1 Episode 1 Cinta Pandangan Pertama

*DOR!

DOR!

DOR*!

Suara tembakan beruntun memekakkan telinga. Perlahan mereka terkapar di lantai. Tubuh mereka bersimbah darah yang membuat siapapun akan merasa mual. Namun, tidak bagiku yang dibesarkan dilingkungan penuh kebengisan. Hal itu sudah menjadi kebiasaan keluarga kami.

Bukan sesuatu yang aneh terlihat di mata kami. Meski orang awam akan berontak karna bertentangan dengan hati nurani. Jika kalian membicarakan hati nurani. Kurasa itu bukan hal pantas buatku. Bagiku perasaan hanya menghambat pekerjaan terutama di dunia malam.

Aku memasukkan pistol ke dalam saku melewati tumpukan mayat. "Tu-tuan anda darimana saja?" aku mencebikkan bibir melepaskan jas yang dikenakan. Aku melemparnya ke sembarang arah membuat Frans kewalahan.

Aku masuk ke dalam mobil yang sudah terparkir di depan gang sempit. Samar kulihat Frans mengintip gang yang terlihat gelap. "Aku baru saja membunuh 12 orang dengan pistol ini," Frans mengalihkan pandangan terkejut melihat pistol yang kumainkan di tangan.

"Kalau kau masih tetap disana. Aku akan menembakmu," ujarku mengarahkan ujung pistol di dahinya. Wajahnya memucat bergegas dia masuk ke dalam mobil. Kumasukkan pistol begitu suara deru mobil mulai menjauhi area tersebut.

"Cari semua identitas mereka," titahku yang diangguki Frans. Aku membuang napas kasar melihat keluar jendela.

Saat, itu aku melihat seorang gadis bertubuh tinggi semampai tengah duduk sendirian di tepi jalan. Wajahnya ditekuk dengan semu merah di kedua pipinya. Tangannya menopang dagu menatap kesal pejalan kaki yang berseliweran di sekitarnya.

Sejenak, aku terkesan dengannya. Gadis berkulit putih nan langsing, bola mata coklat yang bersinar di bawah cahaya lampu dan ...

Aku terkesiap menyadari perkataan barusan. Hampir saja aku bisa menggambarkan gadis itu. Jantungku mendadak berdegup kencang. Apa ini? batinku kebingungan.

Bahkan, membayangkan dia tersenyum saja sudah membuatku jatuh cinta. Aku menghela napas bersandar. Kupijit pelipis meredakan pusing di kepala. Bagaimana mungkin aku bisa jatuh cinta? Bukankah aku tak akan pernah merasakan cinta? Lagipula mana mungkin gadis itu mau denganku.

Pikiranku berkecamuk mengenai gadis itu. Perlahan kuintip dia dari kaca spion namun sosok itu menghilang. Aku menjulurkan kepala merasa penasaran. Mataku melihat sekeliling namun tak kutemukan dia.

Aku mendesah kecewa membanting diri di sandaran mobil. "Tuan, ada apa? Apa mereka mengikuti kita?" Frans membuka suara raut wajahnya terlihat cemas melihat kegalauanku.

"Bukan, aku hanya melihat hal menarik." Aku melipat tangan di atas dada. "Hal menarik?"

"Lagipula, itu bukan urusanmu. Sebaiknya kau kerjakan saja apa yang kusuruh," ujarku ketus yang hanya diangguki Frans. Ku alihkan pandangan melihat keluar jendela.

Pasti takdir akan mempertemukan kita suatu hari nanti, batinku dengan hati berbunga. Berbunga? Rasanya ada yang salah dalam mendeksripsikan kata itu. Sangat tidak tepat bagiku yang hidup dalam kegelapan.

Bunga itu sangat tidak cocok hidup di dalam kegelapan tanpa seberkas cahaya. Dia pasti akan mati suatu hari nanti. Tapi aku tak perduli asal dia bersamaku. Meski hanya sebentar itu sudah cukup.

...

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuyarkan fokusku pada dokumen. "Masuk," sahutku dingin.

Kriek!

Seseorang mendorong pintu membuka nya lebih lebar. Dia tersenyum manis membawakan secangkir kopi. Aroma kopi menguar membuat hidungku berkedut bercampur dengan wangi parfum. Dengan langkah lenggak lenggok dia mendekati mejaku.

Jemari nya yang lentik meletakkan secangkir kopi. Dia mencodongkan tubuhnya ke arahku. Pakaian serba ketat nan seksi menampilkan tubuh sintalnya. Pria mana yang tak bernafsu melihat kemolekan tubuh wanita ini.

