22 Kedatangan keluarga Sanjaya

Ponsel di atas nakas berbunyi berulang kali, Jelita mencoba meraih benda pipih itu namun tangannya kalah cepat dengan tangan Danil yang telah meraihnya terlebih dahulu, sedikit kesal karena ada yang menganggu tidurnya. Kekesalan Danil langsung hilang ketika melihat nama si pemanggil. Papa Calling... Danil memberikan ponsel di tangannya pada Jelita.

"Assalamualaikum, Papa.."

"Waalaikumsalam, sayang, Maaf kalau papa menganggu karena menelponmu pada jam segini."

"Tidak apa pah, sebentar lagi juga subuh." Jelita melirik jam di atas nakas, pukul 04.00.

"Papa baru saja sampai di rumah, kata Rey, Ronald masuk rumah sakit, jadi papa dan mama mau menjenguknya, apa kamu mau ikut?"

"Tidak pa, Jelita tidak bisa ikut, Jelita harus ke kantornya Rey, untuk sementara waktu Rey akan menggantikan Ronald, dan aku akan memback up pekerjaannya Rey."

"Ow begitu, ya sudah kau dan Danil baik-baik saja kan?"

Jelita melirik ke arah Danil yang masih memejamkan mata dan memeluk dirinya dengan erat.

"Papa tidak perlu khawatir, kami baik-baik saja."

"Syukurlah kalau begitu, Papa tutup dulu telponnya, jangan tidur lagi sebentar lagi subuh, nanti ketinggalan subuh kalau kamu tidur lagi, Assalamualaikum.

"Iya pah, waalaikumsalam."

"Mas Danil, geser dikit napa, sempit nih, tuh dibelakang Mas Danil masih luas kayak lapangan bola."

Danil mengeser tubuhnya dan tubuh Jelita sekaligus tanpa melepas pelukannya.

"Mas Danil yang bener aja sih, aku ga bisa napas kalau meluknya kayak gini."

Sedikitpun Danil tak membuka matanya, namun gerakan Danil cukup membuat Jelita menjadi kesal. Bayangkan saja dalam posisi mata terpejam Danil malah menghujami Jelita dengan ciuman-ciuman ringan di bibir Jelita berulang kali. kemudian kembali mengeratkan pelukannya pada Jelita.

Jelita meraih bantal guling disampingnya dan ia gunakan untuk memukul tubuh Danil.

"Aduh!! Sakit!..Sakit! Ampun!! Ampun!! Istrik!Sholehanya Mamas Danil!!Ampun!"

"Lagian mas Danil begitu."

"Begitu gimana?" Kata Danil yang kini duduk di samping Jelita sambil mengelus lengannya yang terkena amukan guling dari istri mungilnya.

"Tuh Udah Adzan ayo sholat."

"Jawab dulu begitu gimana." Danil terus saja menggoda Jelita hingga Jelita masuk ke dalam kamar mandi, Danil masih terkekeh melihat tingkah istrinya.

---------------

Rey mengambil sajadah dari dalam tas ranselnya, Dia bersiap untuk sholat subuh, baru saja dia hendak membaca niat, dia menengok ke arah Ronald yang sedang menatapnya.

"Kakak mau ikut sholat?" Ronald tidak menjawab, dia hanya menunduk dan tetap diam.

"Ayo kita sholat bareng kak."

Ronald mengangkat wajahnya.

"Boleh?"

"Ya boleh lah kak, justru harus, sholat itu kewajiban setiap muslim."

"Tapi aku sudah lupa bacaan sholat."

"Lupa bisa diingat-ingat lagi, kalau ga bisa kita belajar lagi."

"Tapi bagaimana aku berwudhu, aku saja tidak bisa berjalan."

"Kakak tayamum aja, biar aku bantu."

Rey dengan telaten mengajari kakaknya cara bertayamum, setelah itu Rey menganti baju kakaknya dengan baju yang bersih, memakaikan kopiah kecil dikepalanya. Ronald hanya menuruti semua perlakuan adiknya, Kemudian mereka berdua sholat subuh berjamaah.

"Rey.."

"Ya kak."

"Berapa lamu kamu tinggal dipesantren?"

"Sejak aku masuk kelas 1 SMP hingga lulus kuliah tahun lalu."

"Kenapa kak?"

"Keluarga angkatmu yang memasukkanmu ke pesantren?"

"Iya kak, tapi aku sendiri yang mau, aku ingin menjaga adik angkatku makanya kami berdua sama-sama dimasukkan ke pesantren, tapi aku bersyukur dengan begitu aku terhindar dari pergaulan yang negatif."

"Ya, kamu benar, kakak malu sama kamu, harusnya kakak yang membimbingmu dan menjagamu bukan malah sebaliknya."

"Sudahlah kak, kita berdua saudara sudah seharusnya kita saling menjaga dan saling mengingatkan satu sama lain demi kebaikan bersama."

"Oya kak, nanti keluarga angkatku akan datang kesini, mereka ingin menjenguk kakak."

"Jam berapa mereka akan datang?"

"Katanya sih pagi, sekalaian antar sarapan buat Rey katanya, mereka juga kangen sama Rey, kan udah beberapa minggu mereka pergi keluar kota untuk mengurus bisnis mereka."

"Mereka pasti sangat menyayangimu."

"Ya, aku juga sangat menyayangi mereka, aku juga sangat menyayangi adik angkatku, walau kadang dia suka jahil."

"Masa adik angkatmu jahil, katanya dia sangat manis."

"Manis kalau lagi ada maunya he... becanda kak."

