webnovel

Seranjang

Setelah kondisi jantung mereka kembali normal dan baju Alif juga sudah terpasang dengan sempurna di badan, justru sekarang mereka teridam membisu. Tak tau harus ngapain dan berbuat apa? Mereka seakan kompak ingin melupakan tragedi beberapa menit yang lalu yang seakan membuat kerja jantungnya berhenti berdetak.

Tetapi sekeras apa pun mereka berusaha melupakan kejadian memalukan itu, bayangan dalam otak mereka berputar secara otomatis jika mata mereka terpejam.

"Ekhemm" Deheman Alif yang mengusir kesunyian dalam ruangan itu tidak serta merta membuat Alifa menoleh kearah Alif yang duduk di sopa dekat jendela kamar yang sekarang menjadi kamar mereka.

Sadar di cuekin, Alif langsung menyusul Alifah yang sedang pura-pura tidur dalam selimut yang hangat. Dengan gerakan lambat, Alif mengambil tempat yang kosong di sisi kanan Alifah dan menutup dirinya dengan selimut yang sama dengan Alifah. Mengusir suasana tak nyaman yang dirasakan Alif karena untuk yang pertama kalinya dia sekamar dengan seorang wanita dan bahkan akan tidur di atas kasur yang sama.

" Kamu ngapain? " tanya Alifa waspada. Jangan bilang mereka akan tidur seranjang.

" Iya tidurlah. Mau apa lagi?"

" Jadi kita seranjang? " balas Alifah syok.

" Ada yang salah? " tanya Alif pura-pura tidak mengerti dengan kekhawatiran Istrinya. Istri? Kata-kata itu terdengar manis di telinganya. Manis? Kok manis sih? " Jangan drama deh, buruan tidur!! besok harus sekolah. Jangan harap saya akan tidur di sopa itu dan membiarkan kamu menguasai kasur saya sendiri sementara kasur ini cukup muat menampung kita berdua".

Dengan senang hati Alifa turun dari kasur dan tidak lupa membawa bantal menuju sopa. Kalau Alif tidak mau tidur di sopa, berarti dirinyalah yang harus mengalah, membiarkan sangat tuan menguasai kedudukannya sebagai pemilik kamar. Kan tuan rumah bukan dirinya.

" Dan jangan harap kau boleh tidur di sopa itu tanpa seizinku". Cegah Alif Saat Alifah baru jalan beberapa langkah.

Dengan perasaan dongkol, terpaksalah ia menyimpan bantalnya di lantai dan merelakan badanya bersentuhan dengan lantai yang dingin dan keras.

" Siapa suruh kamu tidur di lantai". Kembali interupsi Ali menggema di telinga Alifah yang membuatnya serasa ingin menenggelamkan Alif di kolam ikan. Dosa enggak sih punya pemikiran seperti itu?

" Masa iya saya harus kembali ke kamar sebelah kalau kamu ngelarang saya bisa tidur di sopa maupun di lantai?"

" Kamu tidak liat? Kasur ini muat untuk kita berdua. Ngapain kamu harus tidur di sopa atau dilantai?. Saya bilang jangan drama. Ini bukan novel".

"Maksud kamu kita harus seranjang gitu?! Oh No thanks. " Balas Alifah mengabaikan perkataan Alif kemudian merebahkan dirinya di lantai tanpa alas maupun selimut. 'uhh kerasnya'. Sungguh kehidupan itu berat.

" Kalau kamu tidak kembali kesini kamu akan tau akibatnya". Ancam Alif yang di abaikan oleh Alifah, terbukti dengan membelakangi Alif.

" Kamu akan menyesal jika kamu tidak mau menurut Alifah" Geram Alif. Sungguh ini sudah mau melewati tengah malan dan besok pagi harus mereka harus ke sekolah. Masa ia harus memperpanjang perdebatan hanya karena tempat tidur.

Dengan geram Alif turun kemudian mengangkat tubuh Alifah dengan tega melemparkannya ke atas kasur yang mengakibatkan Alifah terpekik kaget. Secepat Alif mengangkat tubuh Alifah secepat itu juga dirinya bangkit dari tempat tidurnya tetapi dengan sigat Alif mengurung dirinya.

