8 Rey..

Jelita memasuki area mall dipusat kota, dia masuk ke supermarket tempat tersediannya kebutuhan pokok dan keperluan rumah tangga lainnya. Mendorong troli belanjaan, mata indahnya terus tengak tengok kekanan dan kekiri, sesekali mengambil barang yang dia butuhkan dan di masukkan kedalam troli belanjaan, kemudian lanjut berjalan mendorong troli dan memilih barang kebutuhannya, sesekali dia menunduk atau kadang berjinjit untuk menggapai barang yang dia cari.

'TRING!!TRINGGGG!!!

Ponsel Jelita berbunyi, dia merogoh kantung gamisnya yang sebelah kiri, dan meraih benda pipih itu, tersenyum, ketika nama seorang laki-laki yang sangat dia kenal muncul di layar ponsel berlogo apel tergigit.

"Assalamualaikum, Rey.." Sapa Jelita pada sang penelpon.

"Waalaikumsalam, Jeli.." Jawab seseorang yang di panggil dengan sebutan Rey oleh Jelita.

"Lo dimana Jel??"

"Aku disupermarket di lantai bawah, Lo dimana?" Jawab Jelita, mereka berdua memang sudah janjian untuk bertemu di mall tersebut.

"O ya udah gw kesitu ya.."

"Lo tunggu di pintu masuk supermarket aja, gw udah mau selesai kog, tinggal ke kasir aja."

"Oke deh, aku kesana swekarang ya, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Jelita buru-buru menyelesaikan sesi belanjanya dan berjalan menuju kasir, selesai membayar belanjaannya, Jelita langsung keluar dari supermarket. Matanya tertuju pada sosok lelaki yang sedang berdiri bersandar di tiang penyangga gedung, memakai kemeja putih yang digulung sampai siku, celana bahan berwarna hitam, sepatu fantofel yang senada dengan celanannya, wajahnya yang putih bersih ditumbuhi jambang tipis, menambah kesan manly, apalagi ditambah bulu-bulu yang berjajar diarea dada dan lengannya, memiliki bola mata yang hitam dan alis tebal menunjukkan ketegasan pada sosok lelaki tersebut.

"Rey.." Sang pemilik nama mendongak, tatapannya berpindah dari layar posel beralih pada sesosok gadis mungil nan ayu dihadapannya, ditangannya menggantung kantong belanjaan, entah apa saja yang dibeli, sepertinya dia banyak berbelanja terlihat dari berkantung-kantung barang yang dia bawa. Laki-laki tersebut berjalan cepat ke arah Jelita.

"Assalamualikum, Jel." Sapa laki-laki itu sambil mengambil alih barang-barang belanjaan dari kedua tangan Jelita.

"Waalaikumsalam, tumben lo baik mau bawain barang belanjaan gw."

"elahhh.. lo tu ya Jel, gw baik ama lo, lo curiga ma gw, gw cuek lo bully gw, mau lo apaan sih?"

"Traktir gw makan, laper gw"

"Ini yang Bos disini siapa sih sebenarnya?"

"Ya Salam, buat nraktir orang macam gw, ga perlu jadi bos juga bisa." Jawab Jelita sambil jalan beriringan dengan Laki-laki bertubuh seksi tersebut.

"Seterah lo dah, asal jangan bikin gw bangkrut." Mereka menaiki lift untuk sampai di lantai teratas gedung mall tersebut, keluar dari lift mata mereka langsung disajikan berbagai menu masakan yang tertempel di dinding setiap gerai makanan. Mereka berdua duduk disalah satu gerai makanan yang menjajakan aneka olahan daging, mulai dari daging sapi hingga unggas.

"Bebek bumbu Bali satu, minumnya es Jeruk, lo mau apa, Rey?'

"Samain lo aja, tambah kentang satu."

"ga pesen kopi?"

"ga lah, lagi ga pengin ngopi."

"Ya udah mbak itu aja pesenannya."Kata Jelita pada mbak-mbak pelayan gerai.

"Lo ga makan bareng sama suami lo, Jel?"

"Ga, malas aja gw."

