4 Penyambutan Calon Suami

Di kediaman sebuah rumah mewah yang ada di kawasan pusat kota Bali telah di sibukkan dengan acara besar - besaran menyambut kedatangan calon suami Amira yang baru saja terbang dari Cambridge. Itulah yang semua orang pikir termasuk sang kakek, Tanzel.

Padahal yang sebenarnya terjadi Louis sudah berada di Indonesia dari satu minggu yang lalu dan catat ya! Bahwa dia ini bukan calon suami sungguhan akan tetapi pura - pura.

Di usianya yang tak lagi muda Tanzel masih saja terlihat tampan begitu juga dengan tenaganya juga masih sangat prima karen setiap pagi dia masih rajin berolahraga. Seolah tidak mengenal kata lelah Tanzel terus saja beraktifitas mengatur persiapan jamuan makan malam. Baginya semua harus perfect terlebih ini penyambutan calon suami cucu kesayangan dan juga pewaris tunggal seluruh kekayaan TANZEL GROUP.

Amira mendesah lelah bermanjakan Tanzel yang terus saja berjalan mondar mandir mengecek apakah semua pelayan menjalankan perintahnya dengan baik atau tidak.

"Sayang, jangan duduk saja di situ. Kemarilah!" Pinta Tanzel. Yang di panggil langsung mendekat ke arah sang kakek. "Lihatlah apakah semua ini sudah perfect atau masih ada yang kurang?"

Hembusan nafas berat mengiringi deru nafas Amira bersamaan dengan itu dia menjelaskan pada Tanzel bahwa tidak perlu berlebihan. Toh, ini hanya acara makan malam biasa.

"Tidak boleh ada yang biasa -biasa saja Amira selama itu berhubungan dengan Putri Tanzel. Penyambutan kedatangan calon sumi-mu ini harus benar - benar perfect."

"Calon suami pura - pura saja kok di sambut sampai semegah ini." Lirih Amira tapi sial karena Tanzel masih mampu mendengarnya meskipun samar - samar. "Kamu bilang apa barusan?" Tanyanya berpadukan sorot mata menajam, dan Amira paling takut bila sang kakek sudah seperti ini.

"Em, tidak ada. Amira tidak ngomong apa - apa. Kali aja Opa salah dengar kan di sini banyak pelayan. Bisa saja para pelayan yang saling berbincang tapi ngiranya Amira. Iya kan?" Sembari mengerling genit coba mengelabuhi Tanzel, akan tetapi sang kakek tetap saja menatapnya dengan tatapan tajam.

Seketika bulu roma meremang bersamaan dengan itu di peluknya sang kakek berpadukan kecupan di kedua pipi. "Jangan menatap Amira seperti itu Opa. Amira ini bukan penjahat yang hendak di adili." Rajuknya dengan manja.

"Apa kau takut dengan Opa-mu ini, Amira?"

"Tentu saja. Siapa yang tidak takut dengan Tuan Tanzel? Semua orang takut termasuk Amira."

"Oh, sayang ku. Kemarilah!" Merentangkan tangan supaya cucu kesayangan berhambur ke dalam pelukan. Kini, di peluknya tubuh Amira dengan sangat erat berpadukan kecupan sayang.

Waktu berputar sangat cepat dan inilah saat yang paling di tunggu pria gagah berwajah tampan sedang memasuki ruang makan dengan Amira di sisinya yang terlihat sedang mengalungkan tangannya pada lengan kekar.

Malam ini Louis terlihat sangat tampan berbalut kemeja biru berpadukan tuxedo dan dasi kupu - kupu yang semakin menambah ketampanannya berkali - kali lipat. Begitu juga dengan Amira yang berbalut dress warna biru tanpa lengan yang panjangnya menjuntai hingga ke lantai juga menambah kecantikannya berkali - kali lipat hingga seorang Louis di buat tak berkedip.

"Selamat datang di kediaman Tanzel, Tuan Louis." Ucap Tanzel dengan suara khas yang mendominasi.

"Terima kasih, atas undangan makan malamnya, Tuan Tanzel. Ini suatu kehormatan bagi saya."

"Duduklah!"

Amira yang sadar bahwa kursi Yoza kosong segera menanyakan kepada kakek nya kemana perginya sang ayah kenapa belum juga sampai?

"Papa di sini sayang." Suara bariton yang datang secara tiba - tiba telah menyentak Amira begitu juga dengan Louis sehingga langsung menolehkan wajahnya ke arah sumber suara tersebut berasal. Seketika tatapan keduanya bermanjakan senyuman khas mengukir di bibir kokoh bersamaan dengan itu langkah kaki semakin mendekat. "Maaf, karena sudah membuat Putri kesayangan Papa ini menunggu lama." Berpadukan kecupan hangat pada puncak kepala. "Amira juga baru sampai kok Pa."

"Yoza, duduklah! Tidak baik membuat tamu kita menunggu lama." Perintah Tanzel berpadukan suara lirih namun penuh perintah tak terbantahkan.

Saat ini mereka langsung menikmati hidangan makan malam. Semua orang memanjakan lidah dengan kelezatan masakan Bi Ayu namun hal itu berbeda dengan Louis. Dia yang tidak terbiasa menyantap masakan Indonesia merasa asing. Menyadari akan hal itu Amira langsung mendekatkan wajahnya berirama bisikan. "Maaf ya kamu pasti terkejut dengan semua hidangan yang tersaji di meja makan ini. Setelah pulang dari sini kita akan mampir dulu ke restaurant."

"Tidak masalah Amira. Tidak buruk. Aku akan mencobanya."

"Really?"

"Tentu. Kenapa tidak."

"Oh, thank you Louis."

"You're welcome Amira."

