webnovel

Pengantin Baru

"Lan, selamat ya. Maaf aku gak bisa datang kemarin."

"Cie pengantin baru,udah masuk kerja aja.Kirain mau honeymoon dulu."

"Semoga samawa ya pernikahannya."

Menurut kalian siapa sih yang nggak senang mendengar kata kata itu dari orang orang terdekat kita. Mendengarkan mereka memanjatkan doa untuk kebahagiaan kita, tentu saja kita pun akan ikut mengaminkan hal itu bukan.Tapi mengapa bagi seorang Lani Ailani doa doa mereka terdengar seperti omong kosong.

Hidup Samawa,sakinah mawadah dan warahmah tentu itu adalah hal yang diinginkan setiap pasangan yang terikat dalam pernikahan. Seorang Lani Ailani pun tentu ia berharap jika pernikahannya demikian,tapi itu jika ia menikah dengan orang yang tentu saja yang ia inginkan dan menginginkannya Tapi pernikahan ini...

"Loe kenapa sih,abis jadi manten bukannya senang bahagia gitu.Ini malah lemas gitu. Oh jangan jangan hahaha si Vian buas juga ya."

"Buas loe kira dia macan buas." protes Lani sambil memasukkan satu sendok salad kedalam mulutnya.

"Buktinya loe sampe lemes gini sekarang. Emang semalam maen berapa gaya,oooww ooww."

"Sakit sakit,gila. Sakit tau loe apaan sih." teriak Ria kencang begitu mendapat hujaman di atas kakinya.

"Lagian loe apaan sih ngomongin kayak begitu dengan nada pake toa lagi. Noh gak liat disini tuh banyak orang,malu tau."

"Ya loe sih gak mau cerita,gue kan jadi kepo."

"Tau akh." Lani memilih pergi. Dia pikir ini bukan saat yang tepat untuk bercerita pada Ria, karena dia pun belum sepenuhnya mengerti apa yang telah terjadi pada kehidupannya saat ini.

Ditinggalkan begitu saja membuat Ria hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tentu Ria mengerti jika saat ini pasti saat saat yang sulit bagi Lani.

Hari ini adalah hari ketiga dimana Lani menyandang status sebagai seorang istri dengan kata lain ia adalah pengantin baru. menurut banyak orang pengantin baru adalah orang yang tengah berbahagia dan dimabuk cinta,tapi pada kenyataannya Lani tak merasa seperti itu.

Menikah membuatnya merasa dunianya hilang,Lani merasa seakan akan ia jatuh pada dunia lain yang berbeda dengan kehidupannya selama ini.

"Hai,sudah pulang." sapa Lani kaku pada Vian, suaminya.

"akh iya." laki laki itu menjawab dengan nada yang tak kalah kaku.

"Sudah makan." tanya Lani lagi dari ujung sopa yang ia duduki sedangkan Vian masih mematung didepan pintu depan rumah. Jarak yang cukup jauh untuk saling menyapa bagi pengantin baru.

"Aku akan mandi dulu." kata Vian kaku sambil melangkah masuk kedalam kamar.

"Hmmm..." desah nafas Lani kasar mengusir ketegangannya.

"Aku tak mau seperti ini terus." keluh Lani dengan air mata yang mulai menetes.

"Ian,Vian..." panggil Lani dengan mengetuk pintu kamar tidur Vian,ya lebih tepatnya kamar tidur mereka.

Tokk..tokk...

Lani mengetuk pintu dengan pelan,ia tak mau mengganggu mahluk didalamnya yang mungkin saja tak menginginkan kehadirannya yang masuk secara tiba tiba.

Tokk..tokk...

Sedangkan didalam kamar, Vian meringkuk dibawah selimut seperti orang ketakutan.Mendengar pintu yang diketuk Lani membuat badannya ngilu.

Krieett...

Mendengar pintu yang terbuka membuat Vian semakin menjadi jadi, apalagi langkah kaki yang terdengar semakin dekat membuatnya tak mempunyai pilihan lain selain pura pura tertidur.

Lani sekilas melirik jam dinding yanh baru saja menunjukkan pukul delapan malam.

"Kamu bukan orang yang terbiasa tidur sore hari kan Vian." Lani bermonolog sendiri. Ia sengaja melakukan itu dengan harapan Vian akan menimpali perkataannya seperti dulu,tapi sekarang rasanya hal itu tak akan mungkin. Suaminya sepertinya sudah menjemput mimpinya.

