5 Tiga Belas

Pagi itu suasana di rumah Mega cukup ramai karena keluarga dan sepupunya masih ada, tak ketinggalan Zikri juga ada ia menyempatkan pulang demi menghadiri pernikahan sepupunya tercinta itu ia rela cuti.

Zikri sebenarnya takut kena amukan ibunya jika ia tak mengambil cuti ketika Mega menikah.

Suasan di meja makan saat pagi itu sungguh ramai, celotehan sepupu yang kecil-kecil menambah raminya suasana. Zikri yang sedang asik menikmati makan paginya tak perduli keluarganya membahas tentang apa tapi saat pembahasan tentang kapan Zikri menikah hal itu sedikit mencuri perhatiannya.

Bu Uty berkomentar ketika Zikri seolah tutup telinga dengan rengekan ibunya yang bingun kenapa anak laki-lakinya tidak mau menikah juga.

"saya itu bingung dengan Zikri, dia itu di suruh menikah bilangnya nanti.. nanti.. selalu jawabnya nanti" kata Ibunya Zikri mengeluh ke pada adiknya yang bernama Uty yang tak lain adalah ibunya Mega.

"yang sabar ya kak, kamu dengarkan Zikri " kata Bu Uty

Zikri hanya melirik malas dan tetap malanjutkan makannya, sementara Mega iangin sekali berkomentar tapi ia tahan.

"tuh kan Dek Uty kamu lihat sendirikan, dia itu tidak perduli sama sekali" kata ibunya Zikri berkomentar lagi.

"mungkin lagi nunggui si dia siap ya mas? " celoteh Mega hal itu mendapat tatapan tajam dari Zikri, seperti biasa tatapn itu sedingin es sama ketika Abdi tak ingin di usik urusan pribadinya maka ia akan memeberikan tatapan tajam sedingin es.

"siapa? " tanya Ibunya Zikri penasaran dengan si dia yang di maksud oleh Mega.

Mega kaku seketika mendengar pertanyaan yang di lintarkan uwanya itu.

"Mega kurang tau " tawa Mega hambar sebenarnya ia mau bilang kalau Zikri itu sepertinya memiliki perasaan kepada Khayla hanya saja Mega belum menemukan titik terang dari rasa curiganya itu. Zikri itu tak pernah semarah apapun hasil pekerjaan orang lain yang di bawah bimbingannya tak akan semarah ketika ia berhadapan dengan Khayla.

"jangan sok tau kamu" seru Zikri dengan tatapan tak bersahabat dari wajahnya yang dari tadi tak ada senyum sedikitpun tapi nasi satu piring tandas ia habiskan.

Nyali Mega menciut ketika mendapatkan tatapan horor dari sepupunya yang terkenal dengan sikap dinginnya itu.

"Zikri apa benar itu? " tanya ibunya sekali lagi, tapi zikri tak perduli ketika ia sudah menyelesaikan makannya ia angkat kaki dari meja makan itu, hal itu membuat semua orang melongo bingung.

***

Hari ini adalah hari dimana waktunya Mega dan Abdi untuk pulang kembali ke kota tempat mereka bekerja. Mega mencium punggung tangan ibunya, ibu mertuanya dan ayahnya, Abdi juga melakukan hal yang sama.

Mega memberika pelukan hangat untuk uwanya yaitu ibunya Zikri, sementara Zikri tak terlihat berada di jejeran keluarga.

Mega juga memberikan pelukan hangat untuk adiknya yang tak lama lagi akan melahirkan, terlihat perut buncitnya yang sudah sangat membesar.

"nanti Kapan-kapan ke sini ya mba!" pinta Desi ketika pelukan Mega terlepas.

"itu pasti" tawa sumringah Mega yang ia tawarkan untuk adiknya yang makin hari makin gendut, terfikir oleh Mega apakah ketika ia hamil nanti juga akan gendut seperti adiknya. Membayangkan itu ia malah terwa sendiri, bagaimana mungkin ia bisa hamil sementara berdekatan dengan Abdi saja membuat ia sering sesak nafas.

"Mega pulang ya bu! " Izin Mega kepada ibunya yang dari tadi seperti tak rela melepaskan kepergiannya.

Seperti dulu ketika ia memutuskan untuk ke kota mencari kerja, ibunya juga enggan melepaskan ia pergi setelah mendapatkan penjelasan ringan ibunya mengizinkan ia untuk berkerja meski jauh di mata.

Abdi membawa tas Mega yang berisikan pakaian, cukup banyak Mega membawa baju karena ia mengajukan cuti lebih lama.

Abdi memasukkan tas itu kebagasi mobil dan membukakan pintu untuk Mega.

Setelah perpisahan yang meninggalkan air mata itu Mega diam seribu habasa ketika di dalam mobil milik Abdi, kesunyian seperti biasa yang mereka ciptakan padahal kehalalan sudah mereka miliki tapi kecanggungan masih ada membekas di diri mereka masing-masing.

Mobil itu berjalan dengan kecepatan sedang menuju kota intan dimana kisah mereka akan di mulai, dimana perjuangan dan mempertahankan rumah tangga yang belum mendasar akan cinta mencoba mereka selami pelan-pelan.

Mega sibuk memandang keluar jendela sepertinya dia sedang melamun, melihat deretan pohon-pohon di pinggir jalan. Adakalanya rumah-rumah yang mereka lewati berjejer dengan rapi.

