1 PERASAAN

Biyah berjalan malas membawa buket bunga dengan mengikuti langkah ibu dan ayahnya. Mereka tengah menghadiri acara wisuda Faiz Rezi Erlangga. Mengenal Faiz dari kecil, membuat keluarganya menganggap Faiz sebagai anak mereka sendiri. Terlebih lagi keluarga Biyah tidak memiliki anak laki-laki yang bisa di banggakan dari ayahnya.

"Cepet Bi!" Teriak Ibunya yang berada jauh di hadapannya.

Kenapa mesti repot kesini? Tinggal bilang selamat, udah!

Batin Biyah menjerit jika di paksa melakukan hal yang berkaitan dengan Faiz. Ia membenci sosok pria itu sudah lebih dari 10 tahun hingga saat ini.

Biyah melihat ada banyak sekali orang tua mendampingi anak-anaknya dan berfoto bersama.

Memang Faiz tidak seberuntung Biyah yang masih memiliki orang tua lengkap. Faiz kehilangan ibunya saat masih sekolah dasar, ayahnya menikah dengan wanita lain dan hal itu membuat Faiz hidup sendirian di rumah peninggalan ibunya yang terletak bersebelahan dengan rumah Biyah.

"Faiz! Ini Biyah bawain bunga buat kamu!" Teriak Dewi Mahaputri, ibu Biyah.

Faiz tersenyum ramah kepada Ayah dan Ibu Biyah.

"Nih!" Bentak Biyah menyodorkan buket bunga yang ia bawa.

"Ayo foto!" Ajak Mahendra Wijaya, ayah Biyah. Dan mereka berfoto bersama.

***

Faiz memajang foto wisuda itu di atas meja kerjanya. Ia selalu tersenyum saat melihat ekspresi malas seorang Biyah.

"Faiz! Ini data panen bulan kemaren!" Ucap Indri, teman sekelas Faiz dan Biyah saat di bangku SMK.

Indri bekerja sebagai sekretaris pribadi Faiz. Mereka menjadi lebih akrab karna sudah lama saling mengenal. Terlebih lagi Indri pernah menyimpan perasaan terhadap Faiz saat masih sekolah.

"Dri! Coba lu liat, besok gua ada jadwal apa!" Perintah Faiz sambil menandatangani berkas yang Indri berikan, dan Indri segera membuka buku catatannya.

"Kosong, lu mau balik cepet?" Indri merapikan berkas yang baru saja di tandatangani Faiz.

"Besok gua ga masuk. Kalo ada yang penting, kasih ke Robi dulu"

"Kenapa?"

"Biyah ulangtahun" ucap Faiz membuat Indri menghela nafasnya. Ternyata Faiz masih saja memikirkan seorang Biyah, bahkan saat ia sedang bekerja.

"Oh! Gua bawa ya!" Ucap Indri membawa berkasnya dan keluar dari ruangan Faiz.

***

Indri duduk di kursinya dan menghempaskan berkas-berkas itu. Ia kesal dengan sikap Faiz.

Jelas saja ia yakin bahwa Faiz mengetahui perasaannya sudah sedari SMK. Tetapi mengapa Faiz dengan mudahnya menyakiti perasaannya itu.

***

Biyah tengah menggambar komik di kamarnya dan harus menyelesaikan komik yang ia buat untuk bulan depan, lalu mengirimkannya ke penerbit untuk menyelesaikan kontrak.

"Biyah! Ada telpon!" Teriak Ibunya yang membuat ia terkejut hingga mencoret gambarnya. Ia menarik nafasnya kesal.

"Biyah!"

Tanpa menjawab panggilan ibunya, ia berjalan keluar dan membanting pintu kamarnya.

"Ini lohh ada telpon" bisik Ibunya. Ia mengambil telpon yang ada di tangan ibunya.

"Faiz" bisik ibunya lagi. Biyah menarik nafasnya lebih dalam lagi.

"HALO!" Teriak Biyah membuat ibunya terkejut.

"Besok gua ke rumah lu, jangan kemana-mana!" Ucap Faiz lalu menutup telponnya.

Apa?

Hanya sesingkat itu!

Batin Biyah benar-benar menjerit ingin membanting telpon yang ia genggam. Namun ia memilih menaruhnya kembali.

