3 Sang Penarik Perhatian

Sifat baik hati dan periang Sonya, kadang kala berhasil membuat si pria dingin itu, diam-diam memperhatikannya. Saat dia sedang bersenda gurau atau menjelaskan sesuatu pada anggota satu timnya di ruang OSIS. Tanpa Krisnanda sadari, hal itu diperhatikan oleh Dimas Anggara, teman masa kecilnya yang juga merupakan wakil ketua OSIS.

"Kris," sapanya, "Gue lihat loe mulai tertarik sama Sonya. Dia memang cantik, apalagi gadis asli Bali. Harus cepat, sebelum keduluan orang lain. Baru nyesel loe," ucap Dimas.

"Apa sih loe Mas, ada ada aja. Loe sendiri kan tahu hati gue," bantah Krisnanda.

"Masih untuk Dwi Anitha? Sadar bro, dia udah lama meninggal. Sekarang saatnya untuk move on dan merubah hidup loe. Kalau loe terus kaya gini, orang-orang di sekitar loe bahkan gue dan orang tua loe nggak akan pernah bisa bantu, selain diri loe sendiri Kris. Loe bilang mau Anitha bahagia kan? Jadi, sekarang loe buktiin kalau loe bisa melakukan itu untuk Anitha," Dimas menasehati.

Krisnanda hanya terdiam, tidak mengucapkan sepatah katapun.

"Please, buktikan diri loe Kris. Buktikan kalau loe memang sedewasa yang orang-orang bilang," pinta Dimas, kemudian berlalu meninggalkan Krisnanda yang membeku karena perkataannya.

Waktu memang berjalan begitu cepat. Sonya masih saja sibuk dengan dengan perlengkapan yang harus dia persiapkan untuk acara Prom Night yang akan berlangsung dua bulan lagi. Krisnanda baru saja kembali dari bermain gitar di lantai atas, menuju ruang OSIS untuk mengambil tasnya. Dia terkejut, mendapati Sonya yang masih berada di sana hingga sore menjelang.

"Kamu belum pulang, Sonya?" tanya Krisnanda.

"Belum, kak. Aku masih harus menyiapkan beberapa rundown acara untuk Prom Night nanti," jawab Sonya.

"Oh iya, Sonya," responnya.

Suasana tiba-tiba menjadi hening, membuat Krisnanda teringat akan ucapan temannya, Dimas.

"Atau aku antar kamu pulang, mau?" tanya Krisnanda.

"Nggak apa-apa kak, aku bisa pesan ojek online nanti. Takutnya ngerepotin kakak," tolak Sonya.

"Memangnya rumah kamu di mana?"

"Di daerah Renon kak."

"Nggak terlalu jauh kok. Aku juga mau ke daerah sana, ke rumah temanku."

"Iya kak. Kalau gitu aku ikut kakak aja sekalian. Tapi maaf aku ngerepotin kak ya," Sonya setuju.

"Nggak kok."

Mereka keluar, Krisnanda mengunci ruang OSIS, kemudian berjalan bersama menuju parkiran. Tanpa terasa, hari pun sudah mulai gelap. Satu per satu lampu sekolah dinyalakan oleh pak Eko, salah seorang cleaning service di sekolah. Bersama semakin gelapnya malam, motor pun mulai melaju meninggalkan gerbang sekolah. Keheningan pun menyelimuti selama perjalanan. Sambil menggenggam besi belakang motor agar tidak terjatuh, dalam hati Sonya berkata, "Kenapa jadi canggung kaya gini." Keheninganpun seketika pecah karena Krisnanda yang tiba-tiba bertanya.

"Setelah ini belok kemana Sonya?"

"Di depan belok kiri, kak," jawab Sonya.

Tiba di depan rumahnya, Sonya mempersilakan Krisnanda masuk. Namun karena terburu-buru, Krisnanda menolak kemudian pamit. Meninggalkan Sonya, yang tersisa hanya gemuruh suara motor yang mulai menjauh dan perlahan menghilang.

Sonya masih tidak percaya bahwa seseorang yang mengantarnya pulang adalah Krisnanda. Dia terkenal dingin, tetapi sikapnya hari ini sedikit berbeda. "Apa benar itu dia? Kenapa dia begitu baik hari ini?" Sonya bertanya-tanya. Sementara itu, Krisnanda masih diperjalanan menuju ke rumahnya. Disambut hangat oleh satpam perumahan dan juga bik Wati yang sudah setia menunggu di teras depan.

"Baru pulang, den? Bibi sudah siapkan makan malam, silahkan aden akan dulu," ucap bik Wati.

"Iya, terimakasih bik. Ibu sama ayah kemana bik?" tanya Krisnanda.

"Beliau bilang ada urusan ke luar kota, den. Jadi, mungkin dua minggu lagi baru pulang," jelas bik Wati.

"Kebiasaan ibu sama ayah jarang di rumah, mereka pikir aku bisa dibesarkan hanya dengan uang," gumannya dalam hati.

Setelah makan dan mandi, Krisnanda merebahkan dirinya di tempat tidur. Belum sempat memejamkan mata, handphonenya berdering. Aditya menelpon, saudara sepupunya. Tinggal di Bali namun bersekolah di sekolah yang berbeda dengannya.

"Hallo," jawabnya dengan lesu.

"Lesu banget loe, habis ngapain?" tanya sepupunya.

"Gue mau tidur, loe ganggu aja. Ada apa, tumben telpon?"

"Nggak bro, gue lagi iseng aja. Soalnya tadi gue liat saudara gue bonceng cewek, seneng aja lihat dia udah move on dari Anitha," jelas Aditya.

"Sok tahu loe. Itu sekretaris OSIS, karena malam jadi gue anterin pulang. Jadi jangan

buat berita hoax ya bro," ucap Krisnanda.

"Ya, gue sih mendukung aja kalau loe jadian sama dia. Kasihan juga, itu hati udah karatan nggak pernah merasakan cinta," goda Aditya.

"Terserah loe aja. Udah ya, gue mau tidur, jangan ganggu."

Krisnanda mematikan handphonenya, menarik selimut kemudian terlelap dalam tidurnya.

avataravatar
Next chapter