"Kamu tidak jatuh cinta pada adik angkatmu, kalian kan sering bersama."

"Mungkin aku akan jatuh cinta sama adik angkatku jika tidak mengingat bahwa kami saudara sepersusuan, karena sudah tentu haram bagi kami untuk menikah."

"Sepersusuan?"

"Ya, waktu aku diberikan pada keluarga Sanjaya, aku kan masih harus minum asi, dan kebetulan adik angkatku juga masih minum asi, akhirnya kami berdua berbagi asi dari ibu yang sama."

"pantas saja badanmu jangkung, ternyata kamu kelebihan asi hahahaha.." Ronald tertawa terbahak.

"Dasar kakak Jahanum, harusnya kakak bersyukur adikmu ini ga kekurangan asi, bukannya malah diketawain, sebentar kak hapeku berbunyi.

"Assalamualaikum Jeli."

"Waalaikumsalam, Rey lo ga usah ke kantor hari ini ga apa-apa, biar kantor gw yang urus, lo bantu kak Ronald saja, gw juga sudah minta ijin sama mas Danil, kalau gw akan menghandle kerjaan lo sementara waktu, oya papa sama mama katanya mau kesitu."

"Ya, Papa sudah telpon gw tadi, ya udah lo hati-hati ke kantor, bawa mobil sendiri apa di antar sopir?"

"Di antar sopir, gw ga boleh bawa mobil sendiri, dasar emang tuh laki, takut kali gw kabur."

"Ya lah, kalo lo kabur susah nyari gantinya, lo kan limited edition, hahahaha"

"Lo kata gw barang, ya udah gw mau siap-siap, Lopyu Rey."

"Lopyu tu Jel, kalo jalan hati-hati takut nginjak semut."

"Heelah, segala semut aja lo urusin. dah ah.. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Rey tersenyum lebar sambil geleng-geleng kepala, adik angkatnya ini memang kelewat ngegemesin, untung jauh kalo deket habis tuh pipi di cubitin Rey.

"Siapa yang telpon? sampai senyam senyum gitu, pacar kamu ya?"

"Aku ga punya pacar, bisa di kepret sama si Jeli kalo ketahuan pacaran, pinginnya langsung nikah aja nanti."

"Kenapa ga pacaran, kan biar saling mengenal dulu."

"biarkan Allah yang mengenalkan kami kak, lagi pula aku takut khilaf."

Mereka sedang asik bercanda, ketika terdengar suara seseorang mengucapkan salam, dan Rey sangat hafal suara itu, suara yang sudah ia dengar sejak bayi hingga saat ini.

"Assalamualaikum."

"Itu suara mama kak, aku buka pintu dulu ya." Ronald mengangguk dan Rey segera membukakan pintu. Terlihat sepasang pria dan wanita paruh baya di depan pintu, seketika senyum Ronald meredup, Rey mencium tangan kedua orang tua angkatnya bergantian dan juga memeluk mereka, satu lagi kebiasaan Rey mencium pipi mamanya.

Jantung Ronald berdebar kencang, banyak pikiran negatif bergelayut didalam otaknya, hatinya mulai khawatir, bagaimana jika kedua orang tua Rey tahu kalau dia berusaha membunuh putrinya? dalam hati Ronaldpun tercuat penyesalan, bagaimana jika Rey dan orang tua angkatnya tahu bahwa dia berusaha menghancurkan putrinya? Pasti mereka akan membencinya, begitu juga dengan Rey, dia akan kehilangan adik kesayangannya. begitulah otak Rey bermain-main dengan hatinya.

Dan ketika kedua orang tua itu masuk betapa terkejutnya mereka, ternyata Ronald kakaknya Rey adalah Ronald teman Danil, menantunya.

"Kamu Ronald, temannya Danil?" Tanya Mamanya Rey

"I..i..iya tante."Ronald benar-benar gugup, jika dia tidak ingat kata Rey untuk bertobat, mungkin dia memilih mati saat ini.

"Kenapa bisa kebetulan seperti ini?"

"Bukan kebetulan ma, tapi takdir Allah."

"Oya bener, pinter solihnya mama ini." Kata sang mama sambil mengusap lengan Rey.

"Maaf ya nak Ronald, kami baru sempat menjenguk sekarang."

"Tidak apa-apa pak."

"Panggil saja papa sama seperti Rey." sungguh Ronald tak mengira jika sambutan keluarga Sanjaya akan sehangat itu padanya. Dia semakin merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan pada Jelita.

"Rey, mama bawa makanan kesukaan kamu, Semur Daging spesial dengan resep cinta bikinan mama, Ronald kamu juga harus makan, biar kamu tahu masakan mama tu enak, biar mama yang suapin kamu, Rey siapkan makanannya, papa juga belum sarapan, katanya ingin sarapan sama anak bujang papa."

"Oke, ayo pah kita duduk disofa saja, biar mama duduk didekat kak Ronald."

"Maaf kak, kali ini aku mau makan sendiri, kamu makan sama mama saja, hati-hati makan semur dagingnya nanti kamu ketagihan."

Ronald tersenyum cangung, dia tidak biasa makan bersama dengan banyak keluarga, selama ini hanya dengan ayahnya, itupun jika keduanya tidak sibuk. Ronald melihat ke arah adiknya yang mulai memakan makanannya.

"Buka mulutmu nak?" suara itu begitu lembut dan merdu di telinga Ronald. kemudian dia membuka mulutnya dan menerima suapan dari mama angkat adiknya, tanpa dia sadari air matanya menetes haru dengan perlakuan keluarga angkat adiknya itu.

"

avataravatar
Next chapter