"Udah?" Tanya ibunya. Biyah berjalan kembali kekamarnya.

"Faiz biang apa Bi?!"

"Ga ada!"

"Mau ngajak jalan?!"

"GA!"

Biyah membanting pintu kamarnya lagi, lalu menyumbat telingannya menggunakan headset agar tidak ada seorang pun yang bisa menganggunya lagi.

***

Faiz membaca semua komik karya Biyah di dalam kantornya. Ia serius membaca dan terkadang ia tertawa dan membuat Indri bingung, hal apa yang bisa membuat Faiz tertawa seperti itu. Sedangkan ia mengetahui sifat Faiz yang terkesan pendiam dan angkuh.

"Alien?" Faiz mengucapkan kalimat yang tertulis di komik itu lalu tertawa hingga terpingkal-pingkal.

Ia mengingat bahwa sewaktu sekolah dasar, ia pernah membuat sosok alien untuk menemani Biyah bermain. Karna Biyah selalu mengajaknya bermain di saat Faiz tengah belajar, dan itu sangat mengganggu.

"Lucu banget lu ketawa!" Sindir Indri memasuki ruang kerja Faiz. Dengan cepat Faiz melipat ujung halaman yang tengah ia baca lalu menyembunyikan komiknya di laci.

"Kenapa?" Ia merubah ekspresinya saat menatap Indri.

"Lu ngakak ampe kedengeran keluar"

Faiz tidak memberikan penjelasan. Ia melirik jam di tangannya dan meninggalkan Indri di ruangan itu.

Indri menatap kesal langkah Faiz yang meninggalkannya tanpa sepatah katapun.

***

Faiz menunggu Biyah di depan rumahnya tepat jam 7 pagi. Tentunya Biyah belum bangun sepagi ini.

Ibu Biyah yang akan pergi, membuka pintu dan terkejut melihat Faiz di hadapannya dengan membawa kotak.

"Kenapa ga bilang mau kesini?" Ucapnya.

"Udah bilang ke Biyah kok Tante"

"Hmm, kalo bilang ke Biyah mah sama aja, dia ga bakal bilang ke Tante!"

"Masuk aja Iz! Biyahnya belum bangun! Tante sekalian titip Biyah ya! Tante ada acara" ia mempersilahkan Faiz masuk.

"Iya Tante"

***

Faiz menatap Biyah yang sedang tidur di kamarnya. Ia melirik sampah kertas yang berserakan di mana-mana.

Faiz mengeluarkan kue yang ia bawa dan menyalakan lilinnya. Ia mencoba membangunkan Biyah, namun Biyah masih berada di ambang dunia khayalannya.

"Bi!"

"Bi! Bangun!"

Faiz meletakan kue itu di atas meja dan membangunkan Biyah kembali.

"Bi!" Ia menarik tangan Biyah membuat Biyah terkejut, seakan jiwanya di lempar dari dunia khayalan dan terbanting ke tubuhnya kembali.

"FFFFFAAAAAIIIIIIZZZZZZ!!!" ia berteriak, Faiz melepaskan tangannya.

"HAPPY BIRTHDAY BI!" Teriak Faiz menunjukan Kue yang ia bawa.

Biyah membuka matanya dengan ekspresi yang sangat akward. Lilin yang telah di nyalakan Faiz, meleleh dan memenuhi atas kue itu.

"Niat ga sih?" Tanya Biyah.

"Lu bangunnya lama!" Faiz mendorong jidat Biyah dan membuatnya merebahkan diri.

"Lu liat jam! Mana ada orang bangun jam segini!" Biyah menarik selimutnya.

Faiz menaruh kembali kuenya dan membuka jendela. Cahaya sengatan matahari menyerang tubuh Biyah.

"Lu liat!"

"TUTUP!"

"LIAT!"

"SILAU!"

"MAKANYA BANGUN!"

***

Indri memasuki ruang kerja Faiz yang rapi dan bersih. Kesempatan yang ia tunggu akhirnya datang juga. Faiz membiarkan ruangannya kosong dan bisa ia akses sesuka hatinya. Ia menggeledah ruangan itu untuk mencari tau, apa yang membuat Faiz tertawa setiap hari.

Ia membuka loker namun hanya ada tumpukan kertas disana. Ia mengecek setiap sudut ruangan itu, namun ia tidak menemukan apa pun. Ia melewatkan meja kerja Faiz.

