23 Tiga Puluh Dua

Satu minggu setelah di tinggal Abdi suaminya itu Mega tak pernah mendapatkan telpon atau kabar apapun dari suaminya itu, kegelisahan mulai terasa tapi dia mau menunggu sampai kapan libur sekolah sudah hampir berakhir dia harus kembali sendiri ke kota atau menunggu suaminya menjemput tapi tak ada info atau kabar apapun dari suaminya itu.

Mega bolak balik di kasurnya karena gelisah baru saja di mendapatkan telpon dari pak Zikri bahwa dia harus segera mengurus pencairan dana triwulan ke II yang artinya hal itu membuat Mega harus kembali kekota sebelum waktunya.

Mega mulai menimbang-nimbang apakah dia pulang saja tanpa menunggu suaminya itu tapi lelaki itu sudah berjanji akan menjemputnya jika dia sudah selesai dengan urusannya.

Ini sudah satu minggu bahkan sudah berjalan hampir delapan hari lelaki itu tidak ada sama sekali memberinya kabar apapun.

Hari ini gerimis membasahi bumi, semua orang malas untuk keluar rumah karena mendung di sertai gerimis. pohon-pohon padi sejauh memandang aliran air terdengar sejuk, sungguh damai fikiran ketika berada di desa mengobati sedikit lelah akibat bekerja.

Mega memndang keluar jendela terlihat hamparan padi yang mulai menguning si sertai gerimis di pagi itu. Dia merasakan rindu yang amat sangat ketika memandang hamparan padi yang menguning. Dulu dia sering membantu ayah dan ibunya ketika musim panen padi tiba dengan hati yang riang diam mengikuti langkah ibunya sambil membawa bakul nasi untuk bekal istirahan. Kini waktu itu tak sama lagi dengan yang dulu ada senyum penuh irone yang mengembang di wajah Mega dia rindu hidup tenang di sini.

"ngelamun apa mba? " kata Desi yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Mega bahkan dia tidak tau kapan adiknya itu masuk kekamarnya.

Sekilas Mega memandang adik perempuannya ini dan dia kembali fokus pada hamparan padi di ujung sana.

"mba rindu suasana seperti ini" sahut Mega di tengah kesunyian ketika Desi juga ikut memandang ke kejauhan.

"Siapapun pasti rindu mba, bahkan Refi berencana pulang dari pesantren setelah tau mba pulang" sahut Desi, benar Mega juga rindu dengan adik kecilnya itu dulu adik kecilnya itu sangat malas di minta untuk melanjutkan kepesantren saja ketimbang dia selalu bolos ketika masih sekolah SMA di kecamatan.

"apa kabar Refi? " tanya Mega sumringah ketika mendengar adik laki-laki itu akan pulang.

"toh dia sudah pulang, tadi Desi kesini mau kasi tau mba kalau Refi sudah pulang"

"benarkah? "

"iya"

"mba Mega curang... ngak rindu sama aku sama sekali nih" tiba-tiba suara khas yang di rindukan Mega itu terdengar. Ternyata Refi sudah berdiri di ambang pintu dengan baju koko sederhannya serta kopiah putih khas anak pesantren. Terakhir kali Mega bertemu dengan adik laki-lakinya ini ketika pernikahannya dulu setelah itu adiknya fokus di pesantren pulau jawa.

"rindu lah" sahut Mega sambil berjalan cepat ke arah adiknya itu. Dulu Refi sedikit hitam karena sering membantu ayah di ladang tapi sekarang sudah tambah putih dan juga tampan. Pelukan hangat Mega berikan untuk adiknya itu..

"sudah hafal berapa juz dek? " tanya Mega ketika pelukan itu sudah terlepas. Refi memberikan senyuman terbaiknya, lelaki tampan di deoannya ini semakin manis saja.

"alhamdulillah sudah nambah dua juz dari terakhir yang Refi ceritakan" sahutnya

"bearti sudah lima Juz dong" jawab Mega dia tidak dapat menyembunyikan kebahagiannya ternyata adiknya bisa di andalkan untuk menghafal wahyu Allah.

"alhamdulillah mba senang mendengarnya" kata Mega lagi

"mba Desi bagaimana kabar ponakan kecil aku? " tanya Refi ketika mengalihkan pandangannya kepada kakak perempuan yang yang satunya.