"Kenapa? itu awal yang bagus buat lo lebih deket sama suami lo, walaupun dia 'gay', maaf ya Jel.."

"Santai aja kali, tadi kekasih suami gw datang ke rumah, ya mungkin sekarang mereka lagi asyik-asyikkan berdua kan ga ada gw yang bakal ganggu mereka." Jawab Jelita sambil menghembuskan nafas dengan kasar, serasa ingin menghilangkan sesak di dadanya.

"Sabar ya Jel." Kata Rey sambil mengelus punggung tangan Jelita yang bertengger di atas meja.

"Jujur Jel, gw penasaran sama kekasih suami lo."

"Tar gw kasih lihat fotonya, kayaknya ada deh di rekaman CCTV, bentar.."

"Jel, lo bener-bener luar biasa, baru sehari tinggal di rumah suami lo, lo udah nyadap CCTV aja."

"Bukan hanya CCTV yang gw sadap, bahkan ruang kerja suami gw juga, gw kasih minicam."

"Astagfirullah, bener-bener istri yang menyeramkan."

"Itu juga demi kelangsungan keluarga gw, yang baru gw bangun, nih lihat.. nih orangnya." Kata Jelita sambil menyodorkan ponselnya ke depan Rey.

"Astagfirullah!!! lo yakin Jel.. laki-laki itu pacar suami lo?"

"Yakinlah, tadi aja gw mergokin mereka lagi rujakan bibir." Jawab Jelita Sambil Begidik jijik.

"Kenapa, lo? Jadi diem gini sih lo, Rey."

"Namanya, Ronald?" Tanya Rey

"Iya, kog lo tau??" Pembicaraan mereka terjeda sesaat karena pelayan gerai mengantarkan pesanan mereka.

"Tar gw cerita, sekarang makan dulu, katanya lo laper." Kata Rey, dan dibalas dengan anggukan oleh Jelita.

"Perasaan tadi gw yang bilang laper, kenapa sekarang jadi lo yang kalap deh kayak ga makan tiga hari? dah habis aja tuh makanan." Kata Jelita.

"Mendadak gw kelaperan, lagian gw butuh tenaga buat cerita ke elo."

"Oke, sekarang kita udah selesai makan, ayo cerita." desak Jelita, Rey menarik nafas panjang, dan membuangnya kasar.

"Ronald itu kakak gw." Kata Rey santai, dan Jelita melongo tak percaya.

"Lo tau kan kenapa gw di keluarin dari rumah, dan akhirnya kita berdua masuk ke pesantren?"Jelita masih menatap Rey dengan tatapan yang penuh antusias.

"Dulu kakak gw pernah di culik waktu dia masih kecil, dan mengalami pelecehan seksual disana, dia mengalami trauma berat, orang tua gw merasa bersalah banget dengan apa yang terjadi sama kakak gw, akhirnya nyokap gw depresi dan meninggal dengan cara bunuh diri, dan bokap gw nitipin gw ke orang tua lo, karena orang yang bisa diandalkan bokap gw waktu itu hanya orang tua lo, dan bokap gw menghapus nama gw dari daftar keluarga, itu semua demi keselamatan gw, lo tau sendiri dunia bisnis sangat kejam."

"lo tau dari mana tentang ini semua?"

"bokap gw sendiri yang cerita, dan juga bokap lo." Kini wajah Ayu itu berubah menjadi prihatin, menatap lekat wajah saudara sepersusuannya tersebut, dan balik mengengam tangannya erat, seolah memberikan kekuatan untuk lebih kuat.

"Sepengetahuan Ronald mungkin gw udah mati, semenjak bokap cerita tentang gw, beliau selalu mengirimkan kabar tentang kakak gw, tapi gw juga ga tau, kalau karena trauma masa lalunya kakak gw berubah jadi gay."

"Oh, jadi gitu.. terus gimana nih sekarang, apa yang mesti kita lakukan, karena yang harus kita perhatikan bukan hanya suami gw, tapi juga kakak lo." kata Jelita.

"Kalau begitu, mari kita berusaha menyadarkan mereka."

"Baiklah, kita atur ulang rencana kita."

"Oke. sip. ayo pulang, jangan lupa bayar tu makanan."

