7 Innocent

Danil berlari kecil menuruni tangga yang setengah melingkar di rumahnya, di depan aquarium besar berdiri sosok pria berbadan tegap sedang memandangi ikan yang berkejaran di dalam aquarium besar tersebut, kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celana. sungguh fisik yang sempurna dan tak akan ada orang yang menyangka jiwa didalamnya.

"Hai, ayo keruang kerjaku." kata Danil mengagetkan Ronald yang bahkan tidak tahu kedatangan Danil, dan tiba-tiba tubuhnya sudah diseret paksa masuk kedalam sebuah ruangan yang cukup luas tapi terdapat banyak buku-buku disana. Ada sebuah meja dan dua kursi yang menghadap berlawanan, disisi ruangan yang lain, ada satu set sofa, satu sofa panjang dan tiga sofa single, ditengahnya ada meja kecil yang berbentuk persegi dengan bunga kecil diatasnya. Rak-rak buku berjajar rapi disetiap pinggir ruangan tersebut.

"Kenapa kau menarik tanganku, kau kira aku ini sapi?" kata Ronald histeris.

"Bukan seperti itu, aku ingin lekas membahas sesuatu denganmu,"

"Oke, sekarang katakan apa yang ingin kamu bahas."

"Rencana kita gagal, Jelita masih hidup dan bahkan dia baik-baik saja, bahkan tadi aku mengintip ke kamarnya, tidak ada barang yang rusak atau jejak perkelahian semacamnya."

"Apa kau sudah menghubungi anak buahmu?"

"Mereka semua tak dapat di hubungi, bahkan aku menyuruh anak buahku yang lain untuk mencari keberadaan mereka tapi hingga kini belum ada kabar."

"Kalau begitu kita gunakan cara yang lain saja, bagaimana?"

"Cara yang lain?" Kemudian Ronald membisikkan sebuah ide ke telingga Danil.

"Oke, kita coba cara itu."

"Ngomong-ngomong kau tidak ke kantor? tanya Danil.

"Kekantor, selesai meting aku langsung kemari, aku merindukanmu." Jawab Ronald sambil memeluk tubuh Danil dari belakang, Danil yang sedang menuangkan minuman untuk mereka berdua hanya tersenyum mendapat perlakuan manis dari kekasih gaynya tersebut.

"Bukan kah baru tadi pagi kita berpisah, bahkan ini belum ada satu hari sayang, Danil membalikkan tubuhnya hingga kini berhadapan dengan Ronald, satu tangannya terangkat keatas memegang Dagu Ronald, dan perlahan menariknya kearah bibir Danil, dan mereka menyatukan kedua benda kenyal tersebut hingga melambungkan hasrat keduanya. Danil menahan tengkuk Ronald agar ciumannya semakin dalam sedangkan Ronald merapatkan tubuhnya ke tubuh Danil dan mengeratkan pelukannya. Bibir mereka saling melumat, menghisap disertai desahan yang semakin menggetarkan gairah keduanya.

"Ups..Sorry!!" kata Jelita sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Dia memang sengaja tidak mengetuk pintu terlebih dahulu, dia hanya ingin tahu apa yang dilakukan pasangan gay tersebut, dan tebakannya benar, 'bermesraan'. Walau sebenarnya Jelita merasa jijik melihat adegan itu tapi dia segera dapat menguasai dirinya. Dan kembali berkata dengan santai.

""Maaf, aku lupa mengetuk pintu, itu.. aku hanya ingin bilang kalau makan siang sudah siap, tapi aku tidak bisa makan dengan kalian, aku minta ijin mau ke mall ada sesuatu yang harus aku beli." kata Jelita dengan menundukkan wajahnya.

"Pergilah." Jawab danil singkat.

"Assalamualaikum."

"waalaikumsalam."Jawab Danil.

Danil kembali mengarahkan pandangannya ke arah Ronald setelah tadi berbalik untuk mengetahui siapa yang telah merusak moment intim mereka berdua.

"Kita makan?" Tawar Danil.

"Oke, tapi nanti kita lanjut lagi ya."

"Dengan senang hati." Jawab Danil dan mengecup bibir Ronald sekilas.

*******

Sekeluarnya dari kamar Danil, Jelita tak henti-hentinya beristighfar, sambil mengelu-elus dadanya, walau hal seperti itu sudah dia perkirakan sebelumnya, tapi ternyata hatinya tak benar-benar kuat untuk melihat adegan tersebut didepan matanya. Jelita langsung menuju kamarnya duduk sejenak diatas ranjang, sekedar menenangkan dirinya sendiri, beberapa menit kemudian dia beranjak mengambil tas pungungnya dan keluar dari kamarnya, tanpa menengok kekanan kekiri dia menatap lurus ke arah pintu keluar berada, sungguh untuk saat ini Jelita tak ingin melihat wajah kedua laki-laki menjijikkan itu, namun rupanya nasib baik belum berpihak padanya, karena tak sengaja justru dia bertemu dengan Danil dan Ronald yang hendak keruang makan. Jelita masih punya sopan-santun dan dia tau betul hak dan kewajiban seorang istri, maka dengan berat hati dia melangkah ke arah Danil, mengambil tangan kanan Danil secara paksa kemudian menunduk untuk mencim tangan itu.

"Saya pergi dulu mas, Assalamualaikum." Jelita berpamitan.

"Hm." Danil menatap kepergiannya Jelita, terkadang Danil tak habis pikir bagaimana mungkin Jelita menerima untuk menikah dengannya, walau Jelita sudah mengatakan mungkin karena uang tapi Jelita bukanlah berasal dari keluarga yang kekurangan, Tapi Danil berusaha mengacuhkan rasa penasarannya yang penting sekarang tidak ada orang yang akan menganggapnya gay, termasuk keluarga besarnya yang sudah curiga dengan keintiman antara dirinya dan Ronald, bahkan sebelum ibunya meninggalpun sempat menanyakan apakah dia seorang gay atau bukan. tentu saja pada waktu itu Danil tak mengakui bahwa dia memang gay, mana bisa dia melihat ibu yang sangat dia sayangi kecewa karena nya. walau tanpa Danil ketahui bahwa ibunya telah mengetahui kebenaran tentang dirinya.

avataravatar
Next chapter