1 Bab 1

Sudah tiga tahun rasanya ia pindah di kota ini—Semarang. Ia cukup mengenal daerah-daerah baru yang ia temui dan juga teman-teman baru di sekolah dasar yang baru pula—SD Harum Bangsa.

Aletta Adreana. Nama gadis kecil nan mungil itu. Di sekolah dasarnya itu ia memiliki dua orang teman, Elif dan Cika. Mereka berteman semenjak SD namun sayang mereka harus berpisah karena mereka harus melanjutkan sekolah menengah pertama (SMP) yang berbeda. Sedangkan kini Aletta sekolah di SMP Taruna Bangsa—SMP favorit di kota tersebut. Begitu juga dengan Zain. Ya, dia laki-laki yang Aletta sukai. Namun, Aletta hanya memendamnya dalam diam. Tapi memang semasa SD tersebut mereka selalu dijodoh-jodohkan dikarenakan mereka sering ketawa-ketiwi bareng, bercanda, berbagi tugas, contekan, dan hal lainnya yang nampak terlihat bersama.

Dan sekarang mereka harus dipertemukan lagi dalam satu sekolah yang sama. Namun, mereka berbeda kelas. Zain berada di kelas 7F dan Aletta yang berada di kelas 7C. Dan mungkin perbedaan kelas itu pula menjadi faktor penyebab mereka tidak sedekat dulu lagi. Mereka seperti menjaga jarak namun dengan perasaan yang sama.

Kegiatan ekstrakurikuler yang mereka ikuti memang berbeda namun hari kegiatan itu sama. Sehingga ketika anak-anak taekwondo sedang berlari-lari mengelilingi lapangan basket, Aletta selalu mencuri diam-diam sosok Zain.

Hingga satu semester mereka sudah mereka sekolah disana. Samar-samar kabar mengenai Zain suka kepada Aletta mulai terdengar. Aletta menaruh rasa curiga pada Sofan, selaku teman sebangku Zain dan sekaligus teman satu bimbel Aletta. Aletta berprasangka bahwa Zain menceritakan sebagian atau bahkan seluruh cerita kehidupan semasa sekolah dasarnya kepada Sofan. Dan jelas saja Sofan itu anak terkenal seangkatan mereka. Tentu berita tersebut membuat Aletta malu.

Apalagi ketika Aletta bertemu secara tak sengaja dengan Zain dan teman-temannya. Teman-teman Zain selalu menyoraki "Zain, ada Aletta tuh. Aletta tuh!"

Hal itu membuat gadis mungil itu ingin segera berlari dan terbang keluar bumi. Karena tak tahu rasa malunya dimana saat ini. Keempat teman Aletta—Ritsa, Ririn, Arifa, dan Aurin pun perlahan mulai tahu. Apalagi Arifa yang lebih dulu tahu soal perasaan Aletta kepada Zain karena Arifa ialah teman basketnya.

•••

Bimbel Proton.

"Sofan! Kamu pasti yang nyebarin kan?" tanya Aletta sedikit kencang sambil salah satu tangannya mengacungkan jari telunjuk ke arah laki-laki dihadapannya.

Sofan yang sedang minum dan mendapati Aletta ada di sampingnya sedikit terkejut karena suaranya yang cukup keras. "Apaan sih! Orang dianya aja yang cerita," dengan entengnya dia menjawab begitu dan meletakkan gelas yang tadi ia minum ke tempatnya.

"Ih.. Kamu itu ya!" Aletta menyilangkan tangan di depan dadanya dan mengerutkan alisnya serta bibir mungilnya itu.

"Ga usah tekuk gitu napa tuh muka,"

"Kamu tuh bener-bener!" Aletta siap melayangkan pukulan tangan yang mengepal ke arah Sofan namun tertahan oleh tangan Sofan. "Hhh! Setiap orang juga butuh privasi tauk! Terus kalo kamu udah tau cerita tentang Zain, kamu bisa seenaknya gitu nyebarin ke semua orang. Ya, aku tau kamu itu anak populer dan terkenal oleh guru. Makanya itu ga usah nyebarin yang aneh-aneh. Hampir satu angkatan tahu loh!" jelas Aletta panjang lebar sambil sesekali mengatur napasnya.

Sofan mendekatkan wajahnya ke Aletta dan itu membuat Aletta mundur satu langkah. "Udah marahnya?" Kemudian pergi meninggalkan Aletta yang masih mematung sendiri.

