14 Pertama Kali

Sedari pukul 04:30 sore tadi, Sonya sudah selesai berdandan kemudian duduk di kursi teras depan, menunggu Krisnanda menjemputnya. Mereka akan makan malam bersama dan Krisnanda berjanji akan menjemputnya pukul 05:00 sore. Setelah pergulatan yang panjang, Sonya memutuskan untuk mengenakan celana jeans hitam polos dengan atasan berwarna pastel. Tidak lupa sneakers berwarna putih dan jaket jeans. Rambutnya digerai, terurai menutupi pundak.

Bangun bahkan ketika matahari masih malu-malu menyapa, walau samar terdengar camar di seberang. Sonya membantu ibunya menyiapkan sarapan dan melakukan pekerjaan lainnya. Setelah sarapan dia bergegas membersihkan diri. Setelahnya dia berpamitan kepada orang tuanya untuk membeli sesuatu. Semalam dia memeriksa lemarinya dan mendapati tidak ada baju yang menurutnya cocok untuk dikenakan saat makan malam dengan Krisnanda nanti. Pada kenyataannya, lemari itu penuh. Dia hanya ingin tampil berbeda, karena itu adalah Krisnanda dan karena ini adalah pertama kalinya.

Pergi seorang diri, mengunjungi beberapa toko pakaian dan sepatu. Berkeliling cukup lama hingga siang menjelang. Bahkan melewati tempat yang sama berkali-kali. "Sebenarnya apa yang dicari oleh gadis itu?" begitu sekiranya pikir seorang ibu penjual jajanan yang beberapa kali Sonya lewati.

"Kenapa nggak ada yang bagus sih?" gerutunya. Dia mulai lelah ditambah lagi lapar yang tidak mau mengalah. Akhirnya dia memutuskan untuk berhenti sejenak, membeli beberapa jajanan.

"Adik lagi nyari apa? Ibu perhatikan, adik beberapa kali lewat sini," tanya ibu itu akhirnya.

"Saya mau beli baju sama celana bu, tapi belum ketemu yang cocok." jelas Sonya sambil menikmati makanannya. "Eem, jajanannya enak bu," puji Sonya sambil tersenyum.

"Iya, terimakasih dik. Kalau menurut ibu, coba cari di toko itu dik, pasti ada yang cocok untuk adik," saran ibu itu sambil menunjuk sebuah toko yang terletak di ujung jalan dekat persimpangan.

"Iya, terimakasih bu. Nanti saya coba cari ke sana," jawab Sonya sambil tersenyum kemudian pergi berlalu mencari toko tersebut.

Berjalan beberapa menit, dia mencapai toko itu. Terlihat berbeda dari toko lainnya, tidak begitu mewah, terkesan sederhana. Memasuki toko tersebut, dalam sekali lirikan, pandangannya terpaku pada baju itu. Desainnya sederhana dengan warna yang lembut. Dia mencobanya dan menurutnya itu adalah pilihan yang tepat. Dia memutuskan untuk membeli baju itu dan sebuah celana jeans yang tergantung tepat di sampingnya. Pulang dengan hati yang bahagia sembari menenteng tas belanja. "Cocok banget warnanya sama sneakersku di rumah. Senangnya," ucapnya dalam hati, dia tak henti-henti tersenyum. Terbayar sudah rasa lelahnya.

Setibanya di rumah, dia menghempaskan tubuhnya di kasur. "Ah, capeknya," ucap Sonya. Dia memejamkan mata sejenak, kemudian melirik jam yang tergantung tepat di depannya. Melihat jarum jam yang bergerak begitu cepat, dia tersentak, "Hah, ternyata udah sore," teriaknya. Dia mulai panik, belum membersihkan diri apalagi berdandan. Bergegas, banyak ritual yang harus dilakukan.

Menghabiskan waktu yang cukup lama untuk bersiap, karena sejatinya semua wanita pasti akan melakukan hal yang sama. Tidak cukup hanya sekali memoles make up, tidak cukup hanya satu kali mencoba tatanan rambut, tidak cukup pula hanya dengan mencoba satu pasang pakaian. Mereka hanya akan berhenti ketika semuanya sudah terlihat sempurna bagi mereka. Mereka akan berusaha menciptakan semua keindahan itu, keindahan yang membuat seolah bumi berhenti berputar dan semua mata tertuju pada mereka.

Sonya mencoba beberapa tatanan rambut, mulai dari dikuncir, dijalin bahkan dikepang dua layaknya anak sekolah dasar yang siap untuk berangkat ke sekolah. Biasanya dia tidak begitu peduli, tapi kali ini dia tidak bisa mengabaikannya.

"Ribet banget ngatur rambut," keluh Sonya, "Aku gerai aja deh," dia akhirnya menyerah perihal menata rambutnya. Dia memiliki rambut lurus berwarna hitam legam, terjuntai panjang menutupi pundak. Putih merona warna kulitnya. Dia selalu terlihat cantik dan mempesona dalam setiap balutan pakaian yang dia kenakan. Tak heran, banyak yang menaruh hati padanya.

Deru suara motor membuyarkan lamunannya. Krisnanda datang kemudian turun dari motornya dan menghampiri Sonya. Dia terpaku, tidak bisa melepas pandangannya dari Sonya.

"Akhirnya kakak datang juga, aku kira lupa," ucap Sonya.

"Oh, hi Sonya. Maaf, kalau lama nunggunya. Nggak mungkin aku lupa," jawab Krisnanda sedikit gugup, wajahnya memanas. "Aku kan udah janji."

"Iya-iya kak," jawab Sonya sambil tertawa.

"Kamu udah siap kan?"

"Udah kak. Aku cantik kan?" tanya Sonya dengan polosnya.

Krisnanda terdiam, suaranya tercekat, "Astaga, kenapa dia imut banget," batinnya, dia merasakan wajahnya semakin memanas.

"Iya, kalau kamu udah siap, kita berangkat sekarang aja," jawab Krisnanda sedikit dingin.

"Iya kak," jawab Sonya berpura-pura kesal. "Pak, Bu, Sonya berangkat ya," teriak Sonya kemudian, berpamitan pada orang tuanya.

"Ayo kak, kita berangkat," seru Sonya.

Krisnanda hanya tersenyum, jantungnya masih berdegup begitu kencang. Melaju dengan pasti, bersama mentari yang perlahan menarik diri menuju peraduan. Desir angin menyisir sepanjang perjalanan mereka menuju tempat yang sudah mereka sepakati tempo hari. Ini pertama kalinya, bagi Krisnanda, bagi Sonya.

avataravatar
Next chapter