Malam ini dengan terpaksa Lani menyerah, ia tak mau mengganggu. Emm mungkin lebih tepatnya tak berani mengganggu,Lani takut.

"Padahal dulu,kita sering tidur bersama kan Ian.Tidur dengan satu bantal pun kita sering,berbagi selimut tapi sekarang mengapa aku membenci ini semua. Kita tidur dikamar dan ranjang yang sama tapi mengapa kita tak sebahagia dulu."

Lani lagi lagi bermonolog sendiri, di lihatnya lagi laki laki yang meringkuk disampingnya berharap mata itu hanya pura pura terpejam,tapi akh sudahlah.

"Malam Vian,aku harap esok kamar dan rumah ini terasa sedikit lebih hangat ya." ucap Lani sebelum ikut terpejam.

"Maaf Lan..."

. . . . .

Hari berikutnya....

"Ian,bisa mengobrol sebentar." pinta Lani pada Vian yang baru saja pulang kantor.

"Iya,tapi aku boleh mandi dulukan." Lagi lagi Lani mencium bau bau kebohongan.

"Gak,aku mau kita bicara sekarang." Lani menarik tangan Vian untuk mengikutinya. Cukup sudah selama ini ia bersabar dan menunggu itikad baik dari Vian untuk menyelesaikan masalah ini.

Lani membawa Vian ke arah sofa besar yang terdapat diruang tamu mereka.

"Duduk." perintah Lani ketus yang langsung di turuti begitu saja oleh Vian.

Jujur melihat Lani saat ini, membuat dirinya tak berani membantah.

"Mau sampai kapan kamu begini, menghindari aku seperti seorang musuh.Aku tau pernikahan ini adalah hal yang salah untukmu tapi bisakah kamu berkompromi dengan ku.Jangan diamkan aku terus." emosi Lani benar benar meledak sekarang.

"Aku belum siap menerima kenyataan semua ini Lan.Kamu tahu bukan aku belum berkeinginan untuk berumah tangga tapi ini semua paksaan jadi..."

"Aku tau,aku tahu Ian.Kamu menikahi ku karena terpaksa." potong Lani cepat,ia tahu diri kok.

Lani membantingkan dirinya ikut duduk bersama Vian. "Kamu pikir aku menerima pernikahan ini,tidak.Aku pun menerima semua ini terpaksa karena kakek."

"Jadi..." Vian meragu.

"Apa kamu mau kita cerai. Aku juga maunya gitu,tapi untuk saat ini itu bukan hal yang baik." tebak Lani dengan nada tak suka.

"Lan,kamu tahu kan.Aku masih ingin bebas,aku masih ingin melakukan ini melakukan itu.Jadi..." Vian sedikit ragu mengatakan keinginannya.

"Bisakah kita menganggap pernikahan ini seperti tak pernah terjadi."

Deg, ternyata benar dugaan Lani selama ini.Vian tak pernah berniat untuk menjalani kehidupan pernikahan ini.

"Ya bisa,tentu saja.Lalu apa yang akan kamu lakukan sekarang." bodoh, harusnya Lani tak perlu berkata demikian karena tentu saja jawabannya sudah ia ketahui.

"tentu saja aku akan melanjutkan hidupku."

"Yang seperti biasa??,"

"Ya."

"Baiklah jika itu keinginanmu aku terima. Jadi mulai sekarang bisakah kita bersikap seperti biasa, ya anggap saja kita hanya mengekost di tempat yang sama saja jangan anggap tinggal bersama,bisa."

"Iya tentu saja."

"Jadi,bisakan kau tak lagi menghindari ku seperti kemarin."

"Iyalah,loe itukan sahabat terbaik gue satu satunya mana bisa gue jauh jauh dari loe." dengan seketika Vian merangkul Lani dengan ceria.

"Ya jadi,gue gak perlu bersikap seolah olah gue ini istri loe kan Ian. Ya kecuali didepan kakek dan orang orang diluar sana,ya kan." Lani kembali memastikan hubungan mereka.

"Cie dari aku kamu, langsung loe gue bahasa loe Lan." Vian mengacak rambut Lani pelan.