"baik, mau ketemu sama dia? " tawar Desi

"boleh mba"

Mereka semua berjalan menuju kamar Desi melihat bayi itu. Terlihat bayi itu tidur dengan nyenyak seolah alam mimpi sangat menyenangkan.

***

Setelah bertemu dengan Mega dan membahas panjang lebar kenapa dia sampai mengakhiri hubungannya dengan Dhea yang memang tidak bisa di paksakan jika Dhea masih tidak bisa merubah sifatnya apalagi Dhea begitu membenci keberadaannya Mega di sekeliling Faris.

Siang itu Faris memutuskan untuk memantau pembangunan hotel yang ada di Banjarbaru, setelah pulang dari dari sana dia memutuskan untuk berhenti sebentar di sebuah toko buku yang memang dari dulu menjadi langanannya.

Memasuki toko itu mata Faris menelisik rak rak buku yang berjejer dengan rapi dia sedang mencari beberapa buku tentang Bisnis. Setelah beberapa rak akhirnya Faris menemukan buku yang dia inginkan belum sempat buku itu di lihatnya dengan teliti arah matanya tertuju pada punggung seseorang yang sangat dia kenali dia adalah Dhea " untuk apa dia kemare" pikir Faris dengan langkah cepat lelaki itu mendekati perempuan yang di kenalinya.

"Dhea? " panggil Faris, terlihat kekagetan tercetak jelas di wajah perempuan itu dia mungkin bahkan tidak menyangka akan bertemu dengan Faris di sini. Tanpa pikir panjang Faris menarik tangan perempuan itu dan membawanya keluar dari toko.

"lepas! " rontaan putus asa yang di lakukan Dhea sepertinya percuma Faris tidak ada keinginan untuk melepaskan perempuan ini.

Setelah sampai di luar toko dengan sekuat tenaga Dhea menghempaskan tangannya agar Faris melepaskannya dan akhirnya genggaman itu terlepas, terlihat Dhea mengelus pergelangan tangannya yang sakit akibat cekalan Faris yang begitu kuat.

"ada apa denganmu? " tanya Dhea dengan emosinya.

"menyelesaikan urusan kita yang belum kelar" kata Faris berusaha untuk menahan emosinya..

"urusan apa lagi? aku tidak peduli kamu mau bicara apa yang jelas Mega harus sama seperti ku, sama-sama hancur"

"kapan kamu mau berubah dan meninggalkan kegilaan kamu ini" Saking gemasnya Faris sampai mengguncang kedua bahu Dhea.

"kamu meninggalkan ku Gara-gara dia, aku benci dia dari dulu" Dhea menghempas tangan Faris yang ada di kedua bahunya.

"sudah ku bilang aku membatalkannya bukan karena Mega, tapi karena kamu" Teriak Faris yang sudah tidak bisa di bendung lagi.

"aku tidak perduli itu" Dhea tak kalah emosi dia hampir menangis karena laki-laki ini.

"inilah yang membuat aku membatalkannya, meskipun kita menikah kamu akan tetap mengganggu hidup Mega, kamu akan tetap dengan sifat egois kamu itu, aku akan bawa kamu pulang kembali kepada kedua orangtua mu!"

"tidak, aku juga benci mereka. mereka jahat, mereka bukan orang tua ku. Kenapa selalu Mega yang beruntung dia di kelilingi oleh orang -orang yang menyayanginya. Sementara aku tidak, dia bahkan sangat di cintai oleh kalian sahabat-sahabatnya sementara aku tidak dan bahkan dia hidup tenang dengan suaminya sementara aku tidak. Dia selalu beruntung, selalu... selalu dan selalu. aku benci keberuntungannya" Rapuh Dhea terlihat rapuh di antara kekerasan hatinya dia terlihat rapuh, dia bahkan sakit hati melihat keberuntungan orang lain, air mata tak mampu dia tahan pertahanannya untuk tak menangis kini tak mampu dia menangis di depan Faris.

"aku hanya meminta sedikit keberuntungan Mega, yaitu kamu. aku begitu mencatai kamu tapi kamu bahkan tak peduli denganku" sambung Dhea lagi. Faris tak dapat mengatakan apapun dia bungkam seribu bahasa, dia bahkan bingung bagaimana Dhea bisa memiliki rasa cinta sedalam itu kepadanya.

***

avataravatar
Next chapter