2 Meski hanya hal kecil, tapi tetap saja

Sasuke menungguku di luar toilet. Dia bilang, dia takut aku akan melarikan diri dari hukuman ini. Cih, memang aku ini orang yang tidak bertanggung jawab apa?!

Aku melirik ke arah luar toilet dengan ekor mataku. Melihat Sasuke yang berdiri sambil bersandar ke dinding dengan sebelah tangannya yang dimasukkan ke saku celananya. Dia hanya menatap lurus tanpa ekspresi. Sangat tak cocok dengan alat pel dan ember kosong di sebelahnya, seolah itu merusak kesan dinginnya.

Huft, kenapa aku malah memperhatikannya sih? Aku segera menghampiri Sasuke setelah membuang air dalam ember. Akhirnya selesai juga.

"Ayo, Sasuke, kita ke gudang penyimpanan dulu."

Dia melirikku sekilas, lalu beranjak pergi. Tak lupa membawa alat pel dan ember yang ada di sebelahnya.

Aku mempercepat langkahku agar tak ketinggalan jejaknya.

Aku menengadah ke arahnya. Bermaksud untuk membuka topik pembicaraan, aku melontarkan pertanyaan konyol. "Sasuke, setelah ini ... kau mau ke mana?"

"Ke kelas tentu saja, memang ke mana lagi?" Tanpa melihat ke arahku, ia menjawab.

"Huuh, pasti sekarang di kelasku membosankan." Aku mengeluh sambil menghela nafas berat. "Jam kedua Guru Kakashi yang mengajar, paling dia sedang membahas adegan panas dalam novel dewasa favoritnya."

"Kau bermaksud untuk membolos, Sakura?"

"Tidak juga, hanya saja ...."

"Pantas kau bodoh."

"Hah? Maksudmu? Kau mengejekku?"

"Siapa bilang? Aku tak mengejekmu."

"Itu tadi. Kau menyebutku bodoh!"

"Itu kenyataannya, Sakura."

"Itu artinya kau mengejekku."

Seolah tak peduli dengan ucapanku, dia langsung membuka pintu gudang penyimpanan, masuk ke dalam dengan aku yang mengikutinya dari belakang.

Aku baru sadar ternyata kami sudah sampai. Sejak kapan?

Kami sama--sama menaruh alat pel dan ember di tempatnya.

"Ayo, ke Ruang Guru, setelah itu masuk kelas masing-masing," ajaknya sambil menarik tanganku, seolah aku akan kabur jika dia melepaskan genggamannya.

"Lepaskan tanganku." Aku menggoyang-goyangkan tanganku agar ia melepaskan genggamannya. "Aku bisa berjalan sendiri."

"Aku hanya memegang tanganmu, bukan menggendongmu," sangkalnya. "Kau berjalan dengan kaki, bukan dengan tangan 'kan?"

Aah, kata-katanya sangat menjengkelkan. Bagaimana bisa ia bicara dengan wajah dingin seperti itu.

"Huh, dasar menyebalkan."

Lagi, Sasuke malah tertawa, apanya yang lucu? Ya ... meskipun pelan, tapi tetap saja 'kan.

Setelah sampai di ruang guru, kami langsung melapor pada Guru Tsunade bahwa sudah menyelesaikan tugas.

"Lain kali, jika ingin pacaran jangan di lingkungan sekolah," seru wanita tua berdada besar itu.

Aish, apa yang aku katakan?

"Siapa ya--"

"Cepat masuk ke kelas," selanya sebelum aku menyelesaikan sangkalanku. "Masih ada waktu untuk mengikuti kelas."

Sasuke langsung menarikku keluar Ruang Guru yang sebelumnya sudah mengambil tasnya dan tasku di kursi.

Kami langsung menuju kelas masing-masing. Tapi, kenapa dia tak melepaskan genggaman tangannya dan lagi ... kenapa ia lewat sini? Ini menuju kelasku, padahal kelasnya ke arah sebaliknya.

"Sana masuk!" titahnya sambil mendorong bahuku ke depan.

Setelah sampai di depan pintu kelasku-2A3-dia langsung melepaskan genggaman tangannya, dan sekarang ia malah mendorongku. Padahal tadi dia bersikap lembut. APA--APAAN DIA!

"Jangan mendorongku!"

"Jangan banyak protes, sana masuk!" Lagi--lagi dia mendorongku keras.

"Aish, SASUKE!" Aku berteriak nyaring.

Jelas saja begitu, aku hampir menabrak pintu di depanku. Dia itu ya, benar--benar.

"Hahaha ...." Ia malah tertawa puas melihatku menderita begitu. Dasar kurang ajar!

"Kau--"

CEKLEK

Kami langsung melihat ke arah pintu yang kini sudah terbuka.

"Sakura?"

avataravatar
Next chapter