Kurasa hanya aku saja yang tak menyukainya. Dan menganggap pemandangan ini menjijikkan. Bukan karna aku tak normal tapi kurasa penampilan berlebihan akan berakhir dengan tatapan benci.

Aku menjauh darinya membuat dia tersenyum kecut. Kulirik kemeja yang dia kenakan. Aku berdecik melihat dua kancing atas yang tak terpasang. Seakan sengaja terbuka yang tentu saja memperlihatkan belahan dadanya.

Kulit yang putih nan mulus menghiasi diri gadis ini. Aku memalingkan muka menyeruput kopi yang dibawa. "Kerjakan pekerjaanmu atau kau akan kupecat!"

Dia terkesiap dan undur diri tanpa banyak bicara. Sekilas dia terlihat kesal dengan sikapku yang dingin. Jujur aku sama sekali tak tergoda dengan wanita seperti itu.

Lagipula wanita yang begitu ujung ujung nya juga duit dan kekuasaan. Aku menghela napas berat memeriksa dokumen yang menumpuk sedari tadi pagi. Meski aku sudah menyuruh Frans namun itu juga tak mengurangi tumpukannya.

Sekilas, aku teringat gadis di tepi jalan. Apa kita bisa bertemu lagi? batinku penuh harap. Aku hendak menyuruh Frans mencarinya. Lagipula aku bisa menemukan nya lebih cepat dan mendapatkannya dengan kuasa ku.

Tapi, entah mengapa aku tak mau melakukan hal itu pada gadis itu. Mungkin dia pengecualian dariku. Karena siapapun yang berurusan denganku tak akan pernah lepas.

Semakin aku memikirkannya semakin timbul rasa penasaran. Harapan akan bertemu dengannya pun semakin besar. Bahkan aku tak bisa fokus membaca dokumen ini.

"Aku tak boleh lengah. Aku hanya perlu melupakannya," gumamku melanjutkan pekerjaan. Bagiku cukup mudah melupakan orang seperti halnya membunuh.

Tok! Tok! Tok!

Seseorang melangkah masuk dengan terburu. Dia mendekap ipad yang selalu bersamanya saat menyusun jadwalku.

"Pak," aku berdehem mengangkat wajah. "Hari ini ada jadwal meeting dengan pemegang saham dari perusahaan Andalas."

"Siapkan materi yang akan kita sampaikan," titahku yang diangguki wanita itu. Dengan cepat dia melangkah keluar.

Drrt ... Drrtt ... Ddrrt ..

Aku merogoh saku mengangkat panggilan masuk.

"Tuan, saya sudah menemukannya."

"**Kirim ke emailku."

"Baik tuan akan saya kirim. Tapi tuan dapat undangan dari geng Fury. Dia menantang kita untuk menghadiri lelang**," alis mataku menyatu mendengar kata lelang. Tidak biasanya geng Fury mengajakku menghadiri lelang. Terkadang dia sengaja menghindari kami jika datang ke pasar ilegal.

"Apa kau yakin?"

"Iya tuan. Acaranya pukul 10 malam."

"Baiklah, aku akan datang."

Sambungan terputus saat aku menutup pintu. "Pak rapatnya akan segera dimulai. Kita harus bergegas," Risa memperingatiku agar tak telat. Meski dia sering kepergok mengodaku namun saat bekerja dia sangat kompeten.

Sehingga aku tak sanggup untuk memecatnya. "Baiklah, kita harus segera pergi." Risa menganggukkan kepala mengikuti langkahku menuju ruang rapat.

Seluruh karyawan menundukkan kepala begitu aku lewat. Kami memasuki ruang rapat yang hanya diisi 4 orang. Dahiku berkenyit keheranan.

"Dimana yang lainnya?" aku menyapu seisi ruang rapat. Mereka menunduk takut kecuali sepasang pemuda yang tengah duduk di dekat mejaku. Dapat kutebak dia CEO Andalas. Dan disisinya pasti sekretaris.

Perusahaan yang bergerak dibidang teknologi. Mereka merupakan perusahaan nomor satu di tanah air.

Namun, hanya aku yang merupakan perusahaan nomor satu di dunia. Perusahaan AF yang bergerak di berbagai bidang hingga ke dunia entertainment.

"Maaf pak mereka sedang ada dinas ke tempat lain," ucapnya tanpa rasa gugup. "Apa kau bernama Adrian?" tanyaku yang diangguki olehnya. "Baiklah Adrian kita akan mulai membahas rencana bisnis yang sempurna," ujarku menyeringai.

avataravatar