"Lepasin" perintah Alifah dengan suara yang bergetar. Dia sangat syok seorang laki-laki menyentuh tubuhnya dengan intim. Bahkan posisinya sekarang membuat jantungnya seakan berhenti berdetak.

"Berhenti bergerak atau saya akan membuat kamu tidak bisa berjalan esok hari. Kamu tau kan maksudnya apa? ". Ancam Alif karena Alifah bergerak seperti belut, susah untuk di taklukkan.

"Gadis pintar " puji Alif setelah di rasa

Alifah dirasa tenang tak berontak lagi.

Dengan perlahan Alif mengangkat tubuhnya dan menyingkir. Tetapi setelah Alif bergeser sedikit dengan segera Alifah juga segera bangkit, tapi sayang pergerakankannya terbaca oleh Alif dan kembali Alif mengurung Alifah.

"Aku mohon lepasin saya" kali ini air matanya merembes bagai sungai yang jernih.

"Tidur" balas Alif

"Tapi.. "

" Tidur atau aku tidurin " ancam Alif sekali lagi sambil mencari posisi yang nyaman. Tidak lama dalam posisi tidur sambil memeluk Alifah, terdengar suara nafas Alif yang teratur pertanda Alif sudah tertidur, sementara Alifah sendiri masih terdiam membeku dengan lelehan Air mata yang tak berhenti mengalir.

Pikirannya berkecamuk, ini tidaklah benar. Mereka tidak boleh seperti ini. Beribu istigfar dia panjatkan dalam hati, memohon pengampunan dari sang Maha Kuasa.

Perlahan dia menggeser tangan dan kaki Alif yang melilit tubuhnya. Tapi sayang terlepas malah pelukan Alif semakin erat melilit tubuhnya. Seakan Alif takut Alifah meninggalkannya.

***

Seperti malam-malam sebelumnya jika waktu sudah menunjukkan pukul 02.30 dini hari, berarti sudah waktunya bagi Alifah untuk bangun bersimpuh pada sang pemilik kekuasaan dunia alam jagat raya. Mencurahkan segalanya, entah itu kesedihannya, kebahagiaannya, permohonannya, ia curhatkan ke Allah. Karena hanya dengan Allah ia bisa tenang menghadapi segalanya. Hanya dengan Allah ia bisa punya cukup kekuatan menghadapi rintangan dan cobaan yang di berikan kepadanya. Dan ia yakin apa pun yang terjadi padanya termasuk atas kehendak Allah, dan pastinya itulah yang terbaik.

Isakan tangisnya semakin terdengar jelas manakala ketika tanganannya menengadah ke atas meminta beribu-ribu pengampunan pada sang Khalik. Merasa dirinya tak layak untuk di ampuni membuat air mata Alifah semakin lancar membasahi pipinya di sertai dengan tubuhnya yang ikut bergetar. Dirinya sudah tidak peduli apakah Alif akan mendengar suara tangisnya atau bisa saja Alif terbangun.

Merasa dirinya terpuruk kembali setelah kepergian ayahnya. Ingin rasanya berontak sampai kapan hal mengerikan ini terjadi, dan mengapa harus dirinya yang mengalami ini semua.

Tapi sebagai hamba Allah yang mengaku dirinya seorang muslim tak pantas kan dirinya punya pemikiran seperti itu. Toh penderitaannya tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan penderitaan Nabi Muhammad saat awal mengenalkan Islam pada penduduk mekkah. Jadi tidak ada waktu untuk mengeluh.

Setelah mencurahkan segala isi hatinya, Alifah melanjutkan dengan bacaan Al-Quran sambil menunggu waktu Subuh. Bacaan Al-Quran Alifah sungguh fasih dan merdu untuk di dengar. Dan al hasil membangunkan seseorang yang sedang tidur nyenyak dalam selimut yang menghangatkan tubuhnya. Padahal suara Alifah sudah ia pelankan, entah suara Alifah lah yang seharusnya di kurangi volumenya atau kuping Alif yang sensitif dengan suara asing itu.