"Hah!?" Mulut Aletta menganga tak percaya apa yang dikatakan oleh Sofan tadi.

"SOFAN!" teriak Aletta dari kejauhan tempat Sofan pergi dan membuat beberapa orang menoleh ke arah Aletta termasuk teman-temannya.

Kini Aletta benar-benar kesal terhadap Sofan. Apalagi ketika bertemu entah di kantin maupun di masjid Sofan selalu membuat Aletta malu dan menyoraki dirinya. Tentu jelas Aletta akan segera pergi menjauh agar sorakan itu tak terdengar di telinganya.

•••

Di Kelas 7C.

Mereka—Ritsa, Ririn, Arifa, Aurin termasuk Aletta sedang bermain games di handphone mereka masing-masing di saat jam kosong terkahir hari ini. Tiba-tiba salah satu dari mereka membuka obrolan dan perlahan menghentikan aktivitas mereka.

"Al, kamu beneran pacaran sama Zain?" tanya Aurin si gadis yang lebih kecil dari Aletta.

"Engg...." Aletta bingung dan gugup harus menjawab apa.

"Hayo ngaku Al!" sahut Ririn yang baru saja mematikan handphonenya.

"Apaan si kalian ini! Ga usah ngarang ya." Aletta mengerucutkan bibir karena kesal dengan teman-temannya itu.

"Ya udah kalo memang gak pacaran terus apa dong?" tanya Ritsa yang sepertinya mulai tertarik dengan obrolan temannya itu.

"TTM kali ya?" celetuk Arifa.

"Teman Tapi Mesra?" tebak Aurin.

"Iya... Hahaha!" keempatnya tertawa puas menyudutkan Aletta dengan statusnya yang gak jelas itu.

"Ihh.. Kalian kok gitu sih! Bukannya support aku!" Aletta pun memalingkan muka dan enggan menatap keempat temannya itu.

"Yaa.. Maaf Al, bercanda kok. Maafin kita yah?" ucap salah satu dari keempatnya—Ritsa sembari menampilkan pupil eyes yang seolah-olah berkilau dan menggemaskan.

"Iya... iya. Aku maafin. Tapi janji ya gak gitu lagi!" tegas Aletta kepada teman-temannya. "Kalian harus tahu cerita yang sebenarnya dulu kalau mau menjudge."

Keempatnya malah saling tatap-tatapan.

"Ya udah. Kalian mau denger cerita aku gak? Kalo gak ya-"

Keempat temannya menarik lengan Aletta secara bersamaan. "Iya, iya kita mau! Kita mau!"

Akhirnya pun Aletta menceritakan semuanya mulai dari dia pindah ke kota ini sampai masuk ke sekolah favorit ini.

•••

It's time to have break...

"Udah bel tuh," suara Arifa yang mendekat ke arah bangku Aletta dan Aurin.

"Gak ah! Aku mau ke masjid aja. Mau sholat duha." tolak Aletta seraya mengambil tas mini mukena dari dalam tasnya.

"Aku ke kantin yah, Al." ujar Aurin dan mulai mendekati langkah Arifa.

"Ya udah sana. Bukannya sholat duha udah mulai dicatat hari ini ya? Ando kan yang mencatatnya. Dia kan disuruh Pak Samudra—guru agama." jelas Aletta karena heran kenapa temannya itu sering enggan ketika diajak sholat.

"Ahh... Kan emm.. Masa iya sholat harus dicatat. Itu kan juga udah tugasnya malaikat juga. Dan itu tergantung dari pribadi masing-masing, mau ngejalanin apa engga. Jadi ya itu semua kembali pada diri masing-masing. Harusnya ga usah pakai catat-catat gitu dong, itu namanya sedikit pemaksaan. Kalo ga sholat duha dapet nilai sikap C lah atau apa." terlihat sedikit pembelaan dari ucapan Ritsa.

"Iya juga ya." Yang lain malah ikut menyetujui pendapat Ritsa itu.

"Ya bener si apa kata kamu. Tapi ya mungkin ini iti sebagai langkah awal agar kita terbiasa, mungkin gitu. Setiap sesuatu yanh dilakukan pasti kan punya alasan sendiri meski alasannya hal kecil. Ya kan?" kata Aletta dan kini membuat keempatnya terdiam. Keempatnya hanya manggut-manggut mengiyakan.