"lah...tadi kan gw yang minta traktir ke elo, kog sekarang gw yang mesti bayar sih." jawab jelita dengan wajah jengkel.

"Disini bos nya kan elo, gimana sih, berarti elo yang banyak duit."

"enak aja, udah sono bayar."

Terdengar desahan panjang dari mulut Rey.

"Iya..iya.. Nyonya."

"Dasar lo, gw tunggu di depan ya." Rey mengangguk dan berjalan menuju kasir sedangkan Jelita berjalan ke arah pintu keluar gerai dengan membawa belanjaannya.

"langsung pulang?" tanya Rey ketika mereka sudah berada di dalam mobil.

"Iyalah.. lo anterin gw."

"Kenapa lo ga bawa mobil sih?"

"Biar lo anterin gw pulang."

"Dasar lo, ga cukup kasih gw kerjaan banyak, masih nyuruh gw jadi supir lo,"

"Bawel banget sih lo, kog jadi kesannya ga ikhlas gitu ya?." Kata Jelita dengan nada mencibir.

"Bawel-bawel gini gw sodara elo, gw ingetin kalo lo lupa, ikhlas lahir batin gw mahh"

"Helah, tukang drama, dah ayo anterin gw pulang." Rey, geleng-geleng kepala sambil menyalakan mesin mobilnya.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang, jalanan lumayan lengang karena memang belum waktunya jam pulang kantor, selama perjalanan mereka selaalu bercanda ria, bak pasangan yang bahagia, mungkin jika ada yang melihat banyak dari mereka akan mengira, bahwa mereka adalah pasangan kekasih, walau kenyataannya mereka berdua adalah saudara sepersusuan. setelah menempuh setengah jam perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah besar milik Danil.

Mobil yang dikendarai Rey dan Jelita sampai dihalaman rumah mewah tersebut, Jelita melihat mobil Ronald masih terparkir disana, itu berarti Ronald masih berada di rumah besar tersebut.

"Rey, kayaknya Ronald masih disini deh, Tuh, mobilnya masih ada." Kata Jelita sambil menuju ke arah mobil sport berwarna merah yang terparkir tak jauh dari mobil Rey berhenti."

"Ga papa, sebenarnya tadi gw miting sama dia, tapi gw pura-pura ga kenal, padahal jujur gw pengin ngrasain punya kakak."

"Sabar ya Rey, suatu saat lo bakal ngrasain, kita berjuang bareng, kita juga doakan mereka supaya lekas sadar dan kembali ke habitatnya."

"Dih,, lo kata hewan, habitat??"

"Udah ah, yuk turun."

"Ga lah gw langsung balik kantor aja deh, kerjaan masih banyak."

"Ya udah kalo gitu, hati-hati ya." Kata Jelita langsung turun dari mobil Rey.

"Eh, Rey.. salam buat nyonya dan tuan Sanjaya ya.."

"ckckkckk.. mereka ortu lo, sayanggggggg." Jelita tertawa mendengar kata-kata dari Rey.

"Dah, gw balik.. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Makasih Rey." Rey menjawab dengan acungan jempol dan menjalankan mobil keluar dari halaman. Jelita masuk kedalam rumah dengan masih tersunging senyuman dibibirnya.

"Diantar siapa kamu, sampai senyum-senyum gitu." Jelita terjingkat kaget mendengar suara yang dia kenal.

"Maaf, tapi kita sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan kita masing-masing, jadi tak perlu kamu tahu aku pulang sama siapa?" Jawab jelita tak kalah dingin.

"Aku hanya memperingatkan kamu, bahwa kamu istriku, aku tak mau ada yang melihatmu jalan dengan laki-laki lain, nanti apa orang di luar sana, istri seorang Danil mahendra selingkuh, aku tak mau reputasiku hancur karena kamu."

"Mungkin kau lebih takut kalau kedok mu yang seorang gay terbongkar, jangan menyudut kan aku untuk kepentingan pribadimu." Jawab Jelita sambil melangkah menuju kamarnya. Sedangkan Danil mengepalkan tangannya menahan amarah.

"

avataravatar
Next chapter