29 Belum Bisa Jujur

(VOC Indah)

Bagaimana ini, apa yang harus aku katakan untuk menyangkal dugaan mba Lita, bukankah percuma jika aku terus berbohong, toh perutku pun tidak bisa disembunyikan jika semakin membesar.

"Mau aku bantu untuk bicara ke suami kamu Ndah? Mungkin masalah dalam rumah tangga kalian bisa diselesaikan, tidak mungkin kan suamimu masih tega mengusir istri yang sedang hamil" ucap mba Lita penuh simpati dihadapanku.

Matanya penuh binar empati padaku, mendengar ucapannya malah membuatku miris dengan diriku sendiri, nyatanya aku diusir karena kehamilanku ini.

Apa lebih baik aku jujur saja sekarang, kesalahan apa yang sebenarnya aku perbuat sampai aku diusir oleh suamiku.

Yah ini kesempatan mengutarakan semuanya bukan? aku juga tidak mau kalau harus bohong, toh mas Leo juga sudah berjanji akan bertanggung jawab padaku, berarti kedepannya aku juga pasti akan menjadi istri mas Leo yang tentu saja adalah madu dari wanita dihadapan ku ini.

Yah aku akan bicara jujur kali ini "sebenarnya aku mema-"

"Sayang! Sarapannya sudah siap?" Mas Leo tiba-tiba datang dan memotong ucapanku dengan langkah terburu-buru menuju ke arah kami.

Mba Lita langsung menoleh ke arah mas Leo "sayang, aku tuh lagi ngomong serius sama Indah tauk, kamu dateng ganggu banget deh, kamu kan bisa lihat sendiri mejanya masih kosong" decak mba Lita sambil menyipitkan matanya menatap mas Leo dengan kesal.

"Loh kok belum siap sih! Kamu gak bikin sarapan hari ini?" Ucap mas Leo sambil berjalan menuju bangku tempatnya biasa duduk. Yah aku tahu pasti mas Leo sengaja  mengalihkan pembicaraan kami ber dua kan?

"Tadi aku mau bikin nasi goreng, tapi ibu Melati bilang kalau Putri mau donat yang kemarin, yaudah jadi ibu Melati bilang mau beli nasi uduk aja buat sarapan sekalian"

"Oh gitu" balas mas Leo kemudian menoleh kearah ku "loh kamu belum siap-siap Ndah? Nanti kita telat loh berangkatnya" ucapnya dengan nada acuh tak acuh.

"Ish mas, kan tadi aku udah bilang kalau Indah muntah-muntah, masa orang sakit disuruh masuk kerja sih!" Omel mba Lita dengan wajah jutek ke mas Leo.

"Aku baik-baik aja kok mba, masih sanggup kalau harus berangkat kerja" sambungku sambil mengusap pelan tangan mba Lita yang masih duduk didekatku.

"Kamu yakin Ndah? Kamu gak mau periksa kedokter dulu? Biar aku yang antar, selagi hari ini aku shift siang jadi bisa antar kamu sebentar"

"Yakin kok mba, aku enggak sakit mba" jelasku meyakinkan mba Lita.

"Mas kamu pasti kenal sama suaminya Indah kan?! sepertinya Indah hamil deh mas, kamu harus bicara ke suaminya Indah mas, pasti Ibu hamil butuh suami disampingnya" Ucap Mba Lita antusias ke mas Leo, padahal aku sama sekali belum mengatakan kalau aku memang sedang hamil "iya kan Ndah?!" Sambungnya menatapku sekarang seolah mengharap jawaban 'iya' dariku.

Mas Leo diam mendengar ucapan mba Lita, sambil menatapku penuh tanda tanya.

"Mah uti mam onat nak mah (mah putri mam donat enak mah)" tiba-tiba terdengar suara Putri yang sedang kegirangan yang baru saja masuk bersama ibuku yang menggandeng tangannya sambil berjalan menghampiri kami bertiga.

"Wah anak mamah doyan donat ya, coba sini mamah minta dong" timpal ku merespon sekaligus menghindar dari rasa penasaran mba Lita sambil menengadahkan tangan kanan ke arahnya.

"Tu nene unya anyak, ni unya uti nda oleh inta (itu nenek punya banyak, ini punya Putri gak boleh diminta)" ucapnya sambil menggigit donatnya lagi.

"Kamu siap-siap sana Ndah, jam tujuh kita harus berangkat, kamu lupa ada meeting pagi ini?!" Ucap mas Leo memerintahku lagi, sengaja agar menghindari mba Lita saat ini.

"Iya pak" balasku langsung berdiri dan meninggalkan ruang makan sambil mengangguk kearah mba Lita memberi tanda undur diri.

Sebenarnya terbersit sedikit kekecewaan dihatiku, karena telihat jelas mas Leo belum siap untuk mengatakan yang sejujurnya pada mba Lita.

