11 Bersama Melodi

Gadis itu masih duduk terdiam, tidak percaya seorang Krisnanda mengiriminya pesan. Walau masih bertanya-tanya, tak mampu dia menampik, jauh di sudut hatinya dia sangatlah bahagia. Sonya selalu ingin lebih dekat dengan Krisnanda, selalu ingin tahu lebih banyak tentangnya. Kini dia mempunyai lebih banyak kesempatan untuk itu. Dia beranjak, mulai panik mengingat betapa berantakan penampilannya. Mencari-mencari cermin, berusaha merapikan rambutnya dan memakai sedikit pelembab bibir. Akhir-akhir ini dia sariawan, tidak heran bibirnya pun juga tampak kering. Sebenarnya tanpa riasan sekalipun, dia tetap terlihat cantik.

Sembari merapikan penampilan, terdengar olehnya suara riuh di luar, bahkan ada yang berteriak begitu histeris. Tak hayal suara melengking perempuan memang selalu bisa memekakkan telinga. Sonya melihatnya, ternyata Krisnanda sudah memasuki gerbang sekolah. Penampilannya benar-benar berbeda. Bukan dengan seragam sekolah lagi, dia mengenakan kemeja, celana jeans lengkap dengan sepatu dan jaket berwarna hitam. Tampil bak anak kuliahan.

Setiap jalan, setiap koridor yang dia lewati selalu mengundang riuh, silih berganti yang menyapanya, terutama para wanita. Krisnanda yang terkenal dingin, kini bersikap berbeda. Dia membalas sapaan mereka, walau hanya dengan mengangguk dan tersenyum simpul. Benar-benar melelehkan semua hati. Ini pertama kalinya dia memutuskan untuk lebih ramah dengan orang lain.

"Haa," teriak seseorang, "Kak Krisnanda tadi balas sapaanku, dia senyum ke aku tadi," ucap seorang siswi.

"Nggak mungkin, kak Krisnanda senyum ke aku tahu," balas siswi lain, merasa tidak terima dengan perkataan siswi itu.

"Aku..."

"Aku..."

(mereka berakhir dengan bertengkar)

Krisnanda mempercepat langkahnya, dia mulai lelah membalas satu per satu sapaan dari adik kelasnya. Sekilas juga dia mendengar pertengkaran dua siswi itu. "Aku harus cepat-cepat sampai ruang OSIS, kalau nggak, pasti lebih banyak lagi yang berantem. Aku nggak mau buat masalah, baru juga lulus," gumannya sembari lebih mempercepat langkahnya.

Sonya yang sedari tadi menunggu, mengintip dari balik daun pintu yang terbuka, terlihat Krisnanda datang. Dia terburu-buru kembali duduk, berpura-pura sibuk memeriksa beberapa surat. Tidak ingin terlihat jelas olehnya bahwa dia telah menanti dari bermenit-menit lalu. Krisnanda mencapai ambang pintu, dia menghentikan langkahnya kemudian mengetuk pintu dengan lembut. Sonya menatap ke arahnya, Krisnanda tersenyum.

"Hi, Sonya," sapa Krisnanda.

"Hi, kak," Sonya membalas senyum Krisnanda, "Akhirnya sampai juga, aku kira nggak jadi ke sini," ucapnya.

"Jadi dong. Boleh masuk nggak?"

"Boleh, nggak ada yang ngelarang kak," jawab Sonya sedikit tertawa.

"Iyadeh, aku masuk," Krisnanda masuk dan langsung mengambil gitarnya di sudut ruangan, kemudian duduk tepat di sebelah Sonya.

Dia benar-benar tidak bisa lepas dari gitarnya, dia langsung memainkannya Sedangkan Sonya masih berpura-pura sibuk, walau sesekali melirik ke arah Krisnanda.

"Sibuk amat neng, apa sok sibuk?" goda Krisnanda.

"Iya dong, aku kan memang sibuk, nggak kaya kakak yang udah santai," jawab Sonya berpura-pura kesal.

"Santai katamu. Aku lagi pusing tahu," timpal Krisnanda.

"Pusing kenapa memangnya?" Sonya penasaran.

"Ya, bingung aja mau lanjut kuliah di mana. Menurut kamu, kampus apa yang bagus?" Krisnanda bertanya.

"Aku kurang tahu kampus mana yang bagus, coba cari-cari di daerah Jawa atau di luar negeri aja sekalian. Untuk kakak yang pintar, aku yakin kakak bisa dapet di kampus yang bagus dan favorit," saran Sonya.

"Iya, aku memang pintar sih," jawab Krisnanda dengan ekspresi yang begitu bangga, "Tapi jurusan apa?" tanyanya lagi.

"Iya-iya, kalau saranku kakak cari aja jurusan yang benar-benar kakak suka. Biar nggak ada rasa terpaksa dan tertekan nantinya, terus lancar sampai akhir,"

"Bener juga sih. Aku pikir-pikir dulu deh."

"Iya kak."

Begitulah detik waktu semakin berlalu. Bersama dengan melodi yang keluar dari setiap petikan gitar Krisnanda, pembicaraan, canda dan tawa mereka benar-benar mengalir begitu saja. Tidak ada rasa canggung sedikitpun, bahkan Krisnanda banyak tertawa. Sonya juga sempat meminta Krisnanda untuk menyanyikan kembali lagu terakhir yang dia nyanyikan saat Prom Night tempo hari. Tapi hanya setengah lagu dimainkan, handphone Krisnanda berdering. Dimas menelpon, mengajaknya bertemu. "Dasar, Dimas selalu aja ganggu," gerutunya.

"Sonya, maaf ya, aku balik dulu. Dimas nelpon, ngajak ketemu, pengen ngomong sesuatu katanya," jelas Krisnanda.

"Iya kak, nggak apa-apa kok," Sonya tidak keberatan, walau sebenarnya dia masih ingin lebih lama bersama Krisnanda.

"Iya, kapan-kapan lagi aku lanjutin lagunya ya, aku balik dulu."

"Iya kak, terimakasih kak."

Krisnanda tersenyum dan beranjak pergi, sedang Sonya mengantarnya sampai pintu.

"Hati-hati kak ya,"

"Iya, see you"

(Sonya mengangguk sambil tersenyum)

Krisnanda berlalu. Sonya masih di depan pintu, memandang punggung itu semakin menjauh dan menghilang di sudut koridor. Dirinya penuh, penuh akan kebahagiaan yang tak mampu digambarkan dengan apapun.

avataravatar
Next chapter