Tanpa mereka berdua sadari Tanzel dan juga Yoza terus saja meliriknya sembari menyungging senyum bahagia. Tatapan keduanya menyirat penuh makna bersamaan dengan itu membimbing Amira dan calon suami nya ke ruang santai supaya Louis bisa lebih akrab dengan keluarga Tanzel.

Di sini Louis memainkan perannya dengan sangat bagus sehingga Tanzel maupun Yoza tidak ada yang menaruh curiga sedikit pun.

Kelegaan terpatri jelas mengukir di wajah Amira dan hal itu tidak lepas dari pengamatan Louis. "Akhirnya ya. Tadinya aku sangat takut kalau Opa dan Papa sampai curiga." Lalu menolehkan wajahnya hingga beradu tatap dengan iris biru yang selalu menyilau hangat. "Terima kasih ya kamu sudah banyak membantuku."

"You're welcome Amira." Berpadukan kerlingan mata. Tak ayal Amira mangumpat kesal. Bisa ga sih ga usah bersikap genit gitu. Dasar menyebalkan!

"Jangan cemberut gitu dunk ntar cepat tua loh." Sembari mencubit gemas pipi Amira yang langsung di hadiahi pelototan. "Jangan menatap saya seperti itu Amira. Kamu ini ga takut apa bola mata mu melompat keluar, hum." Beriringan dengan itu dia melangkahkan kaki meninggalkan Amira yang masih saja berdiri mematung berselimut rasa kesal pada sikap Louis yang menurutnya sangat menyabalkan.

Saat ini Louis sudah bergabung kembali dengan Tanzel dan juga Yoza sementara Amira ...

"Oh, iya mana Amira?" Tanya Tanzel. Yoza langsung menyahut palingan lagi di kamarnya. Lalu tanpa sengaja ekor matanya menangkap siluet cantik yang sedang berjalan mendekat. "Nah, itu dia yang di omongin datang. Kemarilah sayang!" Pinta Yoza sembari menepuk sofa kosong di sebelahnya. "Pa, Amira pulang dulu ya sama Louis. Besok kan harus ke kantor. Ada janji meeting jam sepuluh pagi dengan Pak Wayan dari PT. SLIPI UNPETINDO." Bohong Amira karena dia tahu perbincangannya ini hanya akan mengarah ke pernikahan dan dia harus menghindari hal itu.

"Sebentar lagi sayang baru juga jam sembilan malam."

"Tapi Pa, Amira lelah dan ingin langsung istirahat."

"Ya sudah kalau memang Amira lelah jangan di paksa. Biarkan saja dia pulang." Nasihat Tanzel.

Tanpa menunggu lama Amira langsung berpamitan untuk kembali ke rumahnya namun langkah kaki terhenti oleh lengkingan suara yang hampir saja memecah gendang telinga.

"Inem, pelankan suara kamu!" Bentak Amira sementara yang di bentak cengar cengir ga jelas.

"Sorry, sorry, Non Amira. Suara Inem berisik ya?"

"BUKAN LAGI!"

"Iya deh, sorry. Habisnya Inem seneng banget di kasih tahu sama Tuti bahwa Non Amira sudah balik dari Cambridge. Inem tu buru - buru balik dari kampung lho Non nah sampai sini si Non ga ada. Eh ga tahunya di rumah Tuan besar jadi ya Inem susul kan Inem kangen, Non."

Inem yang masih saja nyerocos ga jelas langsung di jitak oleh Amira sembari terus melangkahkan kaki menuju mobil kesayangan. "Biar aku saja yang bawa mobilnya. Kamu duduk manis saja. Okay." Sembari mengerling genit.

Sabar Amira, sabar. Toh lama - lama kamu juga akan terbiasa dengan sikap Louis. Dewi dalam hatinya berbisik lembut.

Sepanjang jalan Louis tampak fokus pada jalanan di depannya meskipun beberapa kali mencuri pandang. Amira tampak membuang wajah pada jalanan coba menikmati pemandangan. Namun, yang sebenarnya terjadi dia tidak sedang menikmati pemandangan melainkan tenggelam dalam lamunan.

Entah sudah berapa lama tenggelam dalam lamunan yang jelas mobil yang membawanya pergi melaju dengan kecepatan tinggi membelah pusat kota Bali hingga tak lama kemudian memasuki halaman rumah yang sangat besar nan mewah.

"Kita sudah sampai." Namun Louis di kejutkan dengan pemandangan di depan mata bermanjakan wajah cantik yang sedang tertidur pulas. Kecantikan seorang AMIRA ANINDITA TANZEL sangat memikat, dan mampu meluluhkan setiap mata memandang terlebih ketika sedang tertidur pulas. Aura dingin mencekam tak lagi menyelimuti wajahnya. Kini, bergantikan wajah teduh penuh kedamaian.

Entah sudah berapa lama Amira tertidur pulas yang jelas Louis tidak tega jika harus membangunkannya. Lalu apa yang harus di lakukannya sekarang? Membawa Amira ke hotel atau menunggu sampai Amira bangun? Kalau menungguinya sampai bangun, terus mau berapa lama hanya berada di depan pagar menjulang tinggi ini? Yang ada malah memancing tanda tanya warga sekitar.

Hembusan nafas lelah mengiringi deru nafas Louis. "Rumah semewah dan sebesar ini masak iya ga ada security nya sih. Amira ini ga mampu apa bayar security." Kesal Louis.

Tidak mau hanya berdiam diri akhirnya di lajukannya kembali mobil tersebut dengan kecepatan tinggi menuju tempat yang seharusnya, menuju tempat yang akan membuat Amira tidur dengan nyaman.

...

Next chapter 💕

avataravatar
Next chapter