Tapi sang pemilik tubuh hanya memandangnya dan asyik mendengar kan. Kantuknya langsung hilang. Padahal jam segini dirinya masih asyik terbuai mimpi. Seumur-umur inilah rekor tercepat ia bangun, dan ajaibnya tanpa di bangunkan oleh nenek dengan sedikit guncangan atau suara gedoran pintu dari mbak-mbak asisten rumah tangga yang tidak ada capeknya hingga sang pemilik kamar membalas dengan teriakan yang memalas. Sungguh ajaib kan.

Hanya lantunan ayat suci Al Quran ia bisa bangun dengan sendirinya. Sepertinya nenek atau mbak-mbak harus menggunakan cara Alifah deh.

Dan saking Asyiknya dengan suara Alifah dirinya sudah tidak sadar jika suara itu terganti dengan suara adzan subuh. Tunggu?? Adzan?? Sejak kapan Alifah mengumandangkan Adzan?!

" Kamu sudah bangun? " tanya Alifah menyadarkan Alif dari lamunan konyolnya. " kamu mau kemesjid shalat berjamaah?"

" Tidak.. Disini saja. Saya kembali mengantuk " balas Alif.

"Shalat berjamaah di wajibkan lho bagi laki-laki. Lagian kan mesjidnya cukup dekat dari sini"

" Kamu sendiri ngapain masih di sini? Kenapa tidak siap-siap kemasjid?"

" Perempuan lebih utama shalat di rumah dari pada berjamah di mesjid"

Alif tidak membantah lagi ucapan Alifah. Dengan terpaksa ia seret tubuhnya ke kamar mandi kemudian bergegas ke mesjid. Kalau di pikir- pikir sudah lama dia tidak Shalat berjamaah di mesjid. Bahkan dia lupa kapan terakhir kali dirinya shalat di mesjid dekat rumahnya.

***

Pagi harinya terdengar suara langkah kaki dari tangga dengan tergesa-gesa. Seperti biasa jika sang tuan muda telat bangun di hari Senin maka tunggulah kekacauan sebentar lagi akan terjadi dan siap-siap lah di jadikan sasaran akibat rasa kesalnya.

" Mama kok tidak menyuruh mbak bangun Alif? " protes Alif saat tiba di meja makan dan hanya mamanya lah yang ia temui. Kamana si gadis numpang yang sudah merangkap jadi istrinya?

" Lho bukannya tugas itu seharusnya Alifah ya? Kok malah mbak nya sih yang ingin di salahin? "

" Alifah sendiri tidak ada di kamar kok. Apa dia sudah pergi sekolah duluan? '

"Alifah memang sudah berangkat duluan. Bahkan tidak sempat sarapan. Mama pikir dia sudah bangunin kamu"

"Apa? Alifah berangkat duluan? " teriak Alif tak Terima. Setelah dari mesjid dirinya kembali tidur dengan alasan ngantuk lagi. Dan akibatnya kebablasan. Tapi dia yakin, dia sudah berpesan pada Alifah untuk di bangunkan. Tapi lihat sekarang, dirinya di tinggal tanpa di bangunkan oleh istrinya sebelum berangkat sekolah. Benar- benar menyebalkan.

" Kalau gitu Alif juga berangkat mah. Assalamu'alaikum"

" wa'alaikum salam. Hati-hati jangan ngebut "

***

Tiba di sekolah Alif langsung mengikuti upacara meskipun dia seharusnya tidak di perbolehkan masuk, dan bergabung dengan siswa yang lain yang juga terlambat di hari Senin. Tapi siapa yang bisa melarang anak pemilik sekolah? Tak ada.

Bukannya mencari barisan kelasnya tapi dirinya ikut bergabung dengan barisan kelas Alifah. Dirinya langsung menghampiri gadis itu yang berada di barisan terakhir. Karena kebiasaan Alifah jika mengikuti upacara bendera di barisan terakhir.

" Kenapa kamu tidak bangunin saya tadi pagi? " tanya Alif berbisik tapi masih di dengar jelas oleh barisan di depan Alifah.

" Maksud kamu apa? Ngapain Alifah yang harus bangunin kamu"

Itu bukan suara Alifah, melainkan suara teman Alifah yang berada di barisan depan Alifah yang sedari tadi heran ngapain Alif ikut di barisan mereka padahal mereka tidak sekelas. Dan apa maksud Alif barusan??

Next chapter