"Ya udah. Kalo kalian belum mau ya gapapa dan yang terpenting kalian gak boleh bolos sholat wajib loh ya! Aku yakin suatu saat kalian akan terbiasa sholat sunnah." jelas Aletta kemudian pergi meninggalkan kelas.

"Iya Al. Makasih!" teriak keempatnya yang sepertinya tampak lebih tenang setelah mendapat pencerahan dari Aletta.

•••

Di Mushola Sekolah.

Seperti biasa Aletta menaruh mukenanya di pelataran karpet mushola yang tersedia kemudian ia berwudhu ke tempat yang ada.

Berhubung tempat wudhu perempuan dan laki-laki dijadikan satu dan hanya ada papan sebagai pembatas. Serta tempat wudhunya pun berada di belakang tempat sholat perempuan. Maka para cowok harus melewati area perempuan itu dengan hati-hati karena hanya ada satu jalan.

Begitu juga dengan Aletta yang nampaknya sedikit tergesa-gesa hingga tak sadar menabrak orang.

Burgh...!

"Duhh! Harus wud-" belum sempat Aletta menyelesaikan perkataannya, ia malah bergeming tak percaya tentang siapa orang yang ia tabrak. Zain.

"Ma-af. Aku gak sengaja. Kamu gak papa kan?" kata Zain dengan wajah bersalahnya itu.

"Gapapa." Kemudian Aletta segera bergegas mengambil air wudhu karena takut bel masuk berbunyi.

Setelah selesai sholat duha tak lupa selalu Aletta membaca doa sholat duha, kemudian merapikan mukenanya kembali dan beranjak ke tempat alas kaki. Disana ternyata terdapat empat orang laki-laki yang sedang duduk di tempat alas kaki. Dan sayangnya sepasang sepatunya berada di depan laki-laki tersebut. Aletta bingung harus bagaimana dan tak mungkin jika harus menunggu mereka pergi. Salah satu dari mereka menengok ke arah belakang kemudian berbisik ke temannya lainnya.

"Ohh.. Ini nih!" celetuk dari salah satu mereka yang Aletta yakini bernama Rian.

"Apaan yan?" sahut Seno dengan tatapan bingung.

"Yah itu tuh. Jodoh mah gak kemana!" sorakan Sofan terdengar jelas di telinga Aletta yang seketika membuatnya melotot kesal.

Dengan pasrah Aletta segera mengambil sepatunya di depan Zain. Aletta terburu-buru memakai sepatunya supaya menghindari sorakan mereka. Hingga tak sadar salah satu sepatunya belum terikat dengan benar dan...

Burghh...!

Zain dengan sigap menangkap tubuh Aletta yang hampir jatuh ke lantai tanah. Mata mereka saling bertemu dan menatap cukup lama.

"Oyy! Masih ada kita loh! Sadar!" celetuk Sofan, membuat mereka tersadar dan kembali ke posisi semula.

Zain merapikan sedikit pakaiannya kemudian melihat Aletta sejenak, "Kamu gapapa?"

Aletta hanya diam, padahal dalam hatinya ingin menjerit dan terbang ke angkasa.

Entah tiba-tiba Zain menunduk dan jongkong di depan Aletta. Aletta panik dan berpikir yang macam-macam. Kalo dia nembak aku gimana—pikirnya.

Zain mengikat tali sepatu Aletta yang terlepas kemudian kembali berdiri. Senyum tipis yang ia tampilkan. "Sudah."

'Fiuhh... Syukurlah. Ku pikir apaan?' pikir Aletta.

"Ma-makasih. Aku duluan," Aletta lari terbirit-birit seperti dikejar hantu.

"Tuh anak kenapa? Lari apa ngibrit? Hahaha..." tawa Sofan yang disusul dengan Rian dan Seno.

Rian mendekat ke arah Zain dan menepuk pundaknya, "Keren juga, belajar darimana? Berhasil buat cewek kek gitu?" ujarnya dengan senyum menyeringai.

"Belajar apaan? Buat kek gitu gimana?" Zain malah bertanya keheranan.

"Ah. Lo kok polos amat sih. Dah lah masuk kelas aja. Yuk!" Zain hanya mengendikkan bahu tak paham dengan ucapan Rian.

avataravatar