"Ya tentu saja. Loe tahu kan gue ini pandai berakting jadi loe gak perlu khawatir didepan orang orang nanti loe pasti akan terlihat seperti sang ratu yang berbahagia."

Sakit,tentu saja sakit.Lani tak pernah menyangka jika ia akan memiliki mimpi buruk seperti ini dalam kehidupannya.

"Gue ngantuk,gih sana kalo loe mau mandi dulu." titah Lani.

"Oke,gue mandi sebentar kok." Vian langsung melenggang pergi meninggalkan Lani dengan seribu kekecewaan disana.

"Bodoh Lani loe bodoh.Loe emang berharap apaan sih." gerutu Lani pada dirinya sendiri tak terasa cairan bening dimatanya menetes.

Ya Lani memang tak pernah berharap Vian akan menerima dirinya dan pernikahan ini seperti selayaknya seorang pasangan.Tapi yang membuat Lani sakit adalah kenyataannya Vian tak pernah mau belajar menerima Lani sebagai istrinya melainkan terus menganggap Lani sebagai sahabatnya walaupun status mereka jelas jelas sudah berubah.

"Loh Lan,loe udah mau berangkat." tanya Vian heran karena ini baru saja jam enam pagi.

"Ya,aku ada meeting pagi ini dan jaraknya lumayan jauh jadi takut telat." Lani langsung bergegas pergi meninggalkan Vian yang masih saja meringkuk dibawah selimut.

"Heuh bodo akh,terserah." gerutu batin Lani mencoba untuk bisa mengabaikan semuanya.

Lani tak berbohong jika pagi ini ia ada meeting dengan klien tapi tentu saja tidak sepagi ini,meeting itu nanti sekitar jam sembilanan.Lalu kenapa ia berangkat sepagi ini ??

Ya tentu saja itu karena ia menghindari Vian, suaminya. Bagi Lani ia sekarang tak perlu bersikap dan menjalankan kewajiban layaknya seorang istri, istri yang melayani,mengurus dan mengabdi pada suaminya. Karena pada kenyataannya Vian tak pernah menganggap pernikahan mereka itu ada.

Kemarin, ya selama seminggu kemarin Lani berusaha menjalankan kewajibannya menjadi seorang istri yang baik. Bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan,air hangat dan semua keperluan kantor suaminya. Tapi sekarang entah mengapa ia tak beraniat melakukan semua itu, Lani berpikir itu hanya membuang waktunya dengan percuma.

Sedangkan itu tepat pukul delapan pagi alarm pun berbunyi...

Tringgg....tringggg...

Terlihat Vian Dirtha menggeliat diatas ranjangnya, menarik otot otot yang minta dilemaskan setelah menjemput mimpi indahnya tadi malam.Setelah puas melakukan itu ia pun langsung bergegas memasuki kamar mandi meninggalkan jam alarm yang masih berbunyi.

"Ukh dingin." ucapnya begitu mengguyurkan segayung air ketubuhnya.

"Apa Lani tak menyiapkan air hangat untukku." gerutu Vian yang mulai menyalakan shower. Vian tak terbiasa mandi dengan air dingin dipagi hari,walaupun ada shower ia akan meminta air hangat di bak saja dengan alasan ya dia suka itu. hehe

Selesai mandi Vian pun bergegas,ia keluar kamar mandi dengan tak senang karena bunyi jam alarm yang berisik.

"Ish volume nya berapa sih ini jam." gerutu Vian sadar jika suara jam alarm itu ternyata sangat berisik, ya memang biasanya bunyi nya segitu. Hanya saja bagi Vian yang seminggu ini tak mendengar jam itu berbunyi membuat sedikit lupa seberapa kerasnya bunyi jam itu.

"Huh.." keluh Vian begitu melihat meja makan yang kosong melompong. Tak ada makanan maupun kopi hangatnya yang ada hanya air putih diatas sana.

"Lani bahkan tak membuatkan ku sarapan." keluh Vian tak suka.

Sejak ia bangun pagi sampai ia mau berangkat kantor,tak ada satu pun kebutuhannya yang di persiapkan oleh Lani. Dan itu membuatnya sedikit jengkel.

Seminggu dilayani oleh Lani membuatnya ingin terus diperlakukan seperti itu, diperlakukan sebagaimana istri melayani suaminya.

"Ish,semalam gue gak salah ngomong kan."

Next chapter