Sementara Abdi sibuk di balik kemudinya ia mencoba untuk fokus tapu kadang-kadang ia sempatkan untuk melirik istrinya, Mega yang baru dua hari ia nikahi dan sekarang menjadi tanggung jawabnya.

"apakah diluar sana lebih menarik? " tanya Abdi tanpa ekspresi sama sekali arah pandangan matanya tetap lurus kedepan, Mega memalingkan wajahnya kearah Abdi dan ia membetulkan duduknya.

"sepertinya" sahut singkat Mega dan ia kembali fokus.

Mega mencoba menelaah fikirannya sendiri bagaimana ia akan membangun cinta dengan laki -laki sedingin Abdi tapi Mega masih harus bersyukur meskipun Abdi terlihat cuek dan tak ramah sama sekali Abdi masih memberikan sedikit perhatian untuknya.

"kamu laper? " tanya Abdi ketika istrinya itu diam kembali.

"iya" sahut singkat Mega

"kita berhenti di rumah makan saja" kata Mega lagi berujar.

"kamu tau rumah makan yang enak di daerah sini? " tanya Abdi lagi tapi ia masih tetap fokus di balik kemudinya . Mendengar itu Mega mengangguk antusias.

***

Mobil mereka berhenti di sebuah rumah makan sederhana tapi ramai pengunjungnya.

"kamu yakin kita akan kebagian makan disini, coba kamu lihat! " Abdi merasa tak nyakin karena rumah makan sederhana itu terlihat sangat ramai.

"sudah tidak apa-apa, aku akan ambilkan untukmu jika kamu tidak ingin berdesakan dengan pengunjung lain. ayo! " tarik Mega ke tangan Abdi, otomatis Abdi mengikuti langlah istrinya untu memasuki rumah makan sederhana itu. Mega meminta Abdi untuk duduk di tempat duduk yang agak pojok.

Saat Mega datang membawa dua nasi dan berbagai macam lauk yang mungkin Abdi suka, ia malah melihat kursi yang di tempati suaminya tadi kosong, Mega meletakkan nasi dan yang lainnya di meja. kepalanya sibuk mencari sosok suaminya tapi tak terlihat sama sekali. "Mungkin ia ke toilet" fikir Mega ia pun duduk menunggu suaminya. Dia antara kesendiriannya menunggu sementara orang lain silih berganti. Ada seseorang perempuan cantik menyapanya.

"hey.. kamu Mega kan? " Tanya perempuan cantik itu, mega menganguk tapi ia masih belum ingat siapa perempuan ini.

"ini aku sarah, satu kelas kamu waktu SMA"

"oo sarah " senyum sumringah Mega ketika bertemu teman lamanya.

"ternyata kamu makin cantik saja" puji Sarag sambil mencobit dua pipi Mega yang terlihat memang agak tembem.

"aduh" Mega merasakan sakit di kedua pipinya yang di cubit bersamaan oleh sarah.

"pipi kamu juga tembem banget, apakan kamu selalu makan hingga pipimu setembem ini"

Cukup sulit Mega menghindari cubitan gemes oleh temannya itu, di saat yang bersamaan Abdi datang dan melihat istrinya di cubit pipinya, Abdi menarik kasar dan menyingkirkan tangan yang sudah berani mencubit pipi istrinya itu. terlihat Mega mengelus pipinya dan rasa kebas setelah cubitan itu terlepas.

"kamu tidak apa-apa? " tanya Abdi, dia menyentuh pipi istrinya itu untuk memastikan apakan cubitan wanita itu membekas atau tidak.

"apa pipi kamu sakit? " tanya Abdi lagi, tapi respon Mega malah terlihat ia sangat gugup wajahnya terlalu dekat dengan Abdi hingga meda dapat melihat bola mata hitam milik Abdi.

"kenapa wajah kamu memerah? k tanya Abdi ada sedikit kekawatiran.

"Mega tidak apa-apa " Mega menyentuh tangan Abdi yang masih setiap dipipinya dan menurunkan tangan Abdi pelan.

Abdi melirik perempuan yang baru saja memyakiti wanitanya itu.

"dia siapa Mega? " tanya sarah yang melihat Abdi dengan tatapan mengagumkannya.

"dia.. " Belum sempat Mega mengatakan siapa Abdi yang menjadi bahan kekaguman oleh Sarah ia malah memotong kata-kata Mega dengan cepat.

"kenalkan Nama ku sarah! " Sarah mengulurkan tangannya ke hadapan Abdi tanpa canggung sama sekali, Abdi tak merespon uluran tangan wanita yang bernama Sarah itu, ia cuek setengah mati tidak memperdulikan Sarah yang masih dengan setia mengulur tangan. Abdi malah memilih untuk duduk di kursi dekata istrinya dan mengatakan sesuatu yang bernada perintah.

"lain kali kamu jangan mengizinkan siapapun menyentuh mu! " pinta Abdi dengan dinginnya tapi terselip perintah yang begitu kental. Mega megangguk ia sedikit melirik kearah Sarah terlihat di wajah sarah guratan kemarahan yang sangat ia tahan. Dulu ia selalu menang dalah hal urusan berkenalan dengan laki-laki tapi baru kali ini ia tidak di perdulikan hanya karena ada mahkluk lain yang bernama Mega.

"aku pergi dulu Mega! nanti kita bertemu lagi" kata Sarah memecah kecanggungan yang ada, Mega melayangkan senyman manisnya untuk teman satu sekolahnya itu.

Sarah pergi meninggalkan Abdi dan Mega membawa hati yang kecewa.

avataravatar
Next chapter