

Balas Aranka Demetria tersenyum sambil mulai memasak. Sedang Brenda Marlleta hanya bisa terdiam saat melihat Aranka Demetria dengan perasaan sedihnya.

'Kenapa Anda terus melakukan hal-hal yang akan membuat Anda kecewa pada akhirnya Nyonya,'

Batin Brenda Marlleta yang dengan cepat mengambil beberapa sayuran untuk di cucinya, setidaknya hal itu bisa membantu meringankan pekerjaan Aranka Demetria yang sepertinya saat ini sedang kurang sehat. Hingga 60 menit berlalu, Aranka Demetria usai dengan masakannya, dan langsung memasukkannya ke dalam wadah.

"Azio,"

Panggil Aranka Demetria sambil melangkah menghampiri Azio Devian yang baru saja keluar dari ruang kerja Alpha Shaqille.

"Iya Nyonya," Jawab Azio Devian yang langsung menghentikan langkah kakinya dan membungkuk saat Aranka Demetria sudah berdiri tepat di hadapannya sambil membawa sebuah nampan berisi semangkuk samgyetang yang baru di masak.

"Apa saya boleh meminta bantuan Anda?" tanya Aranka Demetria.

"Silahkan Nyonya, jangan sungkan." Balas Azio Devian.

"Bisakah Anda memberikan ini kepada Tuan Alpha?" Tanya Aranka Demetria seraya menyodorkan nampan yang sejak tadi di pegangnya kepada Azio Devian yang masih terdiam dengan wajah yang terlihat bingung.

'Aku tidak yakin Tuan muda akan mau memakannya.' Batin Azio Devian sedikit cemas.

"Ada apa?" Tanya Aranka Demetria lagi saat menatap wajah Azio Devian yang masih terlihat bingung. Seolah paham dengan apa yang di pikiran asisten suaminya itu, dengan senyum ramah Aranka Demetria meletakkan nampan tersebut ke atas meja. "Tuan Alpha boleh membuangnya jika ia tidak menyukainya." Ucap Aranka Demetria sambil mengalihkan pandangannya kearah ruang kerja suaminya yang masih tertutup rapat dengan Raut wajah yang nampak penuh dengan kekhawatiran.

"Apa Tuan Alpha baik baik saja?" Tanya Aranka Demetria perlahan.

"Iya Nyonya, Tuan baik-baik saja, cedera di tangannya juga tidak begitu parah, Tuan hanya butuh istrahat." Jawab Azio Devian meyakinkan.

"Siapa yang tega melakukan hal keji seperti itu,"

'Ayah anda Nyonya.'

Batin Azio Devian seraya menarik nafas dalam merasa prihatin dengan Nyonya mudanya yang bagitu baik hati dan lembut. Bahkan wanita sebaik itu malah di takdirkan menjadi putri dari seorang yang tidak berperasaan dan berdarah dingin seperti Acheron Flavio Carden.

"Kenapa Nyonya tidak masuk saja kedalam dan memberikannya langsung kepada Tuan Alpha," Tanya Azio Devian mencob memberikan sebuah saran.

"Tapi saya.. "

"Nyonya hanya perlu meletakkan makanan itu di sana, dan bisa melihat keadaan Tuan Alpha sebentar, lagi pula saat ini Tuan Alpha sedang tidur, jadi semua akan baik-baik saja." Balas Azio Devian.

"Baiklah," Jawab Aranka Demetria dengan senyum yang terlihat sangat bahagia. Dan dengan cepat ia meraih nampan tersebut dan melangkah masuk kedalam ruang kerja suaminya.

Dengan sangat hati-hati Aranka Demetria meletakkan nampan tersebut di atas nakas agar tidak menimbulkan suara yang bisa mengganggu tidur suaminya.

Aranka Demetria duduk di samping suaminya yang masih terlelap, dengan lekat di tatapnya wajah tampan suaminya yang sedang terlelap, wajah yang terlihat seperti seorang malaikat, begitu tenang dengan nafas yang teratur seperti seorang bayi kecil yang sedang terlelap di atas pangkuan Ibunya. Bahkan ini kali pertama ia benar-benar bisa menatap wajah suaminya secara dekat setelah 5 tahun pernikahan mereka. Di sana ia bisa melihat hidung yang begitu mancung, dengan alis tebal dan bulu mata yang terlihat panjang dan sedikit lentik, tidak lupa dengan bibir yang terlihat sedikit penuh juga memerah, sungguh indah bagi ukuran seorang pria seperti Alpha Shaqille yang memang memiliki wajah yang tampan dengan kulit putih yang terlihat mulus dan lembut.

'Seandainya aku bisa melihat wajah tenang ini setiap hari, aku sudah tidak menginginkan apa-apa lagi.'

Batin Aranka Demetria tanpa memalingkan pandangan matanya dengan senyum kecil yang menghiasi wajahnya.

"Apa yang sedang kau lakukan disini?"

Suara datar Alpha Shaqille tiba-tiba menyapa indra pendengaran Aranka Demetria yang sontak membuatnya terduduk ke lantai dan perlahan menyeret pantanya kebelakang agar tubuhnya menjauh dari Alpha Shaqille yang entah sejak kapan sudah terbangun dari tidurnya. Bahkan wajah malaikat yang beberapa menit lalu terlihat di wajah Alpha Shaqille kini sudah berubah menjadi wajah yang terlihat dingin dan sangat menakutkan dengan sorot mata tajam menyerupai elang yang tengah menghadapi mangsanya.

"Beraninya kau menatap wajahku seperti itu."

"Ma-maaf, saya hanya mengantarkan sup untuk anda." Jawab Aranka Demetria terbata.

"Keluar."

"Ba-baik Tuan." Ucap Aranka Demetria yang langsung beranjak sambil melangkahkan kakinya ke arah pintu.

"Bawah sampah itu."

"Apa Tuan tidak akan me..... "

"AKU BILANG BAWAH KELUAR." teriak Alpha Shaqille mulai hilang kesabaran.

"Tapi Tuan... "

Dengan cepat Alpha Shaqille beranjak dari sofa dan langsung meraih nampan tersebut.

PRAANNKKK...

Aranka Demetria menunduk sambil menutup kedua telinganya saat nampan itu beradu dengan lantai tepat di hadapannya, bersamaan dengan air matanya yang mengalir dengan tubuh yang bergetar.

"Bukankah aku sudah berulang kali memperingatimu?"

"Ma-maafkan saya Tuan."

"Tsk, melihatmu seperti itu semakin membuatku sangat membencimu, apa kau tau? AKU SANGAT MEMBENCIMU HINGGA AKU BERHARAP KAU LENYAP TANPA SISA DI MUKA BUMI INI?" Teriak Alpha Shaqille dengan amarahnya yang semakin memuncak. "KENAPA KAU SELALU BERADA DI SEKITARKU? KENAPA KAU TIDAK MENJAUH SAJA DARIKU?"

"Maafkan saya... saya... "

"MENJAUH LAH DIRIKU." Raung Alpha Shaqille.

"Apa itu yang Tuan inginkan dariku?"

"YAH, AKU INGIN KAU MENJAUH, KENAPA KAU TIDAK MATI SAJA?" Teriak Alpha Shaqille meraih sebuah kursi  dan melemparkannya ke dinding tepat di samping Aranka Demetria berdiri untuk melampiaskan amarahnya.

* * * * *

Bersambung...

avataravatar
Next chapter