Aku juga tidak boleh gegabah sebelum mendapat persetujuan dari mas Leo, karena bagaimanapun juga dia yang lebih tahu waktu yang tepat untuk bicara dengan istrinya.

Tapi kenapa mas Leo mau buru-buru berangkat ya, padahal hari ini enggak ada meeting sama sekali, mungkin ada yang mau mas Leo bicarakan padaku.

Aku membawa baju ganti ke kamar mandi belakang, melewati ruang makan, dan segera mandi untuk bersiap berangkat kerja.

***

(Author)

Seperginya Indah bersiap mandi, wajah Lita ditekuk masam, bukan salah Putri  juga yang tiba-tiba hadir di antara mereka bertiga, tapi kenapa waktunya terasa tidak pas ketika mereka sedang bicara serius.

"Sini Putri duduk sama tante" ucap Lita berusaha melukis senyum diwajahnya.

"Ya ante (iya tante)" jawab Putri yang langsung mendekat kesamping Lita.

Tangan Lita sigap mengangkat putri dan langsung memangkunya.

"Duh Putri celemotan gitu makan donatnya nak Lita, nanti baju nak Lita kotor" ucap Ibu Melati yang sekarang duduk disebelah Lita menggantikan tempat Indah sebelumnya.

"Enggak apa-apa kok bu, bisa di lap pakai tisu kok" balas Lita sambil menarik satu tisu dari tempatnya yang kebetulan ada didepan Lita.

Ibu Melati mengeluarkan bungkusan nasi uduk yang dibelinya dan meletakkannya di tengan meja agar bisa diambil dengan mudah, juga mengeluarkan kue-kue pagi seperti donat, getuk, risol dan bakwan kemudian ditempatkan di piring yang berbeda.

"nak Lita sarapan dulu, biar Putri ibu yang pangku" ucap bu Melati setelah selesai menata belanjaannya diatas meja makan.

"Nanti aja bu, saya masuk siang jadi telat sarapan enggak masalah, ibu makan duluan aja, nanti kalau ibu sudah selesai baru gantian gendong putri" balas Lita masih sambil pelan-pelan menghapus celemotan coklat donat dipipi dan bibir putri.

"Iya bu, makan duluan aja" timbrung Leo yang sedang membuka satu bungkus nasi uduk.

"Oh ya sudah, saya makan duluan ya nak Lita" ucap Ibu Melati kemudian tangannya terulur ke arah bungkusan nasi uduk yang tepat ada didepannya.

"Iya bu" balas Lita sambil mengukir senyum. Dan kemudian mengajak Putri bercanda lagi.

Indah yang selesai mandi dan sudah siap langsung ikut sarapan juga.

Sesuai yang dikatakan Leo, mereka berangkat kerja di jam tujuh, menggunakan motor, karena Leo terus saja bersikap seolah sedang terburu-buru dan dikejar dateline meeting.

***

"Mas lebih baik jujur sama mba Lita, memang mau sampai kapan harus bohong terus?! Apalagi perutku ini akan membesar" ucap Indah penuh emosi diruang tangga darurat, suaranya menggema tak tertahan karena ruang kosong yang memang jarang dilewati orang, wajahnya penuh semburat kecewa karena kejadian tadi malam dan pagi ini.

Tangan kanannya memijit pelan ujung alisnya sambil tangan yang satu mengelus perut yang terbilang belum membuncit dari usia kehamilannya.

"Sabar, aku juga mau bilang jujur ke Lita, tapi jangan sekarang, sepertinya aku juga harus carikan kamu kontrakan, lebih baik juga kamu gak seatap dengan Lita, baru aku bisa bicara terus terang agar mengurangi pertengkaran antara kalian" ucap Leo menenangkan Indah.

"Kenapa dari awal kamu malah bawa aku kerumah kamu mas?" suara Indah bergetar frustasi.

"Ya... saat itu aku bingung harus bawa kamu kemana, satu-satunya yang aku fikirkan ya rumah, lagian memang niatnya hanya satu malam, tapi Lita tiba-tiba minta kamu tinggal, dan semalam dia malah nyuruh aku nyari kontrakan, karena merasa curiga pada kita" jelas Leo yang tak kalah frustasi.

"Mas ingat aku dan buah hati dirahimku saat ini, aku butuh status untuk anak-anakku, kamu sudah janji bertanggung jawab, aku relakan rumah tanggaku hancur untuk anak kita mas" ucap Indah sambil memeluk Leo.

"Iya aku ingat, aku juga ingin Lita bisa menerima kalian dan Lita mengerti perasaan ku juga yang menantikan kehadiran seorang anak" sambung Leo membalas pelukan Indah.

avataravatar
Next chapter