***

Faiz menyalakan tv di rumah Biyah dan bersantai di depannya.

"Ibu gua kemana?" Tanya Biyah yang baru selesai mandi.

"Ada acara katanya"

"Ga ada nitip duit atau apa gitu?" Biyah duduk di sebelah Faiz.

"Nitip elu doang"

Huft

Biyah menghela nafasnya. Bagaimana bisa orang tuanya melupakan hari spesial tahunan yang ia nantikan.

"Sibuk semua" kesal Biyah berjalan kedapur.

"Bi! Mau jalan ga?" Teriak Faiz. Biyah berjalan mendekati Faiz dan menarik dasi yang Faiz kenakan, membuat Faiz tercekik.

"YUK!" Teriaknya.

***

Mereka mengendarai mobil Faiz menuju pantai Semenanjung.

"Lu ga kerja?"

"Libur sehari doang"

"Bolos ya lu?!"

"Ga!"

"Iya lu bolos!" Biyah tertawa, karna ia tau bahwa seorang Faiz Rezi Erlangga akan ketakutan jika bolos sekolah saat bersamanya. Sedangkan sekarang ia malah membolos kerja dengan sengaja.

"Iya! Ribet amat lu gua bolos"

"Pertama kali lu bolos kan waktu di apartemen Naomi! Inget dah muka lu waktu itu. Astaga! Ngakak gua" Biyah tertawa dan memegangi perutnya karena memang saat itu adalah pertama kalinya Faiz membolos dan dia takut akan ketahuan.

"GIMANA KALO KITA KETAUAN?! KALO ADA YANG LIAT!" Biyah menirukan gaya Faiz saat ia ketakutan lalu tertawa.

"Apaan sih lu! Itu manusiawi!"

"JANGAN KELUAR! MENDING BUAT MADING!" Biyah terus mengejek Faiz.

"Menurut lu kabar Naomi gimana ya?" Faiz mengalihkan obrolan mereka.

"Cari aja di internet"

"Kalo ngomongin Naomi, lu juga pernah di cubit Ibu lu di apartemen Naomi!"

"Mana ada!"

"Iya! Ampe malem lu ga balik-balik. Gua kasih tau aja ke Ibu lu, kalo lu di apartemen Naomi"

"Dihh! Waktu itu tuh, gua benci, bbbbeeennnncciiii banget sama lu! Kesel gua!" Jelas Biyah sambil meremas jarinya.

"Pantesan lu dateng-dateng, langsung jambak gua! Gila lu!" Ucap Faiz.

Biyah terdiam. Ia merasa tidak biasa dengan hal ini. Faiz yang pendiam, kini banyak bicara di hadapannya. Faiz yang sombong akan nilai-nilainya, seakan berada di level yang sama dengannya untuk saat ini. Malah dialah yang sekarang lebih menjadi pendiam dan sibuk akan komik-komiknya.

"Bi! Lu pernah mikir ga sih, sekarang kita dah dewasa"

"Kaga"

Faiz menoleh ke arah Biyah dan Biyah pun membalas tatapannya.

"Lu pernah mikir ga, suatu saat lu nikah dan punya anak?"

"Kaga"

Faiz menghentikan mobilnya dan menatap tajam mata wanita bodoh di hadapannya.

"Lu ga pengen nikah?"

"Emang nikah, harus?"

Faiz tidak melepaskan tatapannya dan mengangguk. Biyah hanya mengaruk kepalanya.

"Lu mau kayak gini sampe mati?" Faiz melanjutkan perjalanannya.

"Gua percaya, semuanya udah di atur tuhan. Gua tinggal jalanin aja" ucapan Biyah sangat menusuk Faiz.

"Setidaknya manusia itu harus milih!"

"Gua ga perlu milih, semua akan jadi pilihan atas keputusan tuhan!"

"Misal nih, lu mau permen ama kue. Tapi duit lu cuma cukup buat beli salah satunya. Lu pilih apa?"

"Ga beli!"

"Astaga!" Faiz menepuk jidatnya.

"Lu harus beli! Lu beli yang mana?"

"Gua minta duit ama Ibu buat beli semuanya"

"Bodoh lu ga ilang-ilang!"

avataravatar
Next chapter